Oleh : Hany Ba'agil
Termasuk kunci-kunci masuk menuju hadirat ilahi adalah Hadirnya Hati. Suatu poin sangat penting yang sering dilalaikan kebanyakan manusia. Karena maulid, burdah, pengajian, dll telah menjadi sesuatu yang rutin, maka hati pun cenderung menebal dan resisten serta mengabaikan. Seperti sebagian hadirin sholat jum'at tidak mau mendengarkan khotbah dengan mengantuk-antukkan diri sepanjang khotbah.
Begitu pentingnya masalah kehadiran hati hingga banyak sekali ditekankan oleh para salaf, dalam kalam, tulisan dan qasidah mereka. Begitu pula para guru kita habaib di tarim juga menekankan [pentingnya kehadiran hati].
Ibarat hati itu wadah, maka ketika wadah itu tertutup atau mengahadap ke arah yang tidak tepat, maka ia tidak akan menampung curahan hujan madad dari Allah Ta'ala. Apabila cawan hati itu menghadap ke atas, maka madad Allah akan sampai masuk merasuk ke dalam hati. Itulah sebabnya berbeda antara yang hadir hatinya dengan yang tidak. Yang satu membawa pulang bekal yang lebih banyak ketimbang yang lain. Sebagian orang setelah hadir majlis merasakan suasana hati yang menakjubkan, karena dia telah membuka cawan hatinya. Sebagian tidak merasakan apa-apa, karena dia memang tidak kebagian hujan madad, cawannya tertutup atau terbalik atau menghadap ke arah yang salah.
Salah satu guru kita mengajarkan apabila seseorang hadir dalam suatu majlis hendaklah dia mendengarkan setiap kata yang dilontarkan, karena pada setiap kata tersebut tersimpan madad Allah.
Setiap kata memiliki kekuatan menghidupkan hati kita. Kalau kita perhatikan para Habaib kita di Hadramaut sangatlah khusyuk dalam berbagai majlis. Bahkan bisa dikatakan seperti orang yang tenggelam ke dalam alunan makna-makna dari kalimat-kalimat yang terucap. Bahkan mereka sanggup duduk tenang tanpa bergerak mendengarkan maulid selama berjam-jam dalam salah satu acara baca maulid tahunan di masjid jami' Tarim. Bahkan seolah berada dalam atmosfer mengawang.
Maka salah satu rahasia untuk dekat dan sampai kepada Allah adalah Hadirnya Hati.
Wallahu a'lam
Friday, November 28, 2008
Tuesday, November 25, 2008
Wudlu dan Sholat
Oleh : Alhabib Shodiq bin Abubakar Baharun
(Disampaikan dalam majlis Madadun Nabawiy di Masjid Alhikmah - Gemah, Semarang hari Sabtu tanggal 22 November 2008)
Allah Swt memberikan pemahaman dalam hal agama bahwa sholat adalah tiang agama. Sholat adalah sangat penting kedudukannya bagi umat Islam, ibarat kepala terhadap badan kita. Tanpa kepala maka badan tidak bisa hidup, maka begitulah sholat, tanpa sholat maka segala kegiatan kita tidak akan sempurna.
Jika tanpa sholat, atau apapun istilahnya, maka tidak bisa disebut agama. Semua keyakinan mempunyai ritual khusus untuk mengingat-Nya dengan macam gerakan dan makna yang berbeda antara satu keyakinan dengan keyakinan yang lainnya.
Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa orang Islam yang tidak sholat maka sebenarnya dia belumlah Islam secara keseluruhan. Sholat memang berarti mengingat, tapi apakah cukup mengingat Allah Swt saja tanpa sholat? Tidak! Sholatlah dengan dhohir dan batin kita mengingat Allah Swt. Nabi Muhammad Saw saja sholat, maka kita yang mengaku umat beliau Saw juga seharusnyalah sholat seperti sholat Nabi Muhammad Saw yaitu dengan khusyu', khudzur, ikhlas, paham bacaan sholat dan paham makna gerakan sholat dsb.
Kita harus menjaga sungguh-sungguh sholat kita dengan ta'dzim kepada Allah Swt yaitu dengan menjaga waktu dan syarat serta rukun sholat dan semua hal yang berhubungan dengan sholat, yaitu seperti halnya wudlu, najis, air dsb.
Sholat diwajibkan untuk semua usia dengan segala keadaannya. Jagalah sholat pertengahan, sholat wustho, sebagian besar ulama mengatakan bahwa sholat wustho adalah sholat dhuhur yaitu sholat yang pertama dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Sholat ini sering kali berat dilakukan karena berada dalam saat-saat kerja, sedang asyik kerja sehingga sering kali menimbulkan rasa malas di diri kita, karena itu kita harus menjaga sholat ini benar-benar.
Sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar asal dilakukan dengan tidak buru-buru, dilakukan dengan senyaman mungkin, memperhatikan syarat dan rukun sholat dsb. Sholat tidak sempurna jika wudlu dilakukan dengan tidak sempurna.
Yang wajib dalam wudlu adalah :
1. Niat (dilakukan ketika membasuh wajah yaitu niat dalam hati dan jika diucapkan maka insya Allah akan bertambah baik lagi),
2. Membasuh wajah (mulai dari empat jari di atas alis hingga satu jari di bawah dagu dan batas samping adalah bagian kecil yang menonjol di depan telinga),
3. Membasuh tangan (mulai dari ujung jari hingga dua jari di atas siku),
4. Membasuh kepala (mulai dari batas wajah paling atas hingga semua rambut, sedikitnya tiga helai rambut cukup),
5. Membasuh kaki (mulai ujung jari-jari kaki hingga 2 jari di atas mata kaki),
6. Tertib (urut mulai dari niat hingga nomer lima di atas)
Kenapa wudlu diwajibkan untuk dilakukan pada empat tempat tertentu di badan kita yaitu wajah, tangan, kepala dan kaki? Karena pada tempat-tempat itu sering kita gunakan untuk bermaksiat kepada Allah Swt, bukankah awal perbuatan maksiat sering kali dimulai ketika mata memandang sesuatu yang buruk? Ketika mata memandang, nafsu pun berperan, lalu tangan, kepala, telinga dan kaki mengikuti sehingga semuanya berperan dalam perbuatan tersebut. Kalau perbuatan tersebut baik maka baiklah semuanya, kalau perbuatan itu buruk maka buruklah semuanya. Oleh sebab itu basuhlah dengan air wudlu, apa cukup dengan membasuh saja? Tidak! Setelah itu lakukan berbagai macam kebaikan demi mengingat Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw.
Selain itu tempat-tempat yang dibasuh air saat wudlu itu mudah capek dan air wudlu akan menghilangkan rasa capek tersebut sehingga kita akan segar lagi. Ketika badan sudah segar kembali, insya Allah kita akan mudah untuk berbuat berbagai macam kebaikan.
(Disampaikan dalam majlis Madadun Nabawiy di Masjid Alhikmah - Gemah, Semarang hari Sabtu tanggal 22 November 2008)
Allah Swt memberikan pemahaman dalam hal agama bahwa sholat adalah tiang agama. Sholat adalah sangat penting kedudukannya bagi umat Islam, ibarat kepala terhadap badan kita. Tanpa kepala maka badan tidak bisa hidup, maka begitulah sholat, tanpa sholat maka segala kegiatan kita tidak akan sempurna.
Jika tanpa sholat, atau apapun istilahnya, maka tidak bisa disebut agama. Semua keyakinan mempunyai ritual khusus untuk mengingat-Nya dengan macam gerakan dan makna yang berbeda antara satu keyakinan dengan keyakinan yang lainnya.
Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa orang Islam yang tidak sholat maka sebenarnya dia belumlah Islam secara keseluruhan. Sholat memang berarti mengingat, tapi apakah cukup mengingat Allah Swt saja tanpa sholat? Tidak! Sholatlah dengan dhohir dan batin kita mengingat Allah Swt. Nabi Muhammad Saw saja sholat, maka kita yang mengaku umat beliau Saw juga seharusnyalah sholat seperti sholat Nabi Muhammad Saw yaitu dengan khusyu', khudzur, ikhlas, paham bacaan sholat dan paham makna gerakan sholat dsb.
Kita harus menjaga sungguh-sungguh sholat kita dengan ta'dzim kepada Allah Swt yaitu dengan menjaga waktu dan syarat serta rukun sholat dan semua hal yang berhubungan dengan sholat, yaitu seperti halnya wudlu, najis, air dsb.
Sholat diwajibkan untuk semua usia dengan segala keadaannya. Jagalah sholat pertengahan, sholat wustho, sebagian besar ulama mengatakan bahwa sholat wustho adalah sholat dhuhur yaitu sholat yang pertama dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Sholat ini sering kali berat dilakukan karena berada dalam saat-saat kerja, sedang asyik kerja sehingga sering kali menimbulkan rasa malas di diri kita, karena itu kita harus menjaga sholat ini benar-benar.
Sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar asal dilakukan dengan tidak buru-buru, dilakukan dengan senyaman mungkin, memperhatikan syarat dan rukun sholat dsb. Sholat tidak sempurna jika wudlu dilakukan dengan tidak sempurna.
Yang wajib dalam wudlu adalah :
1. Niat (dilakukan ketika membasuh wajah yaitu niat dalam hati dan jika diucapkan maka insya Allah akan bertambah baik lagi),
2. Membasuh wajah (mulai dari empat jari di atas alis hingga satu jari di bawah dagu dan batas samping adalah bagian kecil yang menonjol di depan telinga),
3. Membasuh tangan (mulai dari ujung jari hingga dua jari di atas siku),
4. Membasuh kepala (mulai dari batas wajah paling atas hingga semua rambut, sedikitnya tiga helai rambut cukup),
5. Membasuh kaki (mulai ujung jari-jari kaki hingga 2 jari di atas mata kaki),
6. Tertib (urut mulai dari niat hingga nomer lima di atas)
Kenapa wudlu diwajibkan untuk dilakukan pada empat tempat tertentu di badan kita yaitu wajah, tangan, kepala dan kaki? Karena pada tempat-tempat itu sering kita gunakan untuk bermaksiat kepada Allah Swt, bukankah awal perbuatan maksiat sering kali dimulai ketika mata memandang sesuatu yang buruk? Ketika mata memandang, nafsu pun berperan, lalu tangan, kepala, telinga dan kaki mengikuti sehingga semuanya berperan dalam perbuatan tersebut. Kalau perbuatan tersebut baik maka baiklah semuanya, kalau perbuatan itu buruk maka buruklah semuanya. Oleh sebab itu basuhlah dengan air wudlu, apa cukup dengan membasuh saja? Tidak! Setelah itu lakukan berbagai macam kebaikan demi mengingat Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw.
Selain itu tempat-tempat yang dibasuh air saat wudlu itu mudah capek dan air wudlu akan menghilangkan rasa capek tersebut sehingga kita akan segar lagi. Ketika badan sudah segar kembali, insya Allah kita akan mudah untuk berbuat berbagai macam kebaikan.
Monday, November 24, 2008
Hati yang Hadir - 1
Oleh : Alhabib Alwiy bin Abdullah Alhasni
(Disampaikan dalam majlis rotib Alhaddad dan maulid Simthud Durror di Mushola Attaqwa - Sendang Guwo, Semarang tanggal 23 November 2008)
Perhatikan orang-orang yang mengikuti majlis pembacaan maulid, ada yang menangis di awal acara, ada yang menangis ketika sampai di tengah acara, ada yang menangis di akhir acara dan bahkan ada yang tidak menangis sama sekali!
Kenapa? Bukankah tidak ada diantara mereka yang mengalami hidup sejaman dengan Rosulullah Muhammad Saw? Kenapa mereka menangis?
Karena hati mereka sudah tersambung kepada Rosulullah Muhammad Saw, hati mereka hadir menyeluruh ketika berada di majlis. Ketika hati sudah hadir maka mereka akan mendapatkan diri mereka dekat dengan yang mereka cintai, kalau yang mereka cintai adalah Rosulullah Muhammad Saw maka mereka hadir bersama Rosulullah Muhammad Saw. Dalam kehadiran itu mereka akan merasakan suasana yang menakjubkan sehingga membuat mereka meneteskan air mata karena mengingat bahwa betapa agungnya akhlaq Nabi Muhammad Saw. Mereka menangis karena betapa mereka merasakan bahwa mereka kerap kali lupa mendekatkan diri kepada Allah Swt, mereka ingat pada Allah Swt sewaktu masih berada di dalam majlis saja, begitu keluar dari majlis mereka segera lupa.
Ada pula yang tidak menangis, kenapa? Bisa jadi karena hatinya tidak hadir penuh. Hati tidak hadir sering kali disebabkan kurang dipersiapkan di awal atau terlalu banyak tertawa. Tertawa boleh tapi terlalu banyak adalah kurang baik. Tapi bukan berarti kita harus menangis tiap kali ada di dalam majlis maulid, bukan! Menangis atau tidak itu menyesuaikan suasana. Terkadang justru ada yang merasa sangat bahagia dan gembira berada dalam majlis maulid, bahagia mengingat Rosulullah Muhammad Saw, bahagia berada di majlis yang di dalamnya ada usaha mengingat Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw, bahagia berada diantara orang-orang yang senang hal-hal yang baik.
Dikatakan oleh Alhabib Ali bin Muhammad Alhabsyi dalam kitab Simthud Durror bahwa Allah Swt berkenan melipat-gandakan manfaatnya bagi si pembaca ataupun bagi pendengarnya, sehingga keduanya akan memasuki pintu syafa'at.
Lakukan apa yang kita bisa lakukan, bagi yang bisa membaca ya bacalah dengan sepenuh hati, bagi yang bisa mendengarkan saja ya dengarkanlah dengan baik agar tertanam dalam hati. Allah Swt tidak memandang banyaknya tapi kualitasnya. Banyak tapi berkualitas adalah jauh lebih baik.
(Disampaikan dalam majlis rotib Alhaddad dan maulid Simthud Durror di Mushola Attaqwa - Sendang Guwo, Semarang tanggal 23 November 2008)
Perhatikan orang-orang yang mengikuti majlis pembacaan maulid, ada yang menangis di awal acara, ada yang menangis ketika sampai di tengah acara, ada yang menangis di akhir acara dan bahkan ada yang tidak menangis sama sekali!
Kenapa? Bukankah tidak ada diantara mereka yang mengalami hidup sejaman dengan Rosulullah Muhammad Saw? Kenapa mereka menangis?
Karena hati mereka sudah tersambung kepada Rosulullah Muhammad Saw, hati mereka hadir menyeluruh ketika berada di majlis. Ketika hati sudah hadir maka mereka akan mendapatkan diri mereka dekat dengan yang mereka cintai, kalau yang mereka cintai adalah Rosulullah Muhammad Saw maka mereka hadir bersama Rosulullah Muhammad Saw. Dalam kehadiran itu mereka akan merasakan suasana yang menakjubkan sehingga membuat mereka meneteskan air mata karena mengingat bahwa betapa agungnya akhlaq Nabi Muhammad Saw. Mereka menangis karena betapa mereka merasakan bahwa mereka kerap kali lupa mendekatkan diri kepada Allah Swt, mereka ingat pada Allah Swt sewaktu masih berada di dalam majlis saja, begitu keluar dari majlis mereka segera lupa.
Ada pula yang tidak menangis, kenapa? Bisa jadi karena hatinya tidak hadir penuh. Hati tidak hadir sering kali disebabkan kurang dipersiapkan di awal atau terlalu banyak tertawa. Tertawa boleh tapi terlalu banyak adalah kurang baik. Tapi bukan berarti kita harus menangis tiap kali ada di dalam majlis maulid, bukan! Menangis atau tidak itu menyesuaikan suasana. Terkadang justru ada yang merasa sangat bahagia dan gembira berada dalam majlis maulid, bahagia mengingat Rosulullah Muhammad Saw, bahagia berada di majlis yang di dalamnya ada usaha mengingat Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw, bahagia berada diantara orang-orang yang senang hal-hal yang baik.
Dikatakan oleh Alhabib Ali bin Muhammad Alhabsyi dalam kitab Simthud Durror bahwa Allah Swt berkenan melipat-gandakan manfaatnya bagi si pembaca ataupun bagi pendengarnya, sehingga keduanya akan memasuki pintu syafa'at.
Lakukan apa yang kita bisa lakukan, bagi yang bisa membaca ya bacalah dengan sepenuh hati, bagi yang bisa mendengarkan saja ya dengarkanlah dengan baik agar tertanam dalam hati. Allah Swt tidak memandang banyaknya tapi kualitasnya. Banyak tapi berkualitas adalah jauh lebih baik.
Manfaatkan Waktu Kita
Oleh : Kyai Imam Suyuti - Demak
(Disampaikan dalam majlis rotib Alhaddad dan maulid Simthud Durror di Rawasari - Semarang bersama Alhabib Hasan bin Abdurrohman bin Zen Aljufri jum'at malam sabtu 21 November 2008)
Alhabib Ali bin Muhammad Alhabsyi di dalam kitab Simthud Durror berkata kurang lebih sebagai berikut :
Maha suci Allah Tuhan Yang Pemurah yang di dalam kitab suci Alqur'an Alhakim mengungkap berita gembira dengan firman-Nya:
"Telah datang kepadamu seorang Rosul dari kalanganmu sendiri, ia selalu prihatin atas apa yang menimpamu. Ia sangat menginginkan kamu beriman. Ia sangat penyantun, sangat penyayang."
Maka barang siapa saja yang sampai kepadanya kabar gembira ini, serta menerimanya dengan hati dan pikiran sehat , nisacaya ia beroleh petunjuk kearah jalan yang lurus tiada sesat.
Manusia memang banyak yang pemurah, suka menolong tapi jika kita berulang kali kita datang kepadanya untuk minta tolong maka sering kali pula kita mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan. Begitulah manusia yang mudah menutup "pintu" pertolongannya kepada sesama. Mintalah kepada Yang Tidak Pernah Menutup "pintu" yaitu Allah Swt, jangan meminta kepada selain Dia!
Kyai Imam Suyuti mengawali ceramahnya dengan mengingatkan bahwa kita yang hadir di sini memohon pada Allah Swt dengan bertawasul lewat Nabi Muhammad Saw lewat ahlul bayt Nabi Muhammad Saw. Barang siapa mengambil perantara (ber-tawasul) seperti ini insya Allah tidak akan tertolak hajat-hajat kita.
Tawasul adalah sebagai tanda kita merendahkan diri kepada Allah Swt, kita mengakui bahwa kita mempunyai banyak sekali dosa dan kesalahan kepada Allah Swt, oleh karena itu kita perlu washilah.
Mengambil washilah ini tidak semata-mata lewat lesan saja tapi harus dilakukan dengan perbuatan. Kalau kita memohon kepada Allah Swt dengan perantara Nabi Muhammad Saw maka kita harus benar-benar mencontoh perilaku Nabi Muhammad Saw yang amat santun dan tegas berwibawa dalam segala hal. Nabi Muhammad Saw sangat mengutamakan adab maka kita seharusnya juga menjadi orang yang mempunyai adab (tata krama) kepada sesama manusia dan kepada Allah Swt. Nabi Muhammad Saw sangat mengutamakan akhlaq maka kita seharusnya juga memperhatikan akhlaq kita. Nabi Muhammad Saw mengutamakan ilmu dan amal, maka kita seharusnya memperhatikan ilmu dan amal kita sebab ilmu dan amal tidak boleh dipisahkan. Ilmu tanpa amal adalah tidak sempurna. Amal tanpa ilmu adalah batal.
Allah Swt tidak pernah menutup "pintu" rohmat-Nya kepada mereka yang mau mendekatkan dirinya kepada-Nya dengan segala macam ibadah dan pengakuan bahwa dirinya lemah dan hanya Allah Swt-lah Yang Maha Kuasa atas segalanya, terutama di sepertiga akhir malam disaat yang lain sedang tertidur pulas dia ambil wudlu lalu merendahkan diri di hadapan-Nya dan mengakui bahwa tiada daya dan kekuatan selain Allah Swt.
Manfaatkan juga waktu-waktu kita untuk beribadah kepada Allah Swt, seperti setelah sholat sebaiknya kita jangan buru-buru pergi tapi berdo'alah, memohonlah kepada Allah Swt sebab dengan memohon kepada Allah Swt adalah salah satu bukti kita mengakui bahwa kita sangat lemah jika dibandingkan dengan Allah Swt, dan kita membutuhkan Allah Swt.
(Disampaikan dalam majlis rotib Alhaddad dan maulid Simthud Durror di Rawasari - Semarang bersama Alhabib Hasan bin Abdurrohman bin Zen Aljufri jum'at malam sabtu 21 November 2008)
Alhabib Ali bin Muhammad Alhabsyi di dalam kitab Simthud Durror berkata kurang lebih sebagai berikut :
Maha suci Allah Tuhan Yang Pemurah yang di dalam kitab suci Alqur'an Alhakim mengungkap berita gembira dengan firman-Nya:
"Telah datang kepadamu seorang Rosul dari kalanganmu sendiri, ia selalu prihatin atas apa yang menimpamu. Ia sangat menginginkan kamu beriman. Ia sangat penyantun, sangat penyayang."
Maka barang siapa saja yang sampai kepadanya kabar gembira ini, serta menerimanya dengan hati dan pikiran sehat , nisacaya ia beroleh petunjuk kearah jalan yang lurus tiada sesat.
Manusia memang banyak yang pemurah, suka menolong tapi jika kita berulang kali kita datang kepadanya untuk minta tolong maka sering kali pula kita mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan. Begitulah manusia yang mudah menutup "pintu" pertolongannya kepada sesama. Mintalah kepada Yang Tidak Pernah Menutup "pintu" yaitu Allah Swt, jangan meminta kepada selain Dia!
Kyai Imam Suyuti mengawali ceramahnya dengan mengingatkan bahwa kita yang hadir di sini memohon pada Allah Swt dengan bertawasul lewat Nabi Muhammad Saw lewat ahlul bayt Nabi Muhammad Saw. Barang siapa mengambil perantara (ber-tawasul) seperti ini insya Allah tidak akan tertolak hajat-hajat kita.
Tawasul adalah sebagai tanda kita merendahkan diri kepada Allah Swt, kita mengakui bahwa kita mempunyai banyak sekali dosa dan kesalahan kepada Allah Swt, oleh karena itu kita perlu washilah.
Mengambil washilah ini tidak semata-mata lewat lesan saja tapi harus dilakukan dengan perbuatan. Kalau kita memohon kepada Allah Swt dengan perantara Nabi Muhammad Saw maka kita harus benar-benar mencontoh perilaku Nabi Muhammad Saw yang amat santun dan tegas berwibawa dalam segala hal. Nabi Muhammad Saw sangat mengutamakan adab maka kita seharusnya juga menjadi orang yang mempunyai adab (tata krama) kepada sesama manusia dan kepada Allah Swt. Nabi Muhammad Saw sangat mengutamakan akhlaq maka kita seharusnya juga memperhatikan akhlaq kita. Nabi Muhammad Saw mengutamakan ilmu dan amal, maka kita seharusnya memperhatikan ilmu dan amal kita sebab ilmu dan amal tidak boleh dipisahkan. Ilmu tanpa amal adalah tidak sempurna. Amal tanpa ilmu adalah batal.
Allah Swt tidak pernah menutup "pintu" rohmat-Nya kepada mereka yang mau mendekatkan dirinya kepada-Nya dengan segala macam ibadah dan pengakuan bahwa dirinya lemah dan hanya Allah Swt-lah Yang Maha Kuasa atas segalanya, terutama di sepertiga akhir malam disaat yang lain sedang tertidur pulas dia ambil wudlu lalu merendahkan diri di hadapan-Nya dan mengakui bahwa tiada daya dan kekuatan selain Allah Swt.
Manfaatkan juga waktu-waktu kita untuk beribadah kepada Allah Swt, seperti setelah sholat sebaiknya kita jangan buru-buru pergi tapi berdo'alah, memohonlah kepada Allah Swt sebab dengan memohon kepada Allah Swt adalah salah satu bukti kita mengakui bahwa kita sangat lemah jika dibandingkan dengan Allah Swt, dan kita membutuhkan Allah Swt.
Thursday, November 06, 2008
Narimo Ing Pandum
Oleh : Ki Ageng Suryomentaram
Saklumahing bumi sakurebing langit puniko mboten wonten barang ingkang pantes dipun oyo-oyo (ngoyo), dipun padosi utawi dipun ceri-ceri (dipun siriki), dipun tampik.
Jalaran barang ingkang saged kecepeng sarono pangoyo-oyo puniko mboten murugaken bejo, nanging namung murugaken bingah sakedhap.
Kosok wangsulipun, barang ingkang dipun ceri-ceri, nanging meksa kecepeng, puniko mboten murugaken ciloko, nanging namung murugaken sisah sakedahap.
Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia adalah sbb :
Di dalam bumi dan langit yang terbentang luas ini tidak ada barang yang pantas dipaksakan, dicari atau dibenci, ditolak.
Sebab barang yang kita dapatkan dengan cara yang memaksakan diri kita tidaklah mendatangkan keberuntungan, tapi hanya mendatangkan kebahagiaan yang sekejab.
Sebaliknya, (jika) kita mendapatkan barang yang kita benci (maka) sama sekali tidak mendatangkan kecelakaan, tapi hanya mendatangkan kesusahan yang sekejab.
Saklumahing bumi sakurebing langit puniko mboten wonten barang ingkang pantes dipun oyo-oyo (ngoyo), dipun padosi utawi dipun ceri-ceri (dipun siriki), dipun tampik.
Jalaran barang ingkang saged kecepeng sarono pangoyo-oyo puniko mboten murugaken bejo, nanging namung murugaken bingah sakedhap.
Kosok wangsulipun, barang ingkang dipun ceri-ceri, nanging meksa kecepeng, puniko mboten murugaken ciloko, nanging namung murugaken sisah sakedahap.
Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia adalah sbb :
Di dalam bumi dan langit yang terbentang luas ini tidak ada barang yang pantas dipaksakan, dicari atau dibenci, ditolak.
Sebab barang yang kita dapatkan dengan cara yang memaksakan diri kita tidaklah mendatangkan keberuntungan, tapi hanya mendatangkan kebahagiaan yang sekejab.
Sebaliknya, (jika) kita mendapatkan barang yang kita benci (maka) sama sekali tidak mendatangkan kecelakaan, tapi hanya mendatangkan kesusahan yang sekejab.
Kaos
Wednesday, November 05, 2008
Sumringah
Oleh : Yusa
Berikut nasehat Ki Ageng Suryomentaram :
"Tiyang punika gadhah pamanggih, yen karepipun kelampahan, utawi ingkang dipun maksudakaen kacepeng, utawi punapa dipunajeng-ajeng kaleksanan, mesthi beja, bungah sajege, lan kosok wangsulanipun, cilaka, susah sajege.
Pamanggih makaten punika lepat!
Sampun pinten-pinten karep ingkang kelampahan, inggih boten beja boten punapa, dene kosok wangsulipun, inggih boten cilaka, boten sisah sajege boten punapa.
Dados saking kelampahan utawi boten kelampahanipun karep tiyang boten saged beja utawi cilaka. Ingkang dipun raosaken tiyang, namung gek bingah gek sisah.
Boten wonten bungah ingkang boten katutan susah, lan ugi boten wonten susah ingkang boten katutan bungah."
Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia :
"Orang itu mempunyai pendapat bahwa jika keinginannya terwujud, atau apa yang dimaksud berhasil, atau apa yang diimpikan terlaksana, pasti beruntung, bahagia selamanya. Dan sebaliknya (yaitu jika keinginannya tidak terwujud), (maka) celaka selamanya.
Pendapat seperti itu salah!
Sudah berapa pun keinginan yang terwujud, tidak beruntung tidak masalah, begitu juga sebaliknya yaitu tidak celaka, tidak susah selamanya juga tidak masalah.
Jadi, terwujud atau tidak terwujud keinginan kita, tidak menyebabkan bahagia atau celaka. Yang dirasakan orang, hanya sedang bahagia, sedang susah.
Tidak ada kebahagiaan yang tidak terlepas dari kesusahan, dan tidak ada kesusahan yang tidak terlepas dari kebahagiaan."
Lalu, seseorang menjelasan sbb :
"Siro ajeg-ko, ojo susah ojo seneng! Kuwi mau amargo pamrih ngundhat-undhat hasile opo sing siro kerja-ake."
Kamu jangan susah, jangan senang! Tapi tenang, tidak susah tidak senang, tapi "sumringah"-lah! Berseri-seri wajahnya, tidak terlihat sedang sedih atau sedang punya masalah...juga tidak terlarut yang berlebihan ke dalam kesenangan. Berseri-seri...! Sebab yang dijelaskan Ki Ageng Suryomentaram di atas karena kita selalu berharap ada hasil sesuai dengan yang kita harapkan ketika kita melakukan sesuatu.
Berharap itu boleh tapi jangan menyebabkan kita kecewa, susah dan beranggapan kita celaka selamanya kalau harapan kita tidak terwujud.
Ada kawan bilang, "Kalau tidak ingin kecewa, ya jangan punya keinginan! Kalau punya keinginan, ya siap-siap kecewa!"
Meredam kekecewaan sama dengan meredam hawa nafsu. Hawa nafsu bisa diredam dengan :
1. Mengalihkan perhatian
2. Memenuhi sebagian
3. Menunda-nunda
Kalau pesan Raden Kartono, amal ya amal saja, keluarkan saja, jangan memikirkan apa-apa. Bantu ya bantu saja dengan sepenuh hati.
Sumringah...berseri-seri...ya hatinya ya wajahnya...
Berikut nasehat Ki Ageng Suryomentaram :
"Tiyang punika gadhah pamanggih, yen karepipun kelampahan, utawi ingkang dipun maksudakaen kacepeng, utawi punapa dipunajeng-ajeng kaleksanan, mesthi beja, bungah sajege, lan kosok wangsulanipun, cilaka, susah sajege.
Pamanggih makaten punika lepat!
Sampun pinten-pinten karep ingkang kelampahan, inggih boten beja boten punapa, dene kosok wangsulipun, inggih boten cilaka, boten sisah sajege boten punapa.
Dados saking kelampahan utawi boten kelampahanipun karep tiyang boten saged beja utawi cilaka. Ingkang dipun raosaken tiyang, namung gek bingah gek sisah.
Boten wonten bungah ingkang boten katutan susah, lan ugi boten wonten susah ingkang boten katutan bungah."
Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia :
"Orang itu mempunyai pendapat bahwa jika keinginannya terwujud, atau apa yang dimaksud berhasil, atau apa yang diimpikan terlaksana, pasti beruntung, bahagia selamanya. Dan sebaliknya (yaitu jika keinginannya tidak terwujud), (maka) celaka selamanya.
Pendapat seperti itu salah!
Sudah berapa pun keinginan yang terwujud, tidak beruntung tidak masalah, begitu juga sebaliknya yaitu tidak celaka, tidak susah selamanya juga tidak masalah.
Jadi, terwujud atau tidak terwujud keinginan kita, tidak menyebabkan bahagia atau celaka. Yang dirasakan orang, hanya sedang bahagia, sedang susah.
Tidak ada kebahagiaan yang tidak terlepas dari kesusahan, dan tidak ada kesusahan yang tidak terlepas dari kebahagiaan."
Lalu, seseorang menjelasan sbb :
"Siro ajeg-ko, ojo susah ojo seneng! Kuwi mau amargo pamrih ngundhat-undhat hasile opo sing siro kerja-ake."
Kamu jangan susah, jangan senang! Tapi tenang, tidak susah tidak senang, tapi "sumringah"-lah! Berseri-seri wajahnya, tidak terlihat sedang sedih atau sedang punya masalah...juga tidak terlarut yang berlebihan ke dalam kesenangan. Berseri-seri...! Sebab yang dijelaskan Ki Ageng Suryomentaram di atas karena kita selalu berharap ada hasil sesuai dengan yang kita harapkan ketika kita melakukan sesuatu.
Berharap itu boleh tapi jangan menyebabkan kita kecewa, susah dan beranggapan kita celaka selamanya kalau harapan kita tidak terwujud.
Ada kawan bilang, "Kalau tidak ingin kecewa, ya jangan punya keinginan! Kalau punya keinginan, ya siap-siap kecewa!"
Meredam kekecewaan sama dengan meredam hawa nafsu. Hawa nafsu bisa diredam dengan :
1. Mengalihkan perhatian
2. Memenuhi sebagian
3. Menunda-nunda
Kalau pesan Raden Kartono, amal ya amal saja, keluarkan saja, jangan memikirkan apa-apa. Bantu ya bantu saja dengan sepenuh hati.
Sumringah...berseri-seri...ya hatinya ya wajahnya...
Pleonoxia
Oleh : Goenawan Muhammad
Apa gerangan yang akan dikatakan pangeran Jawa yang meninggalkan istana itu, Ki Ageng Suryomentaram, seandainya ia hidup pada hari ini? Seandainya ia berjalan di Sudirman Business District, Jakarta, antara Pacific Place yang memamerkan benda-benda mentereng dan ruang BEJ di mana harga saham rontok, para pemilik dana panik, dan di langit-langitnya bergaung rasa cemas?
Mungkin inilah yang akan kita dengar dari Ki Ageng:
"Yang menangis adalah yang berpunya. Yang berpunya adalah yang kehilangan. Yang kehilangan adalah mereka yang ingin."
Tapi mungkin tak seorang pun akan memahaminya.
Ia memang lain. Ia lahir pada 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta. Ia pangeran ke-55 di antara sederet putra Sultan Hamengku Buwono VII. Ibunya seorang garwa ampilan (istri selir). Pengeran kecil ini bersekolah di Srimenganti, yang dikelola istana. Pendidikan formalnya tipis, tapi ia berbahasa Belanda dengan baik, dan kemudian belajar bahasa Arab dan Inggris. Dan ia membaca.
Pada umur 18 ia jadi Pangeran, dengan gelar "Bendara Pangeran Harya Suryomentaram". Kita tak tahu bagaimana hidupnya pada masa itu, tapi ada sebuah kejadian yang membuat masa depannya berubah.
Dalam sebuah tulisan yang dimuat jurnal Archipel (nomor 16, tahun 1978), Marcel Boneff menceritakan kembali kejadian itu. Pada suatu hari, dalam perjalanan ke sebuah pesta perkawinan di Keraton Surakarta, dari jendela kereta api sang Pangeran melihat ke luar. Di bentangan sawah, sejumlah manusia berkeringat, bersusah payah,
mencari sesuap nasi. Sementara itu di gerbong itu ia duduk dengan megah dan nyaman: kenikmatan yang diperolehnya semata-mata karena ia dilahirkan di suatu tempat yang tak harus diraih. Bisakah ia berbahagia?
Sejak itu Suryomentaram mempertanyakan hal yang oleh orang lain didiamkan: arti benda bagi hidup, arti punya bagi manusia.
Dalam bahasa Jawa ada dua kata yang hampir mirip, milik dan mélik. Yang pertama berarti "punya" atau "harta". Yang kedua berarti "keinginan yang cemburu untuk mendapatkan sesuatu".
Kini milik begitu penting dan mélik dilembagakan sebagai perilaku yang wajar; keduanya dianggap bagus buat pertumbuhan ekonomi. Dan jika dari kesibukan dengan milik dan mélik itu lahir sifat tamak, Sudirman Business District adalah saksinya. Di sini bergema kata-kata Walter Williams, ekonom dari George Mason University, tentang the virtue of greed: "Sebutlah itu tamak, atau egoisme, atau kepentingan diri yang tak sempit, tapi akhirnya motivasi inilah yang membuat hal ihwal jadi".
Mungkinkah itu sebabnya "pasar"-yang digerakkan milik dan mélik-tak mudah ditertibkan oleh Negara? Bank sentral dan kementerian keuangan di seluruh dunia bergerak. Mereka hendak membendung arus jatuh pasar saham, yang makin mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Tapi sejauh ini sia-sia. Sejauh ini tampak bahwa Negara, yang bekerja untuk kepentingan umum, tak berdaya menghadapi pasar yang tamak yang tak mengacuhkan res publica.
Yang tak selamanya disadari adalah cepatnya gerak milik dan mélik pada zaman ini. Bersama cepatnya alir kekayaan dari tempat ke tempatnya, itulah globalisasi terjadilah akselerasi hasrat. Kepuasan akan satu benda dengan segera dihapus oleh hasrat baru. "Benda"-yang telah berubah jadi komoditas kini jadi lambang kebaruan. Maka ada orang yang punya 10 mobil Jaguar: ketika puas hilang, satu Jaguar lagi terbilang. Terus-menerus.
Menyimpan akhirnya jadi tak menarik. Masa depan, ditandai dengan yang "baru", jadi kian cepat tiba. Menabung kehilangan alasannya. Kapitalisme zaman ini makin mengukuhkan dalil Leon Levy ("investor genius dari Wall Street", kata majalah Forbes), bahwa "tiap satu persen tabungan naik di masyarakat, laba perusahaan akan turun 11 persen".
Ada yang patologis dalam gejala itu. Kita hidup dengan "pleonoxia", penyakit jiwa yang didera keinginan segera mendapatkan lagi, lagi, lebih, lebih.
Itu sebabnya saya teringat Ki Ageng Suryomentaram. Apa gerangan yang akan dikatakannya? Pada masa hidupnya, ia tauladan. Ia melihat bagaimana pleonoxia datang setapak demi setapak. Pangeran itu mencegahnya dengan drastis: ia meninggalkan keraton. Sebelum umurnya 30, ia mengajukan surat agar gelar Pangerannya dibatalkan. Salah satu bangsawan terkaya di Yogyakarta ini pun memberikan mobilnya kepada sopirnya, menyerahkan kuda-kudanya kepada pekatiknya. Lalu ia berangkat ke arah Banyumas. Ia memakai nama "Notodongso" dan praktis menghilang. Ketika Raja menyuruh orang mencari putranya yang ganjil ini, mereka menemukannya di Kota Kroya: sedang menggali sumur.
Apa yang dicarinya? "Suprana-supré né, aku kok durung tau kepethuk wong," konon begitulah yang dikatakannya. "Selama ini, aku belum pernah berjumpa manusia." Ia tahu, manusia lebur di antara milik dan mélik.
Syahdan, ia pun memilih hidup sebagai petani di Dusun Bringin. Orang melihatnya selalu hanya memakai kathok pendek hitam, tak bersandal. Di lehernya terkalung sehelai batik bermotif parang rusak barong yang konon melambangkan resistansi. Mungkin dengan itulah manusia muncul, kadang-kadang: dalam menampik tamak, ia mencintai hidup dengan cara sederhana, menghargai liyan dengan mulut membisu.
Syahdan, pada suatu hari ia hendak pergi naik bus. Menjelang masuk, seorang penumpang lain yang menyangka Suryomentaram seorang kuli menyerahkan sebuah koper agar diangkat. Dengan patuh Ki Ageng meletakkannya di dalam bus dan segera setelah itu, ia turun lagi. Ia membatalkan pergi. Ia tak ingin penumpang tadi jadi malu, telah salah menyuruhnya.
Begitu merendah seorang yang tak akan kelihatan dari lantai tinggi Sudirman Business District, seorang yang seakan-akan menunjukkan: "Lihat, tanganku di dekat akar rumput. Lebih banyak yang bisa kita sentuh. Lebih banyak ketimbang yang bisa kau rengkuh."
Apa gerangan yang akan dikatakan pangeran Jawa yang meninggalkan istana itu, Ki Ageng Suryomentaram, seandainya ia hidup pada hari ini? Seandainya ia berjalan di Sudirman Business District, Jakarta, antara Pacific Place yang memamerkan benda-benda mentereng dan ruang BEJ di mana harga saham rontok, para pemilik dana panik, dan di langit-langitnya bergaung rasa cemas?
Mungkin inilah yang akan kita dengar dari Ki Ageng:
"Yang menangis adalah yang berpunya. Yang berpunya adalah yang kehilangan. Yang kehilangan adalah mereka yang ingin."
Tapi mungkin tak seorang pun akan memahaminya.
Ia memang lain. Ia lahir pada 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta. Ia pangeran ke-55 di antara sederet putra Sultan Hamengku Buwono VII. Ibunya seorang garwa ampilan (istri selir). Pengeran kecil ini bersekolah di Srimenganti, yang dikelola istana. Pendidikan formalnya tipis, tapi ia berbahasa Belanda dengan baik, dan kemudian belajar bahasa Arab dan Inggris. Dan ia membaca.
Pada umur 18 ia jadi Pangeran, dengan gelar "Bendara Pangeran Harya Suryomentaram". Kita tak tahu bagaimana hidupnya pada masa itu, tapi ada sebuah kejadian yang membuat masa depannya berubah.
Dalam sebuah tulisan yang dimuat jurnal Archipel (nomor 16, tahun 1978), Marcel Boneff menceritakan kembali kejadian itu. Pada suatu hari, dalam perjalanan ke sebuah pesta perkawinan di Keraton Surakarta, dari jendela kereta api sang Pangeran melihat ke luar. Di bentangan sawah, sejumlah manusia berkeringat, bersusah payah,
mencari sesuap nasi. Sementara itu di gerbong itu ia duduk dengan megah dan nyaman: kenikmatan yang diperolehnya semata-mata karena ia dilahirkan di suatu tempat yang tak harus diraih. Bisakah ia berbahagia?
Sejak itu Suryomentaram mempertanyakan hal yang oleh orang lain didiamkan: arti benda bagi hidup, arti punya bagi manusia.
Dalam bahasa Jawa ada dua kata yang hampir mirip, milik dan mélik. Yang pertama berarti "punya" atau "harta". Yang kedua berarti "keinginan yang cemburu untuk mendapatkan sesuatu".
Kini milik begitu penting dan mélik dilembagakan sebagai perilaku yang wajar; keduanya dianggap bagus buat pertumbuhan ekonomi. Dan jika dari kesibukan dengan milik dan mélik itu lahir sifat tamak, Sudirman Business District adalah saksinya. Di sini bergema kata-kata Walter Williams, ekonom dari George Mason University, tentang the virtue of greed: "Sebutlah itu tamak, atau egoisme, atau kepentingan diri yang tak sempit, tapi akhirnya motivasi inilah yang membuat hal ihwal jadi".
Mungkinkah itu sebabnya "pasar"-yang digerakkan milik dan mélik-tak mudah ditertibkan oleh Negara? Bank sentral dan kementerian keuangan di seluruh dunia bergerak. Mereka hendak membendung arus jatuh pasar saham, yang makin mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Tapi sejauh ini sia-sia. Sejauh ini tampak bahwa Negara, yang bekerja untuk kepentingan umum, tak berdaya menghadapi pasar yang tamak yang tak mengacuhkan res publica.
Yang tak selamanya disadari adalah cepatnya gerak milik dan mélik pada zaman ini. Bersama cepatnya alir kekayaan dari tempat ke tempatnya, itulah globalisasi terjadilah akselerasi hasrat. Kepuasan akan satu benda dengan segera dihapus oleh hasrat baru. "Benda"-yang telah berubah jadi komoditas kini jadi lambang kebaruan. Maka ada orang yang punya 10 mobil Jaguar: ketika puas hilang, satu Jaguar lagi terbilang. Terus-menerus.
Menyimpan akhirnya jadi tak menarik. Masa depan, ditandai dengan yang "baru", jadi kian cepat tiba. Menabung kehilangan alasannya. Kapitalisme zaman ini makin mengukuhkan dalil Leon Levy ("investor genius dari Wall Street", kata majalah Forbes), bahwa "tiap satu persen tabungan naik di masyarakat, laba perusahaan akan turun 11 persen".
Ada yang patologis dalam gejala itu. Kita hidup dengan "pleonoxia", penyakit jiwa yang didera keinginan segera mendapatkan lagi, lagi, lebih, lebih.
Itu sebabnya saya teringat Ki Ageng Suryomentaram. Apa gerangan yang akan dikatakannya? Pada masa hidupnya, ia tauladan. Ia melihat bagaimana pleonoxia datang setapak demi setapak. Pangeran itu mencegahnya dengan drastis: ia meninggalkan keraton. Sebelum umurnya 30, ia mengajukan surat agar gelar Pangerannya dibatalkan. Salah satu bangsawan terkaya di Yogyakarta ini pun memberikan mobilnya kepada sopirnya, menyerahkan kuda-kudanya kepada pekatiknya. Lalu ia berangkat ke arah Banyumas. Ia memakai nama "Notodongso" dan praktis menghilang. Ketika Raja menyuruh orang mencari putranya yang ganjil ini, mereka menemukannya di Kota Kroya: sedang menggali sumur.
Apa yang dicarinya? "Suprana-supré né, aku kok durung tau kepethuk wong," konon begitulah yang dikatakannya. "Selama ini, aku belum pernah berjumpa manusia." Ia tahu, manusia lebur di antara milik dan mélik.
Syahdan, ia pun memilih hidup sebagai petani di Dusun Bringin. Orang melihatnya selalu hanya memakai kathok pendek hitam, tak bersandal. Di lehernya terkalung sehelai batik bermotif parang rusak barong yang konon melambangkan resistansi. Mungkin dengan itulah manusia muncul, kadang-kadang: dalam menampik tamak, ia mencintai hidup dengan cara sederhana, menghargai liyan dengan mulut membisu.
Syahdan, pada suatu hari ia hendak pergi naik bus. Menjelang masuk, seorang penumpang lain yang menyangka Suryomentaram seorang kuli menyerahkan sebuah koper agar diangkat. Dengan patuh Ki Ageng meletakkannya di dalam bus dan segera setelah itu, ia turun lagi. Ia membatalkan pergi. Ia tak ingin penumpang tadi jadi malu, telah salah menyuruhnya.
Begitu merendah seorang yang tak akan kelihatan dari lantai tinggi Sudirman Business District, seorang yang seakan-akan menunjukkan: "Lihat, tanganku di dekat akar rumput. Lebih banyak yang bisa kita sentuh. Lebih banyak ketimbang yang bisa kau rengkuh."
Monday, November 03, 2008
Yusa Design
Menerima jasa mendisain, menggambar dan atau membuat furniture sesuai selera Anda.
Jika Anda menghendaki kami untuk merancang atau menggambar saja, komunikasi dan presentasi (kalau jarak jauh) lewat email dan uang ditransfer ke rekening kami setelah gambar selesai, tentu dengan kesepakatan di awal.
Jika Anda menghendaki kami untuk membuatkan furniture, workshop kami ada di Jepara dan di Semarang. Silahkan klik link berikut untuk sebagian produk kami:
1. Brosur furniture jati lawas
2. Brosir garden furniture
CONTACK PERSON:
Yusa Nugroho
0856 4040 8310
0855 4000 6696
NO. REKENING:
BNI cabang Undip Semarang
A/n Yunus Cahyo Nugroho
0 1 5 4 3 8 3 9 1 7
Jika Anda menghendaki kami untuk merancang atau menggambar saja, komunikasi dan presentasi (kalau jarak jauh) lewat email dan uang ditransfer ke rekening kami setelah gambar selesai, tentu dengan kesepakatan di awal.
Jika Anda menghendaki kami untuk membuatkan furniture, workshop kami ada di Jepara dan di Semarang. Silahkan klik link berikut untuk sebagian produk kami:
1. Brosur furniture jati lawas
2. Brosir garden furniture
CONTACK PERSON:
Yusa Nugroho
0856 4040 8310
0855 4000 6696
NO. REKENING:
BNI cabang Undip Semarang
A/n Yunus Cahyo Nugroho
0 1 5 4 3 8 3 9 1 7
Bertambahnya Ilmu
Majlis Annur.
Jl. Petek No.55 - Semarang.
Minggu 1 November 2008 pagi lalu pembukaan majlis ilmu Annur. Seperti biasa, pagi itu majlis dihadiri oleh habib Ahmad bin Zain bin Ali Aljufri, habib Hasan bin Abdurrohman bin Zain bin Ali Aljufri dan habib Ghozi bin Ahmad Shihab. Untuk awal, dibacakan maulid.
Lalu habib Ghozi menyampaikan nasehat-nasehat beliau. Beliau berkata bahwa Ibnu Abbas menjelaskan ilmu itu yang menjaga kita, sedangkan harta itu kita yang menjaga. Ilmu itu jika diamalkan akan bertambah, tapi harta jika dikeluarkan tanpa ilmu akan berkurang.
Dengan ilmu kita jadi tahu bagaimana cara mendekatkan diri pada Allah Swt, kita jadi lebih tahu bahwa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw itu adalah bermanfaat bagi kita dan kita jadi lebih tahu apa-apa saja yang tidak bermanfaat bagi kita. Khamr dilarang karena mengakibatkan kita lupa pada Allah Swt dan merusak diri kita, mencuri dilarang karena mengambil barang yang bukan milik kita. Kita diperintahkan untuk bersyukur agar kita mengingat Allah Swt yang sudah menganugerahkan kita berbagai hal. Semua itu ada ilmunya, kalau kita mengamalkan ilmu kita maka kita akan terhindar dari keburukkan yang tidak bermanfaat bagi kita.
Ilmu yang kita amalkan akan membuahkan bertambahnya pemahaman kita, kita jadi makin tahu banyak hal dan kita jadi makin sabar, syukur, ikhlas dsb.
Jl. Petek No.55 - Semarang.
Minggu 1 November 2008 pagi lalu pembukaan majlis ilmu Annur. Seperti biasa, pagi itu majlis dihadiri oleh habib Ahmad bin Zain bin Ali Aljufri, habib Hasan bin Abdurrohman bin Zain bin Ali Aljufri dan habib Ghozi bin Ahmad Shihab. Untuk awal, dibacakan maulid.
Lalu habib Ghozi menyampaikan nasehat-nasehat beliau. Beliau berkata bahwa Ibnu Abbas menjelaskan ilmu itu yang menjaga kita, sedangkan harta itu kita yang menjaga. Ilmu itu jika diamalkan akan bertambah, tapi harta jika dikeluarkan tanpa ilmu akan berkurang.
Dengan ilmu kita jadi tahu bagaimana cara mendekatkan diri pada Allah Swt, kita jadi lebih tahu bahwa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw itu adalah bermanfaat bagi kita dan kita jadi lebih tahu apa-apa saja yang tidak bermanfaat bagi kita. Khamr dilarang karena mengakibatkan kita lupa pada Allah Swt dan merusak diri kita, mencuri dilarang karena mengambil barang yang bukan milik kita. Kita diperintahkan untuk bersyukur agar kita mengingat Allah Swt yang sudah menganugerahkan kita berbagai hal. Semua itu ada ilmunya, kalau kita mengamalkan ilmu kita maka kita akan terhindar dari keburukkan yang tidak bermanfaat bagi kita.
Ilmu yang kita amalkan akan membuahkan bertambahnya pemahaman kita, kita jadi makin tahu banyak hal dan kita jadi makin sabar, syukur, ikhlas dsb.
Antara Kebiasaan dan Ibadah
Majlis Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror.
Gemah - Semarang.
Jum'at 31 Oktober 2008 habis isya' lalu pembukaan majlis selapanan pembacaan Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror di rumah ustadz Muhammad Khumaidi, dihadiri oleh habaib dan ustadz serta masyarakat sekitar.
Seperti biasa, ceramah disampaikan oleh KH. Ahmad Baidlowi (pimpinan Ponpes Salafiyah Almunawir - Gemah) setelah maulid. Kali ini beliau menyampaikan tentang niat.
Niat itu, menurut beliau, adalah untuk membedakan antara kebiasaan dan ibadah. Semua kegiatan akan bernilai ibadah jika kita niatkan untuk mentaati Allah Swt lewat Nabi Muhammad Saw. Kalau tanpa niat untuk taat pada Allah Swt lewat Nabi Saw, maka semua kegiatan kita hanya merupakan kebiasaan semata.
Makan adalah kebiasaan kita, tapi kalau kita berniat taat pada Allah Swt dengan meniru cara makan Nabi Saw atau kita makan agar kita punya tenaga untuk ibadah-ibadah berikutnya maka makan kita bernilai ibadah.
Bekerja merupakan kebiasaan, tapi kalau kita berniat setelah mendapatkan uang maka uang itu akan kita gunakan untuk anak istri keluarga kita, shodaqoh, membantu orang lain, bekal ibadah-ibadah lainnya misal beli pakaian yang menutup aurot, biaya pergi haji, beli bensin agar kita bisa memakai kendaraan kita untuk bekerja atau hadir di majlis-majlis kebaikkan, beli sapu untuk membersihkan lantai agar bersih dari kotoran dan najis dsb, maka bekerja-nya kita bernilai ibadah.
Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan kita yang lainnya, asalkan diniati untuk mentaati Allah Swt lewat Nabi Saw lewat salafush soleh lewat guru-guru kita, maka kegiatan-kegiatan kita yang semula merupakan kebiasaan saja akan bertambah nilainya menjadi ibadah.
Adapun niat itu boleh dikeraskan lewat lesan, boleh dalam hati saja. Keduanya dilakukan sekaligus pun juga baik.
Gemah - Semarang.
Jum'at 31 Oktober 2008 habis isya' lalu pembukaan majlis selapanan pembacaan Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror di rumah ustadz Muhammad Khumaidi, dihadiri oleh habaib dan ustadz serta masyarakat sekitar.
Seperti biasa, ceramah disampaikan oleh KH. Ahmad Baidlowi (pimpinan Ponpes Salafiyah Almunawir - Gemah) setelah maulid. Kali ini beliau menyampaikan tentang niat.
Niat itu, menurut beliau, adalah untuk membedakan antara kebiasaan dan ibadah. Semua kegiatan akan bernilai ibadah jika kita niatkan untuk mentaati Allah Swt lewat Nabi Muhammad Saw. Kalau tanpa niat untuk taat pada Allah Swt lewat Nabi Saw, maka semua kegiatan kita hanya merupakan kebiasaan semata.
Makan adalah kebiasaan kita, tapi kalau kita berniat taat pada Allah Swt dengan meniru cara makan Nabi Saw atau kita makan agar kita punya tenaga untuk ibadah-ibadah berikutnya maka makan kita bernilai ibadah.
Bekerja merupakan kebiasaan, tapi kalau kita berniat setelah mendapatkan uang maka uang itu akan kita gunakan untuk anak istri keluarga kita, shodaqoh, membantu orang lain, bekal ibadah-ibadah lainnya misal beli pakaian yang menutup aurot, biaya pergi haji, beli bensin agar kita bisa memakai kendaraan kita untuk bekerja atau hadir di majlis-majlis kebaikkan, beli sapu untuk membersihkan lantai agar bersih dari kotoran dan najis dsb, maka bekerja-nya kita bernilai ibadah.
Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan kita yang lainnya, asalkan diniati untuk mentaati Allah Swt lewat Nabi Saw lewat salafush soleh lewat guru-guru kita, maka kegiatan-kegiatan kita yang semula merupakan kebiasaan saja akan bertambah nilainya menjadi ibadah.
Adapun niat itu boleh dikeraskan lewat lesan, boleh dalam hati saja. Keduanya dilakukan sekaligus pun juga baik.
Adap Majlis
Majlis Rotib Alhaddad Dan Maulid Simthud Durror.
Mushola Attaqwa.
Sendang Guwo Rt.01/VIII - Semarang.
"Sebagian orang kurang paham adab saat berada di dalam majlis, masih saja terlihat orang-orang yang kurang memperhatikan jalannya majlis dsb.", kata habib Alwi bin Abdullah Alhasni setelah selesai membacakan Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror.
Adab itu salah satu fungsinya untuk membuktikan bahwa kita jauh lebih baik daripada makhluq Allah Swt yang lain. Dengan adab kita menghormati mereka yang lebih tua, sesama, bahkan mereka yang lebih muda. Bukan menghormati karena harta bendanya tapi karena Allah Swt lewat Nabi Saw menyuruh kita untuk saling menhormati. Adapun orang yang dihormati karena ilmunya adalah lebih baik.
"Yang tadi kita baca adalah sejarah hidup dari makhluq yang termulia (Nabi Saw) dan wirid dari salaf sholeh (habib Abdullah bin Alwi Alhaddad), maka sudah seharusnya kita yang hadir memperhatikan agar kita lebih paham dan bisa mencontoh akhlaq beliau Saw dan habib Abdullah Alhaddad.", habib Alwi melanjutkan penjelasan beliau, "Kalau kita ingin mencintai Nabi Saw maka ikutilah beliau Saw."
Mencintai Nabi Saw itu menjadikan beliau Saw sebagai idola dalam hidup kita dalam segala hal, meniru beliau Saw dengan sepenuhnya tidak sepotong-potong. Beberapa orang merasa sudah meniru Nabi Saw tapi sebenarnya tidak begitu, lesannya mengatakan begitu tapi tingkah lakunya tidak.
Kalau kita percaya Nabi Saw mengajarkan sekaligus melakukan berbagai kebaikkan maka tidak ada salahnya kita tanya diri kita, yaitu apa yang sudah kita tiru dari Nabi Saw? Apakah cara tidur kita seperti yang Nabi Saw ajarkan? Atau cara kita makan, atau cara berpakaian kita, cara mandi kita, cara bicara kita, cara kita mengatasi masalah, cara dakwah kita, cara wirid kita, cara sholat kita, cara dagang kita ataukah cara minum kita? Bagian mana dari kegiatan kita yang seperti Nabi Muhammad Saw?
Memakai adab saat di dalam majlis karena kita berharap ridho Allah Swt lewat ilmu yang disampaikan pimpinan majlis.
"Manfaatkan waktu kita sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu sebelum Allah Swt mencabut ilmu dari kita. Bagaimana Allah Swt mencabut ilmu dari kita? Yaitu dengan meninggalnya orang-orang yang berilmu. Kalau ada ilmu mereka yang belum disampaikan pada kita maka lenyaplah ilmu tsb. Apalagi kalau kita sama sekali tidak tertarik pada ilmu, perlahan ilmu-ilmu yang bisa mendekatkan kita pada Allah Swt itu akan lenyap dan kita akan kehilangan mutiara-mutiara tsb."
Dengan ilmu kita bisa beribadah seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dan, perlu diingat bahwa barokah dari ilmu itu ada pada adab.
Mushola Attaqwa.
Sendang Guwo Rt.01/VIII - Semarang.
"Sebagian orang kurang paham adab saat berada di dalam majlis, masih saja terlihat orang-orang yang kurang memperhatikan jalannya majlis dsb.", kata habib Alwi bin Abdullah Alhasni setelah selesai membacakan Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror.
Adab itu salah satu fungsinya untuk membuktikan bahwa kita jauh lebih baik daripada makhluq Allah Swt yang lain. Dengan adab kita menghormati mereka yang lebih tua, sesama, bahkan mereka yang lebih muda. Bukan menghormati karena harta bendanya tapi karena Allah Swt lewat Nabi Saw menyuruh kita untuk saling menhormati. Adapun orang yang dihormati karena ilmunya adalah lebih baik.
"Yang tadi kita baca adalah sejarah hidup dari makhluq yang termulia (Nabi Saw) dan wirid dari salaf sholeh (habib Abdullah bin Alwi Alhaddad), maka sudah seharusnya kita yang hadir memperhatikan agar kita lebih paham dan bisa mencontoh akhlaq beliau Saw dan habib Abdullah Alhaddad.", habib Alwi melanjutkan penjelasan beliau, "Kalau kita ingin mencintai Nabi Saw maka ikutilah beliau Saw."
Mencintai Nabi Saw itu menjadikan beliau Saw sebagai idola dalam hidup kita dalam segala hal, meniru beliau Saw dengan sepenuhnya tidak sepotong-potong. Beberapa orang merasa sudah meniru Nabi Saw tapi sebenarnya tidak begitu, lesannya mengatakan begitu tapi tingkah lakunya tidak.
Kalau kita percaya Nabi Saw mengajarkan sekaligus melakukan berbagai kebaikkan maka tidak ada salahnya kita tanya diri kita, yaitu apa yang sudah kita tiru dari Nabi Saw? Apakah cara tidur kita seperti yang Nabi Saw ajarkan? Atau cara kita makan, atau cara berpakaian kita, cara mandi kita, cara bicara kita, cara kita mengatasi masalah, cara dakwah kita, cara wirid kita, cara sholat kita, cara dagang kita ataukah cara minum kita? Bagian mana dari kegiatan kita yang seperti Nabi Muhammad Saw?
Memakai adab saat di dalam majlis karena kita berharap ridho Allah Swt lewat ilmu yang disampaikan pimpinan majlis.
"Manfaatkan waktu kita sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu sebelum Allah Swt mencabut ilmu dari kita. Bagaimana Allah Swt mencabut ilmu dari kita? Yaitu dengan meninggalnya orang-orang yang berilmu. Kalau ada ilmu mereka yang belum disampaikan pada kita maka lenyaplah ilmu tsb. Apalagi kalau kita sama sekali tidak tertarik pada ilmu, perlahan ilmu-ilmu yang bisa mendekatkan kita pada Allah Swt itu akan lenyap dan kita akan kehilangan mutiara-mutiara tsb."
Dengan ilmu kita bisa beribadah seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dan, perlu diingat bahwa barokah dari ilmu itu ada pada adab.