Oleh : Habib Shodiq bin Abubakar Baharun
Alhamdulillah dengan wahilah (perantara) Nabi Muhammad Saw do'a kita didengar oleh Allah Swt. Salah satu tanda do'a kita didengar oleh Allah Swt adalah kita menerima amanat yang lebih banyak atau pekerjaan yang lebih besar daripada yang kemarin kita lakukan.
Jika ajakan-ajakan kita, dakwah-dakwah kita, acara-acara kita sudah diterima oleh masyarakat luas maka ini berarti Allah Swt mempercayai kita untuk mengajak mereka lebih mencintai Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw. Amanat ini harus dipegang teguh, tidak boleh kita lepaskan, maka dengan begini Allah Swt bermaksud mengabulkan do'a kita selama ini. Jika ini bisa kita lewati maka maqom kita akan meningkat.
Amanat ini bisa membawa kita lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kedekatan kita kepada Allah Swt ini akan diuji dengan maksud untuk menghilangkan kesombongan kita, keangkuhan kita sehingga akhirnya kita menjadi semakin bersih. Ujian ini bukanlah bala' tapi justru akan menaikkan maqom kita meskipun dengan susah payah kita melewatinya, kita akan mendapatkan akhir yang menyenangkan.
Untuk dapat melewati berbagai macam ujian ini kita haruslah memiliki kesabaran agar kita dapat meningkatkan akhlaq kita, iman kita, ukhuwah kita dengan masyarakat yang lebih luas sebab tanpa itu dakwah tidak akan bisa berjalan. Dakwah tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, dakwah bisa berjalan kalau ukhuwah diantara kita terjalin kuat dan saling membantu serta saling peduli satu dengan lainnya.
Hilangkan rasa saling menjatuhkan agar kita mendapat ridho Allah Swt, sebagaimana diketahui bahwa ridho adalah maqom tertinggi. Dengan ridho Allah Swt maka kita tidak akan merasa berat dalam melakukan berbagai macam kegiatan kita, ibadah kita, semua akan terasa nyaman dan kita merasa nikmat.
Thursday, March 19, 2009
Monday, March 16, 2009
Haul Alhabib Salim bin Jindan
Oleh : Alhabib Salim bin Jindan
HADIRILAH DAN SYI'ARKANLAH
HADIRILAH DAN SYI'ARKANLAH
Maulid Sayyidina Maulana Muhammad Saw dan Haul Alhabib Salim bin Ahmad bin Jindan ke-41 yang insya Allah akan dilaksanakan pad :
Tanggal : 30 MARET 2009
Pukul : 15.30 WIB
Tempat :
Majlis Ta'lim Habib Salim bin Ahmad bin Jindan
Jl. Otista Raya 117 Rt. 013 / 08 Bidaracina
Jatinegara, Jakarta Timur
Hub :
08119913000
021-70004685
021-92132522
Turut mengundang :
Alhabib Jindan bin Naufal bin Salim bin Jindan
Alhabib Ahmad bin Naufal bin Salim bin Jindan
Friday, March 13, 2009
Kemuliaan Sholawat
Oleh : Alhabib Hasan bin Abdurrahman bin Zain Aljufri
(Disampaikan dalam majlis pembacaan kitab maulid Simthud Durrar di Sendang Indah - Semarang tanggal 11 Maret 2009)
Mari kita bersyukur kepada Allah Swt karena sudah dikumpulkan oleh Allah Swt di sini. Di tempat ini kita mengingat Allah Swt, mengingat Nabi Muhammad Saw dan mengingat orang-orang yang mencintai Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw. Semoga di akhirat nanti kita juga dikumpulkan bersama-sama Rasulullah Muhammad Saw. Amin.
Kita bermodalkan mencintai Rasulullah Muhammad Saw. Dikisahkan ketika pada suatu hari rombongan Rasulullah Muhammad Saw sedang berjalan menuju ke suatu tempat dihentikan oleh seseorang sahabat dan beliau bertanya kapan hari kiamat akan tiba. Rasulullah Muhammad Saw balik bertanya kepadanya apakah yang sudah dia siapkan sehingga dia tanya kapan hari kiamat akan tiba? Sahabat tersebut menjawab dia tidak mempersiapkan apa-apa karena dia sadar bahwa ibadahnya hanya sedikit, dia hanya yakin bahwa dia mencintai Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw. Rasulullah Muhammad Saw menjawab bahwa sahabat itu akan bersama yang dicintainya nanti di hari kiamat.
Sahabat-sahabat yang lain yang bersama Rasulullah Muhammad Saw bahagia sekali mendengar kabar tersebut seakan-akan tidak ada kabar bahagia selain ini, sebab mereka tahu bahwa ibadah mereka tidak mungkin sekhusyuk Rasulullah Muhammad Saw, tidak mungkin seikhlas Rasulullah Muhammad Saw, tidak mungkin sesempurna Rasulullah Muhammad Saw...mereka hanya mencintai Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw. Mereka bahagia bahwa dikatakan mereka akan bersama yang mereka cintai.
Dikatakan bahwa barang siapa mendatangi suatu tempat dimana tempat itu dibacakan maulid (sejarah Rasulullah Muhammad Saw), maka dia sebenarnya sedang mendatangi ridho Allah Swt. Kenapa? Karena kita datang dengan berniatkan mencintai Rasulullah Muhammad Saw yang mana niat ini akan membawa kita melakukan hal-hal yang cintai oleh Rasulullah Muhammad Saw. Bukankah orang yang mencintai sesuatu akan melakukan hal-hal yang disukai oleh yang kita cintai?
Barang siapa dengan tulus mencintai Rasulullah Muhammad Saw maka Rasulullah Muhammad Saw akan mencintainya. Salah satu bukti kecintaan kita kepada Rasulullah Muhammad Saw adalah dengan bersholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw.
Nabi Adam As dahulu kesepian ketika berada di surga, oleh Allah Swt diciptakanlah ibu Hawa. Sudah sifat kita tertarik kepada sesuatu yang indah-indah, begitu juga Nabi Adam As yang tertarik kepada ibu Hawa. Ketika Nabi Adam As bertanya kepada Allah Swt bahwa Nabi Adam As menginginkan ibu Hawa, maka Allah Swt melarang Nabi Adam As mendekati ibu Hawa sebelum memberikan mahar. Lihatlah di surga yang semua keinginan kita tinggal meminta pada Allah Swt langsung dikabulkan saja Nabi Adam As masih disuruh memberikan mahar untuk ibu Hawa! Nabi Adam As bertanya apa maharnya ya Allah? Dijawab oleh Allah Swt bahwa mahar yang harus diberikan adalah sholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw. Kemudian Allah Swt menjelaskan kepada Nabi Adam As siapa Rasulullah Muhammad Saw yang di akhirat dikenal dengan nama Ahmad sebenarnya.
Lihat ini bukti bahwa betapa mulianya sholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw itu! Sholawat bermanfaat untuk banyak hal dunia dan akhirat. Alhabib Ali bin Muhammad bin Husein Alhabsyi (penulis kitab Simthud Durrar) berkata bahwa ketika beliau sumpek maka beliau membaca sholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw.
(Disampaikan dalam majlis pembacaan kitab maulid Simthud Durrar di Sendang Indah - Semarang tanggal 11 Maret 2009)
Mari kita bersyukur kepada Allah Swt karena sudah dikumpulkan oleh Allah Swt di sini. Di tempat ini kita mengingat Allah Swt, mengingat Nabi Muhammad Saw dan mengingat orang-orang yang mencintai Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw. Semoga di akhirat nanti kita juga dikumpulkan bersama-sama Rasulullah Muhammad Saw. Amin.
Kita bermodalkan mencintai Rasulullah Muhammad Saw. Dikisahkan ketika pada suatu hari rombongan Rasulullah Muhammad Saw sedang berjalan menuju ke suatu tempat dihentikan oleh seseorang sahabat dan beliau bertanya kapan hari kiamat akan tiba. Rasulullah Muhammad Saw balik bertanya kepadanya apakah yang sudah dia siapkan sehingga dia tanya kapan hari kiamat akan tiba? Sahabat tersebut menjawab dia tidak mempersiapkan apa-apa karena dia sadar bahwa ibadahnya hanya sedikit, dia hanya yakin bahwa dia mencintai Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw. Rasulullah Muhammad Saw menjawab bahwa sahabat itu akan bersama yang dicintainya nanti di hari kiamat.
Sahabat-sahabat yang lain yang bersama Rasulullah Muhammad Saw bahagia sekali mendengar kabar tersebut seakan-akan tidak ada kabar bahagia selain ini, sebab mereka tahu bahwa ibadah mereka tidak mungkin sekhusyuk Rasulullah Muhammad Saw, tidak mungkin seikhlas Rasulullah Muhammad Saw, tidak mungkin sesempurna Rasulullah Muhammad Saw...mereka hanya mencintai Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw. Mereka bahagia bahwa dikatakan mereka akan bersama yang mereka cintai.
Dikatakan bahwa barang siapa mendatangi suatu tempat dimana tempat itu dibacakan maulid (sejarah Rasulullah Muhammad Saw), maka dia sebenarnya sedang mendatangi ridho Allah Swt. Kenapa? Karena kita datang dengan berniatkan mencintai Rasulullah Muhammad Saw yang mana niat ini akan membawa kita melakukan hal-hal yang cintai oleh Rasulullah Muhammad Saw. Bukankah orang yang mencintai sesuatu akan melakukan hal-hal yang disukai oleh yang kita cintai?
Barang siapa dengan tulus mencintai Rasulullah Muhammad Saw maka Rasulullah Muhammad Saw akan mencintainya. Salah satu bukti kecintaan kita kepada Rasulullah Muhammad Saw adalah dengan bersholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw.
Nabi Adam As dahulu kesepian ketika berada di surga, oleh Allah Swt diciptakanlah ibu Hawa. Sudah sifat kita tertarik kepada sesuatu yang indah-indah, begitu juga Nabi Adam As yang tertarik kepada ibu Hawa. Ketika Nabi Adam As bertanya kepada Allah Swt bahwa Nabi Adam As menginginkan ibu Hawa, maka Allah Swt melarang Nabi Adam As mendekati ibu Hawa sebelum memberikan mahar. Lihatlah di surga yang semua keinginan kita tinggal meminta pada Allah Swt langsung dikabulkan saja Nabi Adam As masih disuruh memberikan mahar untuk ibu Hawa! Nabi Adam As bertanya apa maharnya ya Allah? Dijawab oleh Allah Swt bahwa mahar yang harus diberikan adalah sholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw. Kemudian Allah Swt menjelaskan kepada Nabi Adam As siapa Rasulullah Muhammad Saw yang di akhirat dikenal dengan nama Ahmad sebenarnya.
Lihat ini bukti bahwa betapa mulianya sholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw itu! Sholawat bermanfaat untuk banyak hal dunia dan akhirat. Alhabib Ali bin Muhammad bin Husein Alhabsyi (penulis kitab Simthud Durrar) berkata bahwa ketika beliau sumpek maka beliau membaca sholawat kepada Rasulullah Muhammad Saw.
Teladan yang Baik
Oleh : Ustadz Muhtarom
Alhamdulillah hidayah Allah Swt masih dikaruniakan kepada kita hingga hari ini, semoga kita bertambah taqwa kita kepada Allah Swt, amin.
Bulan ini adalah bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Di bulan Robi'ul awwal ini kita mengingat lahirnya Nabi Muhammad Saw, seorang Nabi yang mulia pemimpin seluruh Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah Swt, seorang teladan bagi kita semua. Kita mengingat kelahiran Nabi Muhammad Saw berarti kita mengingat akhlaq Nabi Muhammad Saw untuk kemudian kita jadikan teladan.
Di bulan ini banyak orang menyambut atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan berbagai macam kegiatan, diantaranya adalah pembacaan kitab-kitab sejarah hidup (maulid) Nabi Muhammad Saw. Kebiasaan ini diawali jaman dahulu disaat orang Islam diperangi oleh musuh Islam. Untuk membangkitkan semangat pasukan Islam, mereka dikumpulkan dan dibacakan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. Alhamdulillah cara ini berhasil, semangat mereka berkobar kembali sehingga bertambah siap menghadapi musuh di medan perang.
Di dalam Alqur'an surat Al Ahzab ayat 21 Allah Swt berfirman bahwa :
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Nabi Muhammad Saw adalah teladan yang sempuran bagi kita, bahkan seorang non Islam pun mengakuinya. Dia berkata bahwa jika dunia dipimpin oleh seorang yang seperti Nabi Muhammad Saw maka dunia akan sejahtera. Demikian pandangan orang non Islam. Hal-hal yang mendukung suksesnya Nabi Muhammad Saw antara lain adalah sebagai berikut :
1. Islam itu universal.
2. Pribadi Nabi Muhammad Saw yang istimewa yang akhlaq Nabi Muhammad Saw itu Alqur'an. Nabi Muhammad Saw memegang teguh amanah yang disampaikan kepada beliau Saw. Barang siapa tidak memegang amanah dengan teguh maka dia akan hancur.
3. Nabi Muhammad Saw seorang yang adil dan ikhsan.
Ada kisah di jaman Nabi Muhammad Saw, seorang dari bani Makdum dihadapakan kepada Nabi Muhammad Saw karena diketahui mencuri sesuatu barang. Salah seorang keluarganya ada yang termasuk sahabat Nabi Muhammad Saw datang kepada Nabi Muhammad Saw bermaksud meminta keringan untuk keluarganya itu. Permintaannya ditolak oleh Nabi Muhammad Saw, beliau Saw bersabda bahwa seandainya puteri Nabi Muhammad Saw yang mencuri maka akan tetap dihukum oleh Nabi Muhammad Saw sesuai hukum Islam.
Alhamdulillah hidayah Allah Swt masih dikaruniakan kepada kita hingga hari ini, semoga kita bertambah taqwa kita kepada Allah Swt, amin.
Bulan ini adalah bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Di bulan Robi'ul awwal ini kita mengingat lahirnya Nabi Muhammad Saw, seorang Nabi yang mulia pemimpin seluruh Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah Swt, seorang teladan bagi kita semua. Kita mengingat kelahiran Nabi Muhammad Saw berarti kita mengingat akhlaq Nabi Muhammad Saw untuk kemudian kita jadikan teladan.
Di bulan ini banyak orang menyambut atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan berbagai macam kegiatan, diantaranya adalah pembacaan kitab-kitab sejarah hidup (maulid) Nabi Muhammad Saw. Kebiasaan ini diawali jaman dahulu disaat orang Islam diperangi oleh musuh Islam. Untuk membangkitkan semangat pasukan Islam, mereka dikumpulkan dan dibacakan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. Alhamdulillah cara ini berhasil, semangat mereka berkobar kembali sehingga bertambah siap menghadapi musuh di medan perang.
Di dalam Alqur'an surat Al Ahzab ayat 21 Allah Swt berfirman bahwa :
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Nabi Muhammad Saw adalah teladan yang sempuran bagi kita, bahkan seorang non Islam pun mengakuinya. Dia berkata bahwa jika dunia dipimpin oleh seorang yang seperti Nabi Muhammad Saw maka dunia akan sejahtera. Demikian pandangan orang non Islam. Hal-hal yang mendukung suksesnya Nabi Muhammad Saw antara lain adalah sebagai berikut :
1. Islam itu universal.
2. Pribadi Nabi Muhammad Saw yang istimewa yang akhlaq Nabi Muhammad Saw itu Alqur'an. Nabi Muhammad Saw memegang teguh amanah yang disampaikan kepada beliau Saw. Barang siapa tidak memegang amanah dengan teguh maka dia akan hancur.
3. Nabi Muhammad Saw seorang yang adil dan ikhsan.
Ada kisah di jaman Nabi Muhammad Saw, seorang dari bani Makdum dihadapakan kepada Nabi Muhammad Saw karena diketahui mencuri sesuatu barang. Salah seorang keluarganya ada yang termasuk sahabat Nabi Muhammad Saw datang kepada Nabi Muhammad Saw bermaksud meminta keringan untuk keluarganya itu. Permintaannya ditolak oleh Nabi Muhammad Saw, beliau Saw bersabda bahwa seandainya puteri Nabi Muhammad Saw yang mencuri maka akan tetap dihukum oleh Nabi Muhammad Saw sesuai hukum Islam.
Thursday, March 12, 2009
Indahnya Umat Nabi Saw
Oleh : Alhabib Hasan bin Abdurrahman bin Zain Aljufri
(Disampaikan dalam majlis peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw di masjid Baiturrahim di Kebon Harjo - Semarang tanggal 11 Maret 2009)
Syukur alhamdulillah kita malam ini berada di tempat untuk mengingat Allah Swt yaitu masjid, masjid yang bernama Baiturrahim ini. Di tempat seperti ini turun rahmat Allah Swt 24 jam karena di masjid digunakan untuk mengingat Allah Swt sebagaimana dikatakan bahwa barang siapa datang ke rumah-Nya maka dia menjadi tamu-Nya. Maksud datang di sini tentu tidak sekedar datang saja tanpa berbuat apapun, tapi datang ke masjid dengan niat yang benar, memakai pakaian yang sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah Muhammad Saw, semaksimal mungkin meniru akhlaq Rasulullah Muhammad Saw dan ketika sampai di masjid melakukan kegiatan yang baik seperti sholat, tadarus, belajar mengajar, berdzikir, dsb dalam rangka mengingat Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw.
Kita butuh apapun kepada Allah Swt (kapan pun itu) maka kita bisa ketemu dengan Allah Swt 24 jam di masjid seperti ini, tidak seperti makhluq yang tidak selalu ada disaat kita membutuhkannya. Allah Swt selalu bisa kita temui kapan pun kita butuh. Rasulullah Muhammad Saw bersabda bahwa orang yang berjalan bolak-balik ke masjid dan rumahnya untuk ibadah maka dia termasuk orang dicintai Allah Swt.
Kita berkumpul untuk mengingat kelahiran Nabi Muhammad Saw yang bahkan binatang sekalipun menyambut bahagia lahirnya Nabi Muhammad Saw ini. Demikian juga dengan malaikat yang menyambut bahagia dan bersuka cita hingga ramailah langit karena kelahiran Nabi Muhammad Saw. Lihat, malaikat yang tidak mempunyai hawa nafsu (Kita mempunyai hawa nafsu, yang tidak mempunyai hawa nafsu maka dia tidak mau hidup. Hanya saja hawa nafsu ini sering kali mengajak kita berbuat buruk. Jika kita mampu untuk mengajak hawa nafsu kita untuk berbuat baik, untuk ibadah kepada Allah Swt maka hawa nafsu kita menjadi nafsu muthmainah) saja disaat kelahiran Nabi Muhammad Saw bisa merasakan kegembiraan seperti itu, mereka berbaris dari langit hingga ke rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad Saw. Malaikat bertasbih dan bertahlil menyambut kelahiran Nabi yang mulia ini bahkan Arsy pun bergetar karena peristiwa ini!
Tidak seperti bayi-bayi yang lain, bayi Nabi Muhammad Saw begitu lahir langsung bersujud syukur kepada Allah Swt. Alhamdulillah tanpa kita mohon kita dijadikan sebagai umat Nabi Muhammad Saw.
Dikatakan oleh Imam Bushiri (penulis kitab Burdah) bahwa kita adalah kuat seperti kuatnya tiang yang tidak tergoyahkan oleh apapun juga jika kita berpegang teguh kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi adalah orang yang terpilih (sudah dikabarkan di dalam kitab-kitab sebelumnya) dan tidak asal pilih. Di dalam kitab Taurat misalnya, di sana dijelaskan bahwa ada umat yang bekas wudlu-nya bercahaya yang cahayanya terang benderang melebihi cahaya yang lain. Nabi Musa As bermohon kepada Allah Swt agar umat itu adalah umat Nabi Musa As. Allah Swt menjawab itu adalah umat Nabi Muhammad Saw, bukan umat Nabi Musa As. Dijelaskan pula bahwa umat itu masuk ke surga lebih dahulu daripada umat sebelumnya. Ketika Nabi Musa As bermohon agar itu umat Nabi Musa As, maka dijawab oleh Allah Swt itu adalah umat Nabi Muhammad Saw. Meski umat Nabi Muhammad Saw berusia pendek jika dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu, tapi lebih dimuliakan daripada umat-umat sebelumnya.
Betapa mulianya menjadi umat Nabi Muhammad Saw, oleh karena itu tidak beres iman seseorang jika dia tidak bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
(Disampaikan dalam majlis peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw di masjid Baiturrahim di Kebon Harjo - Semarang tanggal 11 Maret 2009)
Syukur alhamdulillah kita malam ini berada di tempat untuk mengingat Allah Swt yaitu masjid, masjid yang bernama Baiturrahim ini. Di tempat seperti ini turun rahmat Allah Swt 24 jam karena di masjid digunakan untuk mengingat Allah Swt sebagaimana dikatakan bahwa barang siapa datang ke rumah-Nya maka dia menjadi tamu-Nya. Maksud datang di sini tentu tidak sekedar datang saja tanpa berbuat apapun, tapi datang ke masjid dengan niat yang benar, memakai pakaian yang sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah Muhammad Saw, semaksimal mungkin meniru akhlaq Rasulullah Muhammad Saw dan ketika sampai di masjid melakukan kegiatan yang baik seperti sholat, tadarus, belajar mengajar, berdzikir, dsb dalam rangka mengingat Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw.
Kita butuh apapun kepada Allah Swt (kapan pun itu) maka kita bisa ketemu dengan Allah Swt 24 jam di masjid seperti ini, tidak seperti makhluq yang tidak selalu ada disaat kita membutuhkannya. Allah Swt selalu bisa kita temui kapan pun kita butuh. Rasulullah Muhammad Saw bersabda bahwa orang yang berjalan bolak-balik ke masjid dan rumahnya untuk ibadah maka dia termasuk orang dicintai Allah Swt.
Kita berkumpul untuk mengingat kelahiran Nabi Muhammad Saw yang bahkan binatang sekalipun menyambut bahagia lahirnya Nabi Muhammad Saw ini. Demikian juga dengan malaikat yang menyambut bahagia dan bersuka cita hingga ramailah langit karena kelahiran Nabi Muhammad Saw. Lihat, malaikat yang tidak mempunyai hawa nafsu (Kita mempunyai hawa nafsu, yang tidak mempunyai hawa nafsu maka dia tidak mau hidup. Hanya saja hawa nafsu ini sering kali mengajak kita berbuat buruk. Jika kita mampu untuk mengajak hawa nafsu kita untuk berbuat baik, untuk ibadah kepada Allah Swt maka hawa nafsu kita menjadi nafsu muthmainah) saja disaat kelahiran Nabi Muhammad Saw bisa merasakan kegembiraan seperti itu, mereka berbaris dari langit hingga ke rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad Saw. Malaikat bertasbih dan bertahlil menyambut kelahiran Nabi yang mulia ini bahkan Arsy pun bergetar karena peristiwa ini!
Tidak seperti bayi-bayi yang lain, bayi Nabi Muhammad Saw begitu lahir langsung bersujud syukur kepada Allah Swt. Alhamdulillah tanpa kita mohon kita dijadikan sebagai umat Nabi Muhammad Saw.
Dikatakan oleh Imam Bushiri (penulis kitab Burdah) bahwa kita adalah kuat seperti kuatnya tiang yang tidak tergoyahkan oleh apapun juga jika kita berpegang teguh kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi adalah orang yang terpilih (sudah dikabarkan di dalam kitab-kitab sebelumnya) dan tidak asal pilih. Di dalam kitab Taurat misalnya, di sana dijelaskan bahwa ada umat yang bekas wudlu-nya bercahaya yang cahayanya terang benderang melebihi cahaya yang lain. Nabi Musa As bermohon kepada Allah Swt agar umat itu adalah umat Nabi Musa As. Allah Swt menjawab itu adalah umat Nabi Muhammad Saw, bukan umat Nabi Musa As. Dijelaskan pula bahwa umat itu masuk ke surga lebih dahulu daripada umat sebelumnya. Ketika Nabi Musa As bermohon agar itu umat Nabi Musa As, maka dijawab oleh Allah Swt itu adalah umat Nabi Muhammad Saw. Meski umat Nabi Muhammad Saw berusia pendek jika dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu, tapi lebih dimuliakan daripada umat-umat sebelumnya.
Betapa mulianya menjadi umat Nabi Muhammad Saw, oleh karena itu tidak beres iman seseorang jika dia tidak bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Ikuti Nabi Saw
Oleh : Alhabib Ghozi bin Ahmad bin Mushthofa Shihab
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
(Al ahzab : 21)
Ayat di atas adalah alasan kenapa kita rela meninggalkan segala kegiatan kita untuk sekarang berada di tempat ini. Sangat besar rahmat Allah Swt jika dibandingkan dengan apa yang kita lakukan. Jika sholawat kita, ibadah kita, niat kita, amal kita dsb diterima oleh Allah Swt, maka ini jauh lebih berharga daripada apapun juga.
Dikisahkan ada seseorang yang membiasakan diri membaca sholawat. Ketika ditanya kenapa dia membiasakan membaca sholawat sebegitu sering, orang tersebut menjelaskan bahwa ini karena dulu sewaktu ayahnya meninggal dunia dilihatnya tampak kusam wajah ayahnya. Dia sedih! Di dalam tidurnya dia didatangi seseorang yang sangat berwibawa dan sangat indah (ketika ditanya siapa dia, orang itu menjawab dia adalah Nabi Muhammad Saw) menyuruhnya untuk membuka kain penutup jenazah ayahnya. Ketika kain sudah dibuka, dia mendapati wajah ayahnya berubah dari kusam menjadi putih bersinar. Dia lalu bertanya kenapa? Orang yang dilihat dalam mimpinya (Nabi Muhammad Saw) menjelaskan bahwa itu karena ayahnya semasa hidup sering membaca sholawat pada Nabi Muhammad, ini adalah balasan atas sholawat yang dilakukannya. Ketika orang ini bangun, dibukanya kain penutup jenazah ayahnya dan benar wajah ayahnya berubah menjadi putih bersinar seperti yang dilihatnya di dalam mimpi. Sejak saat itu dia selalu membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Dikisahkan juga di sebuah wilayah ada keluarga yang faqir yang pada suatu mereka tidak bisa membeli sesuatu barang yang sangat mereka butuhkan. Mereka bermunajat kepada Allah Swt, di dalam tidurnya seseorang dari mereka bermimpi ditemui oleh Nabi Muhammad Saw dan dikatakan padanya bahwa agar dia pergi ke seorang pejabat karena apa yang dibutuhkannya harus lewat pejabat tersebut. Nabi Muhammad Saw berpesan kalau pejabat itu bertanya bagaimana bisa tahu, maka katakan bahwa yang menyuruh adalah Nabi Muhammad Saw dan katakan padanya bahwa sholawatnya diterima oleh Nabi Muhammad Saw. Setelah bangun, orang itu pergi ke ulama' setempat dan menceritakan mimpinya. Kemudian mereka berdua pergi menghadap pejabat yang yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Saw dan menceritakan maksud kedatangan mereka. Hati pejabat itu bahagia sekali mendengar sholawatnya diterima Nabi Muhammad Saw, dia menghadiahi si faqir dengan hadiah yang sangat banyak seraya berkata bahwa apa yang hadiahkan ini tidak sebanding dengan kebahagiaannya.
Kedua kisah itu menceritakan tentang betapa pentingnya bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Apa yang kita inginkan? Apapun itu akan dikabulkan lewat Nabi Muhammad Saw. Apa yang kita lakukan tidak sebanding dengan apa yang diberikan Nabi Muhammad Saw kepada kita.
Nabi Muhammad Saw adalah mulia dan teladan bagi kita, lalu kenapa banyak diantara kita mengikuti orang yang mengaku-aku dirinya nabi (padahal untuk disebut nabi harus dijelaskan di dalam kitab sebelumnya tentang ciri-ciri atau pun sifat-sifatnya)? Jawabannya adalah karena banyak diantara kita tidak mengenal Nabi Muhammad Saw. Kita tidak akan sampai kepada Allah Swt kecuali lewat Nabi Muhammad Saw.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir'.
(Ali Imran : 31 - 32).
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
(Al ahzab : 21)
Ayat di atas adalah alasan kenapa kita rela meninggalkan segala kegiatan kita untuk sekarang berada di tempat ini. Sangat besar rahmat Allah Swt jika dibandingkan dengan apa yang kita lakukan. Jika sholawat kita, ibadah kita, niat kita, amal kita dsb diterima oleh Allah Swt, maka ini jauh lebih berharga daripada apapun juga.
Dikisahkan ada seseorang yang membiasakan diri membaca sholawat. Ketika ditanya kenapa dia membiasakan membaca sholawat sebegitu sering, orang tersebut menjelaskan bahwa ini karena dulu sewaktu ayahnya meninggal dunia dilihatnya tampak kusam wajah ayahnya. Dia sedih! Di dalam tidurnya dia didatangi seseorang yang sangat berwibawa dan sangat indah (ketika ditanya siapa dia, orang itu menjawab dia adalah Nabi Muhammad Saw) menyuruhnya untuk membuka kain penutup jenazah ayahnya. Ketika kain sudah dibuka, dia mendapati wajah ayahnya berubah dari kusam menjadi putih bersinar. Dia lalu bertanya kenapa? Orang yang dilihat dalam mimpinya (Nabi Muhammad Saw) menjelaskan bahwa itu karena ayahnya semasa hidup sering membaca sholawat pada Nabi Muhammad, ini adalah balasan atas sholawat yang dilakukannya. Ketika orang ini bangun, dibukanya kain penutup jenazah ayahnya dan benar wajah ayahnya berubah menjadi putih bersinar seperti yang dilihatnya di dalam mimpi. Sejak saat itu dia selalu membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Dikisahkan juga di sebuah wilayah ada keluarga yang faqir yang pada suatu mereka tidak bisa membeli sesuatu barang yang sangat mereka butuhkan. Mereka bermunajat kepada Allah Swt, di dalam tidurnya seseorang dari mereka bermimpi ditemui oleh Nabi Muhammad Saw dan dikatakan padanya bahwa agar dia pergi ke seorang pejabat karena apa yang dibutuhkannya harus lewat pejabat tersebut. Nabi Muhammad Saw berpesan kalau pejabat itu bertanya bagaimana bisa tahu, maka katakan bahwa yang menyuruh adalah Nabi Muhammad Saw dan katakan padanya bahwa sholawatnya diterima oleh Nabi Muhammad Saw. Setelah bangun, orang itu pergi ke ulama' setempat dan menceritakan mimpinya. Kemudian mereka berdua pergi menghadap pejabat yang yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Saw dan menceritakan maksud kedatangan mereka. Hati pejabat itu bahagia sekali mendengar sholawatnya diterima Nabi Muhammad Saw, dia menghadiahi si faqir dengan hadiah yang sangat banyak seraya berkata bahwa apa yang hadiahkan ini tidak sebanding dengan kebahagiaannya.
Kedua kisah itu menceritakan tentang betapa pentingnya bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Apa yang kita inginkan? Apapun itu akan dikabulkan lewat Nabi Muhammad Saw. Apa yang kita lakukan tidak sebanding dengan apa yang diberikan Nabi Muhammad Saw kepada kita.
Nabi Muhammad Saw adalah mulia dan teladan bagi kita, lalu kenapa banyak diantara kita mengikuti orang yang mengaku-aku dirinya nabi (padahal untuk disebut nabi harus dijelaskan di dalam kitab sebelumnya tentang ciri-ciri atau pun sifat-sifatnya)? Jawabannya adalah karena banyak diantara kita tidak mengenal Nabi Muhammad Saw. Kita tidak akan sampai kepada Allah Swt kecuali lewat Nabi Muhammad Saw.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir'.
(Ali Imran : 31 - 32).
Tuesday, March 10, 2009
Ikuti Jalan Salafush Sholeh
Oleh : Alhabib Hasan bin Abdurrahman bin Zain Aljufri.
(Disampaikan pada saat rouhah hari Senin 12 Robi'ul Awwal 1430 dalam rangka peringatan maulid Nabi Muhammad Saw di Semarang)
Alhabib ali bin Abdullah bin Husein Alhabsyi berkata bahwa beliau mengajak kita ke jalan-jalan salafush sholeh, terutama jalan-jalannya Alawiyyin yaitu jalan orang-orang mulia dari keturunan Nabi Muhammad Saw.
Rasulullah Muhammad Saw bangga dengan Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad (penulis kitab rotib Alhaddad) karena imam Abdullah bin Alwi Alhaddad semua tindakan beliau memakai akhlaq Nabi Muhammad Saw.
Dikisahkan suatu hari Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad dan rombongan pergi ke tempat Alhabib Umar bin abrrahman Alatas (penulis kitab rotib Alatas) dari sebuah kota yang jauh jaraknya. Ketika sampai di tempat Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas, Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad meminta ijazah kepada Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas. Akan tetapi Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas tidak bersedia memberikan ijazah sebelum Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad memberikan ijazah terlebih dahulu.
Lihatlah akhlaq orang-orang mulia yang saling merendahkan diri ketika mereka saling bertemu. Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas berkata bahwa beliau meminta agar Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad memberikan ijazah terlebih dahulu karena Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad berasal dari kota Tarim (Yaman) yaitu kota tempat dikembangkannya syari'at Islam dan beliau mempunyai akhlaq yang baik.
Rombongan Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad meminta agar Imam Abdullah bin alwi Alhaddad memenuhi permintaan Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas bukan agar mereka mendapatkan ijazah dari beliau. Kemudian Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad memberikan ijazah kepada Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas.
Rasulullah Muhammad Saw mengajak kita untuk meramaikan majlis-majlis kebaikan dengan akhlaq mulia, dengan akhlaq Nabi Muhammad Saw. Akhlaq Nabi Muhammad Saw adalah mulia, mulia karena Allah Swt yang mengajari Nabi Muhammad Saw.
Antara adap, akhlaq dan etika tidaklah sama. Adap itu pasti baik, sedangkan akhlaq itu bisa baik dan bisa buruk. Dan, etika belum tentu sesuai dengan Islam, seperti misalnya ada suatu wilayah yang mempunyai etika makan daging dengan garpu dan pisau. Kebiasaan pisau di tangan kanan dan garpu di tangah kiri. Tangan kiri yang memegang garpu untuk menahan daging ketika dipotong dengan pisau di tangan kanan. Lalu setelah daging terpotong, mereka memasukkan daging ke mulut dengan tangan kiri. Ini yang berbeda dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Boleh memotong daging dengan tangan kanan, tapi masukkan daging dengan garpu dengan tangan kanan kita. Pakailah etika yang cocok dengan etika Islam dan jangan malu dengan etika Islam sebab inilah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
(Disampaikan pada saat rouhah hari Senin 12 Robi'ul Awwal 1430 dalam rangka peringatan maulid Nabi Muhammad Saw di Semarang)
Alhabib ali bin Abdullah bin Husein Alhabsyi berkata bahwa beliau mengajak kita ke jalan-jalan salafush sholeh, terutama jalan-jalannya Alawiyyin yaitu jalan orang-orang mulia dari keturunan Nabi Muhammad Saw.
Rasulullah Muhammad Saw bangga dengan Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad (penulis kitab rotib Alhaddad) karena imam Abdullah bin Alwi Alhaddad semua tindakan beliau memakai akhlaq Nabi Muhammad Saw.
Dikisahkan suatu hari Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad dan rombongan pergi ke tempat Alhabib Umar bin abrrahman Alatas (penulis kitab rotib Alatas) dari sebuah kota yang jauh jaraknya. Ketika sampai di tempat Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas, Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad meminta ijazah kepada Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas. Akan tetapi Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas tidak bersedia memberikan ijazah sebelum Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad memberikan ijazah terlebih dahulu.
Lihatlah akhlaq orang-orang mulia yang saling merendahkan diri ketika mereka saling bertemu. Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas berkata bahwa beliau meminta agar Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad memberikan ijazah terlebih dahulu karena Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad berasal dari kota Tarim (Yaman) yaitu kota tempat dikembangkannya syari'at Islam dan beliau mempunyai akhlaq yang baik.
Rombongan Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad meminta agar Imam Abdullah bin alwi Alhaddad memenuhi permintaan Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas bukan agar mereka mendapatkan ijazah dari beliau. Kemudian Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad memberikan ijazah kepada Alhabib Umar bin Abdurrahman Alatas.
Rasulullah Muhammad Saw mengajak kita untuk meramaikan majlis-majlis kebaikan dengan akhlaq mulia, dengan akhlaq Nabi Muhammad Saw. Akhlaq Nabi Muhammad Saw adalah mulia, mulia karena Allah Swt yang mengajari Nabi Muhammad Saw.
Antara adap, akhlaq dan etika tidaklah sama. Adap itu pasti baik, sedangkan akhlaq itu bisa baik dan bisa buruk. Dan, etika belum tentu sesuai dengan Islam, seperti misalnya ada suatu wilayah yang mempunyai etika makan daging dengan garpu dan pisau. Kebiasaan pisau di tangan kanan dan garpu di tangah kiri. Tangan kiri yang memegang garpu untuk menahan daging ketika dipotong dengan pisau di tangan kanan. Lalu setelah daging terpotong, mereka memasukkan daging ke mulut dengan tangan kiri. Ini yang berbeda dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Boleh memotong daging dengan tangan kanan, tapi masukkan daging dengan garpu dengan tangan kanan kita. Pakailah etika yang cocok dengan etika Islam dan jangan malu dengan etika Islam sebab inilah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Friday, March 06, 2009
Juru Do'a
Oleh : Yusa Nugroho
Ibu-ibu dan bapak-bapak tetangga barusan pulang dari ziarah ke makam-makam wali di Jawa dan Madura. Macam-macam tanggapan mereka yang ikut dan mereka yang tidak ikut, ada yang complain seperti ini "Buat apa jauh-jauh ke kuburan begitu? Kalau mau lihat kuburan kan di sini banyak!"...atau..."Itu kan bid'ah!". Ah, biarkan saja mereka yang tidak suka ziarah. Tapi entah disengaja atau tidak, obrolan kami yang lagi "cangkrukan" di sini juga menyinggung masalah itu...tidak persis sih tapi asyik juga buat diobrolin.
"Doa penting bagi juru doa yang biasa mangkal di pekuburan. Kalau nggak ada yang minta doa dapurnya nggak ngebul. Juru doa ada karena ada konsumen. Apakah benar juru doa memudahkan terkabulnya doa? Padahal konsumen sudah bayar, gimana ya? Bagaimana menyingkapi fenomena ini?", tanya ustadz Jaduq sambil minum kopi.
Sambil menyeruput kopi, mas Ribut mengomentari, "Hmmm...rejeki itu bisa datang darimana saja, termasuk yang panjenengan sebutkan tadi. Yang lebih baik dihindari adalah tidak mengeluh dan tidak kecewa kalo tidak ada yang memberi uang.". Mas Ribut kembali minum kopinya...ssslllrrrppp...."Aaahhh, nikmat...!", desahnya pelan.
Ustadz Jaduq diam sebentar sebelum akhirnya dia berkata, "Juru doa selalu menang dalam berdoa. Pas konsumen kosong 'Tuhan beri aku rezeki'... Lalu konsumen datang, artinya doa dia dikabulkan. Konsumen minta doa 'Siapa namamu..?' (tanya juru doa kepada konsumen)... 'Badu'. 'Ya Tuhan beri Badu kesehatan... diringankan jodoh dsb dsb'. Tugas juru doa atau kuncen selesai. Hasil sukses nggak sukses gak dijaminkan? Terserah yang di Atas.
Biasanya di agama itu ada konsep : 'Sakralitas', bisa berupa manusia (wali atau kyai dsb), bisa berupa tempat suci (masjid, pekuburan wali, Mekah atau Madinah) dan juga ada waktu suci (puasa, diantara kutbah, dini hari 1/3 malam dsb-dsb). Semakin suci tempat atau orang atau waktu maka kemungkinan doa terkabul semakin besar, gimana menyikapi fenomena ini? Sebenarnya siapa yang berhak menyebut suatu tempat itu suci? Kan hanya kesepakatan? Let say kuburan wali songo, wali hanya diketahui wali, siapa yg tahu dia itu wali? Kenapa 'ngefek' ke pekuburannya jadi sakral? Ada yang mau coba bahas?"
Menarik-kah? Entahlah, yang jelas kebanyakan bapak-bapak dan ibu-ibu yang ikut "cangkrukan" saling bisik-bisik dengan orang yang di sebelahnya. Sepertinya hanya mas Ribut yang rada serius, lihat dia mengerutkan dahinya tanda bahwa dia berpikir apakah ustadz Jaduq ini sekedar pancingan ataukah benar-benar bertanya...hmmm...
Ya sudah biarin ajalah...begitu pikir mas Ribut. "Orang mulia karena kedekatannya kepada Allah Swt. Orang yang dekat kepada Allah Swt tentu banyak mengingat Allah Swt. Sedangkan setiap benda menyerap apa yang dibacakan kepadanya, di dekatnya dsb. Tempat mempunyai pengaruh kepada kita karena di sana pernah atau sering digunakan sebagai tempat untuk dibacakannya Alqur'an misalnya, digunakan untuk tempat berbagi kebaikan, tempat ajar-mengajar, tempat untuk mengingat Allah Swt dsb.
Kebaikan itu akan pernah hilang hanya berubah bentuk seperti halnya es batu, air dan uap. Ketiganya adalah sama, air yang didinginkan menjadi es batu, es batu yang dipanaskan berubah bentuk jadi uap dan uap yang terkumpul banyak di awan jatuh menjadi air hujan atau embun. Itu membuat tempat itu menjadi lebih asyik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kalau tempat itu adalah masjid maka masjid menjadi tempat yang asyik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, kalau tempat itu rumah maka rumah itu menjadi tempat yang asyik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebagaimana makam-makam para wali, di sana banyak orang membaca Alqur'an, menyebut dan mengingat Allah Swt. Demikian juga dengan waktu... Bukan pekuburannya yang memberi manfaat kepada kita, itu hanya perantara saja, sangat keliru kalo ada yang berharap kepada kuburan. Hanya Allah Swt yang Maha Memberi.". Mas Ribut tampak bersemangat.
"Kalau menurut saya...", seorang profesor menyela, "Kalau merasa hal itu perlu dilakukan ketempat-tempat tsb, untuk melakukan DOA, menurut saya, silahkan sajalah manusia punya 'free will', kita menghormatinya tanpa adanya suatu pemaksaan ato penolakan."
Ustadz Jaduq meletakkan gelas kopinya, "Mungkin corcern saya adalah siapa sih sebenarnya yang boleh mendefinisikan sakralitas atau kesucian dari waktu atau tempat dan manusianya? Apakah komunitas atau klaim pribadi atau Allah melalui Nabi?"
"Hmmm...hanya Allah Swt yang Maha Mengetahui tentang kesucian tempat dan waktu serta manusia, kita hanya mendapatkan pemahaman tentang segala sesuatu dari orang sekarang dan orang terdahulu yang berkompeten. Selama di sana digunakan untuk tempat kebaikan maka insya Allah akan mendatang kebaikan bagi yang datang ke sana atau pun tidak.", ujar mas Ribut sambil menyenggol pak Raden biar ikut bicara.
"Mungkin pak Raden ingin urun rembug? Monggo, den...", mas Ribut mempersilahkan pak Raden.
"Eh...ya ya ya...soal juru do'a sebagai profesi - ini lebih pada adab kepatutan, para profesional sungguhan (pekerja) pasti akan merasa bahwa profesi 'gampang' itu bisa jadi hanya bungkus kemalasan dalam melakoni sulit dan kerasnya dunia kerja - tapi nanti dulu....mereka para pekerja do'a ternyata dibutuhkan oleh masyarakat...benar juga pak konsumen yang menjadikan mereka exist...ada juga memang yang tulus - ini yang cukup sulit diidentifikasi..dan ditemukan. Effektifitas do'a..ya 100% Kuasa Alloh buat goal tidaknya sebuah hajat... Pertanyaan selanjutnya mengapa disucikan (motif atau tujuan)? Apakah benar-benar suci ? Atau dimana letak kesuciannya? Monggo saya menyimak....", kata pak Raden.
"Matur nuwun, den...hmmm...kenapa disucikan? Hmmm...ya karena dekat dengan Allah Swt, den. Barang siapa kumpul dengan orang-orang yang dekat dengan Allah Swt maka kita juga makin ingat kepada Allah Swt...yang selanjutnya akan membantu kita mendekatkan diri kepada Allah Swt. Semoga yang dekat dengan yang baik jadi ketularan baiknya...ndak mutlak sih tapi usaha ndak apa-apa tho, den? Menawi ngaten, den...", mas ibut mencoba menanggapi pertanyaan pak Raden.
DUUKKK...! Sikutan keras pak Raden menohok dada mas Ribut.
"Ada apa, den?", tanya mas Ribut pelan sekali biar yang lain tidak dengar.
"Wah ngawur dan den dan den...besok aku tidak mau lagi bicara kalau kau panggil aku dan den dan den gitu! Memangnya jaman kolonial...!!!!". Pak Raden marah.
"Jangan marah tho, den, saya kan cuman memanggil begitu karena panjenengan keturunan darah biru...", mas Ribut beralasan.
"Den itu Raden, gelar bangsawan trah Dalem utowo gelar kolonial feodal starta atas.... Lha emang meh kembali kemasa Hindu ada kasta dst... Rosul ae ada usaha nyata menghapus perbudakan kok arep nunggang jaran kuwalik...!"
"Lha nggih, panjenengan kan keturunan nan nDalem, memang pantas saya panggil 'den'...nggih sampun, saya harus panggil panjenengan siapa? 'Pak'? Nanti dimarahi lagi 'emangnya aku bapakmu!'. 'Mas'? Nanti dimarahi 'emangnya aku masmu!'...duh, kok ribet banget tho, Gustiii..."
"Hahahahaha...", tawa pak Raden membahana membuat orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke pak Raden dan mas Ribut. "Yo wis...terserah kau mau panggil aku apa...!", kata pak Raden pelan di telingaku sambil cekikikan.
"Nggg...ada apa, mas Ribut?", tanya ustadz Jaduq heran melihat tingkah keduanya.
"Ndak apa-apa, ustadz...!", jawab mas Ribut sambil membetulkan sarungnya yang kurang rapi.
Ustadz Jaduq kembali bertanya ke mas Ribut, "Oh ya, tentang pendapat sampeyan tadi memang benar, menurut ahli hikmah demikian adanya. Jadi, ada tempat yang mengandung energi besar dan ada tempat yang tidak ada energinya. Petilasan para wali biasanya memiliki energi besar, biasanya dicari oleh para penyerap energi. Adakah sampeyan bisa menjlentrehkan ini kenapa bisa terjadi?"
"Makam para wali banyak mendapat perhatian dari banyak orang dari berbagai macam kepercayaan dan banyak kepentingan bertemu di sana. Mereka mencurahkan seluruh perhatian kepadanya..."nya" di sini bermacam-macam, ada yang perhatiannya kepada Allah Swt, ada yang kepada tujuan duniawinya saja, ada yang tujuannya karena ingin dapat ilmu, ada yang ingin ketemu wali tsb dsb...banyak...perhatian tercurahkan di sana.
Disamping di sana dimakamkan jasad wali, jasad dari orang-orang yang dekat dengan Allah Swt, juga di sana orang-orang banyak yang melakukan kebaikan maka makin bertambahlah kebaikan di sana. Kebaikan di atas kebaikan.
Apa yang dilakukan pada suatu tempat akan mendatangkan energi pada tempat itu, jika yang dilakukan adalah kebaikan maka energinya juga asyik, jika yang dilakukan adalah keburukan (tidak ada usaha mengingat Allah Swt) maka energinya hiiii...(serem)...energi yang asyik mendatangkan keasyikan2 yang lain, energi yang hiiii...(serem)...mendatangkan mereka2 yang hiiii...(serem)...juga. Hmmm...kira-kira mereka menyerap energi untuk apa ya, pak? Pak Raden saya rasa bisa menjelaskannya, silahken den... Terima kasih."
Pak Raden diam, cuek...ngambek!
"Baik, Allah itu spaceless (tidak ada ruang) dan timeless (tidak ada waktu). Bagaimana bisa tahu dia dekat dengan Allah? Paling membahasakannya karena effort mencoba mendekati Allah karena konsepsi manusia belaka bukan? Apakah karena mereka rajin ke tempat ibadah terus disebut suci dan dekat kepada Allah? Jangan-jangan justru mereka terpana karena image tempatnya (asosiatif : tempat suci, orang jadi suci), bisa jadi lho ada gelandangan yang tinggal dimana saja justru hatinya nyambung terus ke Allah.. harta malah tidak diliriknya, bukankah sebutan suci ini semu belaka?", kata ustadz Jaduq.
"Aaahhhh...semua bisa, pak...kalo perbandingannya Allah Swt maka semua tidak nyata. Selama mereka dekat kepada Allah Swt, maka mereka orang mulia."
"Mas Ribut, ini teman saya telpon, dia tanya untuk bisa 'berdekatan' seperti yang sampeyan katakan tadi, bagaimana caranya? Apakah bisa di samakan analoginya dengan saya mencoba 'mendekati' suatu 'pribadi' atau 'entitas' tertentu? Menurut sampeyan gimana, mas?"
"Hehehehehe...sekarang ini posisi saya berjauhan dengan teman panjenengan tapi serasa dekat karena bertanya ke sana dengan menelepon panjenengan. Jasad saya dan teman panjenengan berjauhan, tapi kita merasa dekat dengan perantara telepon...akan terasa dekat lagi kalau kami ketemuan, saling bicara-bicara, klop dan wuiiihhh...makin tambah deket deh. Bisa jadi seperti itu "kedekatan" yang teman panjenengan tanyakan...dekati Allah Swt dengan dhohir dan batin kita. Kalo menurut Islam, dhohir-nya sholat atau puasa atau baca wirid atau do'a atau amal atau saling menasehati dsb...batinnya bersyukur atau ikhlas atau sabar atau pasrah atau tawakal dsb..."
"Baik, mas, terima kasih.", kata ustadz Jaduq sambil mengakhiri obrolan ini, sudah sore...kapan-kapan disambung lagi insya Allah.
Ibu-ibu dan bapak-bapak tetangga barusan pulang dari ziarah ke makam-makam wali di Jawa dan Madura. Macam-macam tanggapan mereka yang ikut dan mereka yang tidak ikut, ada yang complain seperti ini "Buat apa jauh-jauh ke kuburan begitu? Kalau mau lihat kuburan kan di sini banyak!"...atau..."Itu kan bid'ah!". Ah, biarkan saja mereka yang tidak suka ziarah. Tapi entah disengaja atau tidak, obrolan kami yang lagi "cangkrukan" di sini juga menyinggung masalah itu...tidak persis sih tapi asyik juga buat diobrolin.
"Doa penting bagi juru doa yang biasa mangkal di pekuburan. Kalau nggak ada yang minta doa dapurnya nggak ngebul. Juru doa ada karena ada konsumen. Apakah benar juru doa memudahkan terkabulnya doa? Padahal konsumen sudah bayar, gimana ya? Bagaimana menyingkapi fenomena ini?", tanya ustadz Jaduq sambil minum kopi.
Sambil menyeruput kopi, mas Ribut mengomentari, "Hmmm...rejeki itu bisa datang darimana saja, termasuk yang panjenengan sebutkan tadi. Yang lebih baik dihindari adalah tidak mengeluh dan tidak kecewa kalo tidak ada yang memberi uang.". Mas Ribut kembali minum kopinya...ssslllrrrppp...."Aaahhh, nikmat...!", desahnya pelan.
Ustadz Jaduq diam sebentar sebelum akhirnya dia berkata, "Juru doa selalu menang dalam berdoa. Pas konsumen kosong 'Tuhan beri aku rezeki'... Lalu konsumen datang, artinya doa dia dikabulkan. Konsumen minta doa 'Siapa namamu..?' (tanya juru doa kepada konsumen)... 'Badu'. 'Ya Tuhan beri Badu kesehatan... diringankan jodoh dsb dsb'. Tugas juru doa atau kuncen selesai. Hasil sukses nggak sukses gak dijaminkan? Terserah yang di Atas.
Biasanya di agama itu ada konsep : 'Sakralitas', bisa berupa manusia (wali atau kyai dsb), bisa berupa tempat suci (masjid, pekuburan wali, Mekah atau Madinah) dan juga ada waktu suci (puasa, diantara kutbah, dini hari 1/3 malam dsb-dsb). Semakin suci tempat atau orang atau waktu maka kemungkinan doa terkabul semakin besar, gimana menyikapi fenomena ini? Sebenarnya siapa yang berhak menyebut suatu tempat itu suci? Kan hanya kesepakatan? Let say kuburan wali songo, wali hanya diketahui wali, siapa yg tahu dia itu wali? Kenapa 'ngefek' ke pekuburannya jadi sakral? Ada yang mau coba bahas?"
Menarik-kah? Entahlah, yang jelas kebanyakan bapak-bapak dan ibu-ibu yang ikut "cangkrukan" saling bisik-bisik dengan orang yang di sebelahnya. Sepertinya hanya mas Ribut yang rada serius, lihat dia mengerutkan dahinya tanda bahwa dia berpikir apakah ustadz Jaduq ini sekedar pancingan ataukah benar-benar bertanya...hmmm...
Ya sudah biarin ajalah...begitu pikir mas Ribut. "Orang mulia karena kedekatannya kepada Allah Swt. Orang yang dekat kepada Allah Swt tentu banyak mengingat Allah Swt. Sedangkan setiap benda menyerap apa yang dibacakan kepadanya, di dekatnya dsb. Tempat mempunyai pengaruh kepada kita karena di sana pernah atau sering digunakan sebagai tempat untuk dibacakannya Alqur'an misalnya, digunakan untuk tempat berbagi kebaikan, tempat ajar-mengajar, tempat untuk mengingat Allah Swt dsb.
Kebaikan itu akan pernah hilang hanya berubah bentuk seperti halnya es batu, air dan uap. Ketiganya adalah sama, air yang didinginkan menjadi es batu, es batu yang dipanaskan berubah bentuk jadi uap dan uap yang terkumpul banyak di awan jatuh menjadi air hujan atau embun. Itu membuat tempat itu menjadi lebih asyik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kalau tempat itu adalah masjid maka masjid menjadi tempat yang asyik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, kalau tempat itu rumah maka rumah itu menjadi tempat yang asyik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebagaimana makam-makam para wali, di sana banyak orang membaca Alqur'an, menyebut dan mengingat Allah Swt. Demikian juga dengan waktu... Bukan pekuburannya yang memberi manfaat kepada kita, itu hanya perantara saja, sangat keliru kalo ada yang berharap kepada kuburan. Hanya Allah Swt yang Maha Memberi.". Mas Ribut tampak bersemangat.
"Kalau menurut saya...", seorang profesor menyela, "Kalau merasa hal itu perlu dilakukan ketempat-tempat tsb, untuk melakukan DOA, menurut saya, silahkan sajalah manusia punya 'free will', kita menghormatinya tanpa adanya suatu pemaksaan ato penolakan."
Ustadz Jaduq meletakkan gelas kopinya, "Mungkin corcern saya adalah siapa sih sebenarnya yang boleh mendefinisikan sakralitas atau kesucian dari waktu atau tempat dan manusianya? Apakah komunitas atau klaim pribadi atau Allah melalui Nabi?"
"Hmmm...hanya Allah Swt yang Maha Mengetahui tentang kesucian tempat dan waktu serta manusia, kita hanya mendapatkan pemahaman tentang segala sesuatu dari orang sekarang dan orang terdahulu yang berkompeten. Selama di sana digunakan untuk tempat kebaikan maka insya Allah akan mendatang kebaikan bagi yang datang ke sana atau pun tidak.", ujar mas Ribut sambil menyenggol pak Raden biar ikut bicara.
"Mungkin pak Raden ingin urun rembug? Monggo, den...", mas Ribut mempersilahkan pak Raden.
"Eh...ya ya ya...soal juru do'a sebagai profesi - ini lebih pada adab kepatutan, para profesional sungguhan (pekerja) pasti akan merasa bahwa profesi 'gampang' itu bisa jadi hanya bungkus kemalasan dalam melakoni sulit dan kerasnya dunia kerja - tapi nanti dulu....mereka para pekerja do'a ternyata dibutuhkan oleh masyarakat...benar juga pak konsumen yang menjadikan mereka exist...ada juga memang yang tulus - ini yang cukup sulit diidentifikasi..dan ditemukan. Effektifitas do'a..ya 100% Kuasa Alloh buat goal tidaknya sebuah hajat... Pertanyaan selanjutnya mengapa disucikan (motif atau tujuan)? Apakah benar-benar suci ? Atau dimana letak kesuciannya? Monggo saya menyimak....", kata pak Raden.
"Matur nuwun, den...hmmm...kenapa disucikan? Hmmm...ya karena dekat dengan Allah Swt, den. Barang siapa kumpul dengan orang-orang yang dekat dengan Allah Swt maka kita juga makin ingat kepada Allah Swt...yang selanjutnya akan membantu kita mendekatkan diri kepada Allah Swt. Semoga yang dekat dengan yang baik jadi ketularan baiknya...ndak mutlak sih tapi usaha ndak apa-apa tho, den? Menawi ngaten, den...", mas ibut mencoba menanggapi pertanyaan pak Raden.
DUUKKK...! Sikutan keras pak Raden menohok dada mas Ribut.
"Ada apa, den?", tanya mas Ribut pelan sekali biar yang lain tidak dengar.
"Wah ngawur dan den dan den...besok aku tidak mau lagi bicara kalau kau panggil aku dan den dan den gitu! Memangnya jaman kolonial...!!!!". Pak Raden marah.
"Jangan marah tho, den, saya kan cuman memanggil begitu karena panjenengan keturunan darah biru...", mas Ribut beralasan.
"Den itu Raden, gelar bangsawan trah Dalem utowo gelar kolonial feodal starta atas.... Lha emang meh kembali kemasa Hindu ada kasta dst... Rosul ae ada usaha nyata menghapus perbudakan kok arep nunggang jaran kuwalik...!"
"Lha nggih, panjenengan kan keturunan nan nDalem, memang pantas saya panggil 'den'...nggih sampun, saya harus panggil panjenengan siapa? 'Pak'? Nanti dimarahi lagi 'emangnya aku bapakmu!'. 'Mas'? Nanti dimarahi 'emangnya aku masmu!'...duh, kok ribet banget tho, Gustiii..."
"Hahahahaha...", tawa pak Raden membahana membuat orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke pak Raden dan mas Ribut. "Yo wis...terserah kau mau panggil aku apa...!", kata pak Raden pelan di telingaku sambil cekikikan.
"Nggg...ada apa, mas Ribut?", tanya ustadz Jaduq heran melihat tingkah keduanya.
"Ndak apa-apa, ustadz...!", jawab mas Ribut sambil membetulkan sarungnya yang kurang rapi.
Ustadz Jaduq kembali bertanya ke mas Ribut, "Oh ya, tentang pendapat sampeyan tadi memang benar, menurut ahli hikmah demikian adanya. Jadi, ada tempat yang mengandung energi besar dan ada tempat yang tidak ada energinya. Petilasan para wali biasanya memiliki energi besar, biasanya dicari oleh para penyerap energi. Adakah sampeyan bisa menjlentrehkan ini kenapa bisa terjadi?"
"Makam para wali banyak mendapat perhatian dari banyak orang dari berbagai macam kepercayaan dan banyak kepentingan bertemu di sana. Mereka mencurahkan seluruh perhatian kepadanya..."nya" di sini bermacam-macam, ada yang perhatiannya kepada Allah Swt, ada yang kepada tujuan duniawinya saja, ada yang tujuannya karena ingin dapat ilmu, ada yang ingin ketemu wali tsb dsb...banyak...perhatian tercurahkan di sana.
Disamping di sana dimakamkan jasad wali, jasad dari orang-orang yang dekat dengan Allah Swt, juga di sana orang-orang banyak yang melakukan kebaikan maka makin bertambahlah kebaikan di sana. Kebaikan di atas kebaikan.
Apa yang dilakukan pada suatu tempat akan mendatangkan energi pada tempat itu, jika yang dilakukan adalah kebaikan maka energinya juga asyik, jika yang dilakukan adalah keburukan (tidak ada usaha mengingat Allah Swt) maka energinya hiiii...(serem)...energi yang asyik mendatangkan keasyikan2 yang lain, energi yang hiiii...(serem)...mendatangkan mereka2 yang hiiii...(serem)...juga. Hmmm...kira-kira mereka menyerap energi untuk apa ya, pak? Pak Raden saya rasa bisa menjelaskannya, silahken den... Terima kasih."
Pak Raden diam, cuek...ngambek!
"Baik, Allah itu spaceless (tidak ada ruang) dan timeless (tidak ada waktu). Bagaimana bisa tahu dia dekat dengan Allah? Paling membahasakannya karena effort mencoba mendekati Allah karena konsepsi manusia belaka bukan? Apakah karena mereka rajin ke tempat ibadah terus disebut suci dan dekat kepada Allah? Jangan-jangan justru mereka terpana karena image tempatnya (asosiatif : tempat suci, orang jadi suci), bisa jadi lho ada gelandangan yang tinggal dimana saja justru hatinya nyambung terus ke Allah.. harta malah tidak diliriknya, bukankah sebutan suci ini semu belaka?", kata ustadz Jaduq.
"Aaahhhh...semua bisa, pak...kalo perbandingannya Allah Swt maka semua tidak nyata. Selama mereka dekat kepada Allah Swt, maka mereka orang mulia."
"Mas Ribut, ini teman saya telpon, dia tanya untuk bisa 'berdekatan' seperti yang sampeyan katakan tadi, bagaimana caranya? Apakah bisa di samakan analoginya dengan saya mencoba 'mendekati' suatu 'pribadi' atau 'entitas' tertentu? Menurut sampeyan gimana, mas?"
"Hehehehehe...sekarang ini posisi saya berjauhan dengan teman panjenengan tapi serasa dekat karena bertanya ke sana dengan menelepon panjenengan. Jasad saya dan teman panjenengan berjauhan, tapi kita merasa dekat dengan perantara telepon...akan terasa dekat lagi kalau kami ketemuan, saling bicara-bicara, klop dan wuiiihhh...makin tambah deket deh. Bisa jadi seperti itu "kedekatan" yang teman panjenengan tanyakan...dekati Allah Swt dengan dhohir dan batin kita. Kalo menurut Islam, dhohir-nya sholat atau puasa atau baca wirid atau do'a atau amal atau saling menasehati dsb...batinnya bersyukur atau ikhlas atau sabar atau pasrah atau tawakal dsb..."
"Baik, mas, terima kasih.", kata ustadz Jaduq sambil mengakhiri obrolan ini, sudah sore...kapan-kapan disambung lagi insya Allah.
Tuesday, March 03, 2009
Kulit dan Isi
Oleh : Yusa Nugroho
Suatu saat ketika orang-orang dari berbagai macam keyakinan berkumpul duduk-duduk sambil minum teh, kopi dan gorengan di sore hari itu, tiba-tiba salah seorang diantara mereka (sebut saja namanya bapak Sepuh) membuka obrolan.
"Ada 4 (empat) jalan menuju 'kasunyatan' (kenyataan), yaitu ilmu pengetahuan, filsafat, agama dan seni."
Menurut seorang sebelumnya (salah satu diantara mereka) "kasunyatan" adalah tidak bisa dijelaskan dengan syari'at (red. entah syari'at yang seperti apa yang dia maksudkan), semisal kalau lapar ya ini "kasunyatan" (kenyataan) bahwa kita lapar...tidak butuh ayat untuk menyakinkan bahwa ini lapar. Kalau lapar ya makan, kalau mengantuk ya tidur, kalau capai ya istirahat dsb.
Hmmm...seorang mas-mas mengerutkan dahinya bagaimana bisa tidak memakai syari'at padahal menurutnya syari'at (aturan) itu pasti ada dalam setiap hal.
Setelah mengatur nafas si mas lalu bertanya,
"Saya ada beberapa pertanyaan, pertama diantara 4 (empat) jalan menuju 'kasunyatan' yang bapak sampaikan di bawah, mana yang lebih utama dibandingkan dengan lainnya, pak, filsafat-kah atau ilmu pengetahuan-kah atau agama-kah atau seni-kah?
Kedua, bapak mengatakan bahwa 'kasunyatan' tidak bisa diterangkan dengan ilmu agama (syari'at)...hmmm...setahu saya apapun itu ada sisi luar dan ada sisi dalamnya, kalau dikatakan syari'at itu sisi luar agama...nah bagaimana dengan sisi dalamnya agama, pak, apakah masih juga tidak bisa menjelaskan tentang kasunyatan ini, pak?
Bapak tadi mengatakan bahwa contoh 'kasunyatan' itu diantaranya kalo lapar ya makan tidak perlu pake ayat segala. Cmiiw. Hmmm...benar tapi kalo ingin menambahi dengan tata krama makan gimana, pak? Sedangkan Nabi Saw (menurut Islam) adalah orang yang paling baik mencontohkan bagaimana tata krama makan yang indah dan sehat, itu diketahui lewat hadits atau kitab-kitab kuno yang merujuk kepada Alqur'an. Atau kalo lapar ya makan aja tanpa memperhatikan tata krama, pak? Orang jawa dikenal mengedepankan tata krama dalam segala hal. Cmiiw. Bagaimana menurut bapak? Matur nuwun."
Suasana agak sepi setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, bapak Sepuh yang ditanya belum menjawab. Tapi itu tidak berlangsung lama sebab seorang bapak yang baru saja datang (sebut saja bapak Tua) langsung menanggapinya dengan nada kurang mengenakan untuk didengar.
"Huiiiiiiiiiikkk... Mohon ma'af...ikutan nyelani, habisnya saya kok tergelitik dengan pertanyaan-pertanyaan mas yang tadi yaitu menurut mas tadi bahwa Nabi Saw (menurut Islam) adalah orang yang paling baik mencontohkan bagaimana tata krama makan yang indah dan sehat, itu diketahui lewat hadits atau kitab-kitab kuno yang merujuk kepada Alqur'an. Itu menurutnya.
Tanggapan saya...makan 'muluk' (makan pakai tangan) nggak pake sendok? Makan sayuran diobok-obok bergiliran? Selesai makan tangan 'diklamutin' (nggak dicuci )? Gosok gigi pake akar-akaran (siwak )? Di jaman seperti sekarang ini, contoh seperti diatas masih bisa dikatakan indah dan sehat?
Biar aku asli wong jowo, nek niru-niru toto kromo koyo mengkono yo emoh tenan aku pak..pak...nggilani....kemproh kuwi arane! (red. Biar aku asli orang jawa, tapi kalau meniru-niru tata krama seperti itu ya aku benar-benar tidak mau pa..pak...menjijikan itu namanya!)
Rujukan boleh saja pake Hadits dan teks book Kitab Alqur'an tapi jangan telan mentah-mentah secara harfiah..ora enak rasane tur akeh pulute (red. Tidak enak rasanya dan banyak getahnya). Hadits itu pendapat seseorang pada Jaman kolo bendhu (jaman Sepur Lempung ) yang belum tentu valid dan cocok di cita rasa kita yang hidup di jaman sekarang ini. Kalau cocok dipakai, kalau nggak pas dirasa...simpen saja dalam kotak lemari. Sesuatu yang nggak cocok lagi terus kita paksakan itu namanya merugikan diri sendiri, nek boso Podhokane, boso Pesantrene mendzolimi diri sendiri."
Suasana mulai memanas...si mas yang bertanya tadi langsung merasakan kemarahan di dadanya...bluuurrr...seperti kayu kering disiram minyak dan dibakar tiba-tiba. Dia diam tidak menanggapi, dia ingin menganggapi tapi tidak sekarang...dia mengatur nafas dan ngobrol dengan orang-orang di sebelahnya agar rasa marah ini surut. Setelah beberapa jam rasa marahnya surut, dia lalu mencoba menanggapinya dengan sesopan mungkin agar tidak menyinggung bapak itu dan maksudnya tersampaikan.
"Salaf (orang-orang terdahulu) adalah orang-orang yang dikenal sangat dekat dengan Tuhan, lihatlah bagaimana ilmu-ilmu mereka, lihatlah bagaimana amal-amal mereka, lihatlah bagaimana ibadah mereka, lihatlah mereka tidak melupakan adab meski mereka mempunyai ilmu yang sangat tinggi, mereka dikenal mulia karena mereka mengikuti kebiasaan-kebiasaan mulia yang sebagian kebiasaan-kebiasaan itu saat ini dianggap menjijikkan dan tidak sesuai jaman. Orang-orang mulia pasti mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang mana kebaikkan itu tidak lekang oleh jaman. Ketika Nabi Saw mengatakan jangan makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang, maka ini bermanfaat sekali terhadap kesehatan kita...ini juga diakui hingga saat ini.
Semua hal itu ada kulitnya dan ada isinya, begitu juga dengan kebiasaan makan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Tidak mungkin beliau Saw mengajarkan / mencontohkan hal-hal yang tidak ada isinya, mungkin bagi sebagian orang kebiasaan-kebiasaan itu terkesan menjijikan tapi seorang Nabi tidak akan mengajarkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi kita.
Kalau panjenengan tidak berkenan dengan kebiasaan-kebiasaan tersebut ya saya tidak bisa memaksa panjenengan untuk suka, hanya saja ada baiknya dilihat apa ya makna dari kebiasaan-kebiasaan tsb, aaahhh...mungkin ini ada kebaikan bagi tubuh kita kalau dilihat dari bidang kesehatan misalnya. Seperti itu...matur nuwun."
Aaaaahhhhh...si mas tadi menghela nafas lega, maklumlah dia termasuk orang yang susah bicara ketika berhadapan dengan orang banyak. Setelah minum teh di dekatnya dan mengatur nafas, dia kemudian menunggu bagaimana tanggapan mereka. Yang dia tunggu sebenarnya jawaban dari bapak Sepuh tapi sampai saat ini belum menjawab juga beliau, entah kemana beliau kok tidak terlihat...hmmm...
"Pemahaman mengikuti konsep Sunnah Rosul memang harus difahami arif atau bijak. Memahami sesuatu tentu mengalir menikuti arus dan budaya. Para Muslimin memang mengidolakan Rosul sebagai mahluk ideal, mereka menyebutnya berpijak pada sunah Rosul. Adalah paling mudah mengikuti sesuatu yang terkonsep dalam hal ini mengikuti yang tertulis dalam untaian kata hadits secara letter lux. Mengikuti hadits secara letterlux juga berbahaya membuat stagnasi dalam Islam, karena kemajuan Islam nanti akan berakhir menjadi tak bergerak, berakhir seperti zaman rosul saja.", seorang bapak setengah baya ikut urun bicara.
"Terima kasih pak, setahu saya berspiritual atau beruniversal atau ber-'kasunyatan' atau apapun-lah sebutannya boleh...hanya saja lebih baik tidak melupakan adap atau tata krama dalam apapun juga. Seingat saya, adap yang membedakan kita manusia dengan mereka yang bukan manusia. Tata krama kita tidak sama, saya bertanya kepada bapak Sepuh dengan memisalkan secara Islam sebab saya orang Islam, apakah ber-'kasunyatan' itu tidak memperdulikan adap atau tata krama atau tidak? Silahkan bapak Sepuh menjelaskan...matur nuwun. Penjenengan benar, masing-masing punya tata krama sendiri-sendiri hanya saja tidak seharusnyalah mereka mengolok-olok tata krama orang lain.", ujar si mas sambil melirik ke bapak Tua.
Terlihat di kejauhan bapak Sepuh kembali memasuki ruangan, duduk dan tersenyum, "Jangan bermain di filsafat saja...karena tulisan esoteris atau 'kasunyatan' bukan 'kasunyatan' sendiri. Tidak bisa menghantarkan seseorang mengalami pencerahan di dalam. Apa yang dimaksud Filsafat? Pilih yang mana? Ini jebakan pertanyaan Pikiran!"
Jebakan pertanyaan pikiran? Si mas heran! "Apa yang panjenengan maksud dengan jebakan pertanyaan pikiran? Bukankah ketika kita mendengar atau melihat hal-hal yang baru bagi kita, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal tersebut pak, sebelum kita memahaminya? Ataukah menurut bapak ketika disampaikan kepada kita tentang hal-hal yang baru, apakah kita seharusnya menekan pertanyaan mana pilihan yang lebih utama diantara hal-hal tersebut?"
Bapak Sepuh tidak segera menjawab pertanyaan si mas. Bapak-bapak yang lain terlihat menikmati apa yang tersaji di hadapan mereka. Lama juga sampai akhirnya ada seorang yang memecahkan kesunyian menanggapi, "Semua ke empat pilihan itu adalah ekspresi, bila mampu ambil empat-empatnya ini hanya metodik berkomunikasi, kalau nggak bisa ya cukup satu yang paling diminati."
"Hmmm...trm ksh, pak. Pada sekilas ada yang berkata "biarkan mereka berfilsafat"...hmmm...menurut panjenengan bagaimana teknik "membiarkan" tersebut, pak? Apalagi ketika timbul pertanyaan tentang apa yang mereka sampaikan, apakah ketika melontarkan pertanyaan tersebut membuat kita 'terjerumus' ke dalam jebakan pertanyaan pikiran? Atakah biarkan mereka berkata apapun yang mereka mau tanpa boleh timbul pertanyaan dari yang mendengarkannya? Hmmm...(red. Jidat si mas berkerut?)..."
"Kita juga harus berterima kasih.kepada mereka yang mendarma-baktikan hidupnya melalui iptek. Mereka iqro' atau membaca.tulisan langsung dari alam. Luar biasa! Maka...menurut saya...(yang sering diobrolkan sama teman-teman). Pilihan terserah masing-masing dengan beragama atau tanpa agama pun silahkan saja mana yang lebih utama dan penting. Kita EGP (red. Emang Gue Pikirin) saja!", kata bapak Sepuh. Cara menyampaikannya halus memang tapi sedikit "menusuk" hati si mas dan beberapa orang.
"Baiklah, pak, saya mulai paham kemana arah pembicaraan bapak. Jangan khawatir pak, saya sudah punya pilihan sendiri hanya saja yang saya maksudkan dengan pertanyaan-pertanyaan saya adalah saya ingin tahu bagaimana bapak menjelaskan hubungan kasunyatan dengan bagian dalam dari agama (katakanlah non syari'at), apakah bisa dijelaskan atau tidak itu yang ingin saya ketahui dari bapak.
Lalu, apakah 'kasunyatan' itu harus dilakukan bebas-bebas aja tanpa terpengaruh oleh tata krama ataukah tidak, kemarin saya mencontohkan dari sisi Islam, silahkan kalo bapak ingin mencontohkan dari sisi yang lain...yang penting menjawab keingintahuan saya tentang hubungan 'kasunyatan' dengan tata krama.
Menurut saya begini pak, 'kasunyatan' itu harus tetap memakai tata krama. Misal lapar ya solusinya makan biar tidak lapar, tapi makan yang bagaimana ini? Apakah langsung makan milik orang lain tanpa ijin ataukah makan benda apapun di dekat kita ataukah mencari makanan yang layak kita makan ataukah...?
Tentu makan yang halal dan thoyib kan, pak?! Gula itu halal (selama tidak didapat dari mencuri milik orang dan tercampur hal-hal yang dilarang Islam) tapi tidak thoyib bagi penderita penyakit diabetes, jadi yang halal tidak selamanya thoyib...tergantung kondisi kita. Halal belum tentu thoyib dan begitu juga sebaliknya, ini menurut saya nah apakah menurut bapak juga demikian ataukah tidak?
...ini yang ingin saya ketahui dari bapak yaitu bagaimana pendapat bapak, jangan khawatir saya akan memilih yang terbaik bagi diri saya dan orang-orang yang terdekat dengan saya. Matur nuwun."
Si bapak Sepuh kembali diam tidak buru-buru menjawab pertanyaan si mas, padahal si mas sudah makin geregetan ingin mendengar tanggapan bapak Sepuh.
Suasana kembali memanas ketika bapak Tua berbicara, "Cara makan, gosok gigi dll yang saya sampaikan itu adalah sangat erat kaitannya dengan berbagai keterbatasan fasilitas pada masa itu. Artinya ketika Kanjeng Nabi selesai makan, terus tangannya dikelamutin sampai-sampai piringnya pun dijilatin sebenarnya karena kondisi yang saat itu kesulitan untuk mendapatkan air. Gosok gigi pake akar (siwak) yah jelas memang saat itu belum ada pabrik sikat gigi dan odol....ini realitas..!! Lah bagi saya yang terlahir di Negeri yang memiliki kultur budaya berbeda, tentu saja ogah niru-niru perlakuan seperti itu. Apakah lalu saya dikatakan tidak mengikuti sunnah Kanjeng Nabi??? Apakah lantas saya berhak menyandang predikat murtad?"
Si mas kembali mengerutkan dahinya...
"Memang benar bahwa semua yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw itu (menurut Islam) adalah sunnah, yang namanya sunnah itu silahkan dilakukan bagi mereka yang mau dan mampu untuk melakukannya...bagi mereka yang tidak mau dan tidak mampu ya tidak ada paksaan untuk melakukannya. Yang perlu ditanamkan ke dalam diri kita adalah semua yang dilakukan Nabi Muhammad Saw (menurut Islam...Nabi Isa As bagi nasrani, Nabi Musa As bagi yahudi dst) adalah bermanfaat bagi kita, tidak mungkin Nabi Muhammad Saw mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak membawa manfaat bagi kita."
"Apa yang dijelaskan bapak Tua itu baik, korelasinya dengan kemajuan Islam yang update mengikuti zamannya. Sementara si mas memiliki efek stagnan, selalu berafiliasi klasik. Memahami apa yang dipikirkan bapak Tua perlu loncatan pemahaman yang kuat mentalnya untuk tidak takut dituduh sebagai ahli bid'ah."
"Benar pak, menyesuaikan dengan keadaan sekarang memang perlu dan baik sekali, apalagi jika ditambah dengan melakukan ajaran-ajaran atau kebiasaan-kebiasaan orang-orang terdahulu yang dikenal mulia. Melakukan kebiasaan-kebiasaan orang-orang terdahulu tidaklah harus dilakukan dengan tanpa memperhatikan situsasi dan kondisi kita sekarang, justru dengan menyeimbangkan keduanya akan ditemukan kebiasaan-kebiasaan yang cocok untuk diri kita.
Nabi Muhammad Saw memang mencontohkan bersiwak, apakah jika tidak bersiwak kita menjadi murtad? Tentu tidak! Melakukan baik, tidak melakukan karena suatu alasan yang tidak meremehkan hal tersebut adalah boleh...tidak apa-apa. Bagi sebagian orang mungkin terlihat menjijikan tapi sebaiknya menghargai mereka yang melakukannya. Demikian pula sebaliknya.
Memang Nabi Muhammad Saw pernah makan dengan tangan, akan tetapi apakah jika makan pakai sendok itu menjadi ingkar sunnah? Belum tentu, tidak juga...harus dilihat alasannya dulu. Jika alasannya karena membenci Nabi Muhammad Saw maka ini yang lebih baik dihindari (bagi orang Islam khususnya). Jika tidak, maka boleh-boleh saja. Benar, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Bagi mereka yang memilih untuk makan tidak pakai sendok dengan alasan ingin ngalap barokah dari kebiasaan Nabi Muhammad Saw maka tidak sepantasnyalah kita memandang sebelah mata, sebab mereka berniat dengan bersungguh-sungguh ingin meniru Nabi Muhammad Saw.
Benar, meniru kebiasaan Nabi Muhammad Saw tidaklah akan bisa kita lakukan dengan 100% sama, hanya saja dengan keniatan karena kecintaan kita kepada beliau Saw maka kita meniru dengan semaksimal yang kita bisa. Meniru semampu kita.", si mas terlihat bersemangat sekali berbicara.
Tidak terasa mereka sudah berjam-jam mengobrol, makanan kecil sudah terlihat habis, gelas-gelas sudah kosong dari tadi tapi tidak menyurutkan obrolan mereka.
Ketika ada yang berpendapat bahwa ada sebagian orang yang mengawali dari syari'at dan ada sebagian yang mengawali dari hakikat, si mas kembali mengatakan yang memulai dari syari'at harus memahami mereka yang memulainya dari hakikat, akan tetapi sekarang ini ada yang mengaku-aku saja sudah memahami hakikat dengan melupakan atau tidak suka bicara syari'at. Berhati-hatilah!
"Padahal setahu saya...", si mas meneruskan bicaranya, "Setiap kepercayaan pasti ada syari'at-nya, syari'at = aturan. Di nasrani tentu ada syari'at, di buddha juga ada, dsb, jadi menurut saya sebaiknya kita tidak melupakan syari'at kita masing-masing. Yang Islam ya pakai syari'at Islam-nya...yang nasrani ya pakai syari'at-nya...yang buddha pakai syari'at-nya dst. Membiarkan sesuai keyakinannya ini saya pahami sebagai ke-universal-an dalam beragama, jadi menurut saya universal itu tidak mencampur-adukan satu keyakinan dengan keyakinan yang lainnya. Dan, satu hal, semuanya tentu ada syari'at-nya, ada aturannya, ada caranya...meski masing-masing berbeda."
Si bapak Tua tidak sependapat dengan si mas, "Pendapat panjenengan akan terbantahkan dengan kisah Musa dan Khidhir mas! Ada masanya syari'at akan runtuh dan gugur jika masuk dalam wilayah hakikat, terlebih lebih masuk dalam wilayah ma'rifat. Jika kita saklek...selalu berpegang kuat di syari'at, maka segala tingkah polah si Khidhir jelas akan batal demi hukum...njih nopo mboten?"
"Syari'at, hakikat dan ma'rifat itu satu paket...tidak dapat dipisah-pisahkan, termasuk dalam hal kasunyatan juga pasti terdapat ketiga hal tsb. Ketika bapak Sepuh dan kawannya mengatakan bahwa 'kasunyatan' tidak bisa dijelaskan dengan syari'at maka saya tidak sependapat sebab tiga hal itu tidak bisa dipisahkan. Dalam setiap hal pasti ada tiga itu.
Syari'at itu tidak saklek setahu saya pak, ketika kita tidak tahu atau ketika kita lupa atau ketika kita dalam keadaan terpaksa maka syari'at (aturan) ikut menyesuaikan situasi kondisi kita. Saya rasa itu yang terjadi dalam kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidhir As, antara keduanya berbeda pandangan maka syari'at yang mereka pakai juga tidak sama...menyesuaikan saja. Jadi berhakikat pun tetap pakai syari'at, pakai aturan!
Hmmm...pertanyaannya adalah apakah yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidhir As tsb, apakah berarti kita boleh meremehkan syari'at (aturan)? Tentu tidak... Pertanyaan kedua, apakah maqom kita sama dengan maqom Nabi Khidhir As sehingga kita bisa berbuat seperti Nabi Khidhir As? Menurut saya, ilmu kita tidak akan bisa menyamai ilmu para Nabi. Kalau tidak bisa menyamai, apakah kita bisa berbuat seperti Nabi Khidhir As? Hmmm...tentu tidak...!"
...berhati-hati dengan siapa kita berkumpul adalah sangat membantu kita mendekatkan diri kepada Allah Swt. Berkumpulah dengan orang-orang yang baik yang mendekatkan dirinya kepada Allah Swt dengan tidak melupakan adab dan tidak juga melupakan syari'at...agar kita mendapatkan manfaat dan barokah.
Suatu saat ketika orang-orang dari berbagai macam keyakinan berkumpul duduk-duduk sambil minum teh, kopi dan gorengan di sore hari itu, tiba-tiba salah seorang diantara mereka (sebut saja namanya bapak Sepuh) membuka obrolan.
"Ada 4 (empat) jalan menuju 'kasunyatan' (kenyataan), yaitu ilmu pengetahuan, filsafat, agama dan seni."
Menurut seorang sebelumnya (salah satu diantara mereka) "kasunyatan" adalah tidak bisa dijelaskan dengan syari'at (red. entah syari'at yang seperti apa yang dia maksudkan), semisal kalau lapar ya ini "kasunyatan" (kenyataan) bahwa kita lapar...tidak butuh ayat untuk menyakinkan bahwa ini lapar. Kalau lapar ya makan, kalau mengantuk ya tidur, kalau capai ya istirahat dsb.
Hmmm...seorang mas-mas mengerutkan dahinya bagaimana bisa tidak memakai syari'at padahal menurutnya syari'at (aturan) itu pasti ada dalam setiap hal.
Setelah mengatur nafas si mas lalu bertanya,
"Saya ada beberapa pertanyaan, pertama diantara 4 (empat) jalan menuju 'kasunyatan' yang bapak sampaikan di bawah, mana yang lebih utama dibandingkan dengan lainnya, pak, filsafat-kah atau ilmu pengetahuan-kah atau agama-kah atau seni-kah?
Kedua, bapak mengatakan bahwa 'kasunyatan' tidak bisa diterangkan dengan ilmu agama (syari'at)...hmmm...setahu saya apapun itu ada sisi luar dan ada sisi dalamnya, kalau dikatakan syari'at itu sisi luar agama...nah bagaimana dengan sisi dalamnya agama, pak, apakah masih juga tidak bisa menjelaskan tentang kasunyatan ini, pak?
Bapak tadi mengatakan bahwa contoh 'kasunyatan' itu diantaranya kalo lapar ya makan tidak perlu pake ayat segala. Cmiiw. Hmmm...benar tapi kalo ingin menambahi dengan tata krama makan gimana, pak? Sedangkan Nabi Saw (menurut Islam) adalah orang yang paling baik mencontohkan bagaimana tata krama makan yang indah dan sehat, itu diketahui lewat hadits atau kitab-kitab kuno yang merujuk kepada Alqur'an. Atau kalo lapar ya makan aja tanpa memperhatikan tata krama, pak? Orang jawa dikenal mengedepankan tata krama dalam segala hal. Cmiiw. Bagaimana menurut bapak? Matur nuwun."
Suasana agak sepi setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, bapak Sepuh yang ditanya belum menjawab. Tapi itu tidak berlangsung lama sebab seorang bapak yang baru saja datang (sebut saja bapak Tua) langsung menanggapinya dengan nada kurang mengenakan untuk didengar.
"Huiiiiiiiiiikkk... Mohon ma'af...ikutan nyelani, habisnya saya kok tergelitik dengan pertanyaan-pertanyaan mas yang tadi yaitu menurut mas tadi bahwa Nabi Saw (menurut Islam) adalah orang yang paling baik mencontohkan bagaimana tata krama makan yang indah dan sehat, itu diketahui lewat hadits atau kitab-kitab kuno yang merujuk kepada Alqur'an. Itu menurutnya.
Tanggapan saya...makan 'muluk' (makan pakai tangan) nggak pake sendok? Makan sayuran diobok-obok bergiliran? Selesai makan tangan 'diklamutin' (nggak dicuci )? Gosok gigi pake akar-akaran (siwak )? Di jaman seperti sekarang ini, contoh seperti diatas masih bisa dikatakan indah dan sehat?
Biar aku asli wong jowo, nek niru-niru toto kromo koyo mengkono yo emoh tenan aku pak..pak...nggilani....kemproh kuwi arane! (red. Biar aku asli orang jawa, tapi kalau meniru-niru tata krama seperti itu ya aku benar-benar tidak mau pa..pak...menjijikan itu namanya!)
Rujukan boleh saja pake Hadits dan teks book Kitab Alqur'an tapi jangan telan mentah-mentah secara harfiah..ora enak rasane tur akeh pulute (red. Tidak enak rasanya dan banyak getahnya). Hadits itu pendapat seseorang pada Jaman kolo bendhu (jaman Sepur Lempung ) yang belum tentu valid dan cocok di cita rasa kita yang hidup di jaman sekarang ini. Kalau cocok dipakai, kalau nggak pas dirasa...simpen saja dalam kotak lemari. Sesuatu yang nggak cocok lagi terus kita paksakan itu namanya merugikan diri sendiri, nek boso Podhokane, boso Pesantrene mendzolimi diri sendiri."
Suasana mulai memanas...si mas yang bertanya tadi langsung merasakan kemarahan di dadanya...bluuurrr...seperti kayu kering disiram minyak dan dibakar tiba-tiba. Dia diam tidak menanggapi, dia ingin menganggapi tapi tidak sekarang...dia mengatur nafas dan ngobrol dengan orang-orang di sebelahnya agar rasa marah ini surut. Setelah beberapa jam rasa marahnya surut, dia lalu mencoba menanggapinya dengan sesopan mungkin agar tidak menyinggung bapak itu dan maksudnya tersampaikan.
"Salaf (orang-orang terdahulu) adalah orang-orang yang dikenal sangat dekat dengan Tuhan, lihatlah bagaimana ilmu-ilmu mereka, lihatlah bagaimana amal-amal mereka, lihatlah bagaimana ibadah mereka, lihatlah mereka tidak melupakan adab meski mereka mempunyai ilmu yang sangat tinggi, mereka dikenal mulia karena mereka mengikuti kebiasaan-kebiasaan mulia yang sebagian kebiasaan-kebiasaan itu saat ini dianggap menjijikkan dan tidak sesuai jaman. Orang-orang mulia pasti mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang mana kebaikkan itu tidak lekang oleh jaman. Ketika Nabi Saw mengatakan jangan makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang, maka ini bermanfaat sekali terhadap kesehatan kita...ini juga diakui hingga saat ini.
Semua hal itu ada kulitnya dan ada isinya, begitu juga dengan kebiasaan makan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Tidak mungkin beliau Saw mengajarkan / mencontohkan hal-hal yang tidak ada isinya, mungkin bagi sebagian orang kebiasaan-kebiasaan itu terkesan menjijikan tapi seorang Nabi tidak akan mengajarkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi kita.
Kalau panjenengan tidak berkenan dengan kebiasaan-kebiasaan tersebut ya saya tidak bisa memaksa panjenengan untuk suka, hanya saja ada baiknya dilihat apa ya makna dari kebiasaan-kebiasaan tsb, aaahhh...mungkin ini ada kebaikan bagi tubuh kita kalau dilihat dari bidang kesehatan misalnya. Seperti itu...matur nuwun."
Aaaaahhhhh...si mas tadi menghela nafas lega, maklumlah dia termasuk orang yang susah bicara ketika berhadapan dengan orang banyak. Setelah minum teh di dekatnya dan mengatur nafas, dia kemudian menunggu bagaimana tanggapan mereka. Yang dia tunggu sebenarnya jawaban dari bapak Sepuh tapi sampai saat ini belum menjawab juga beliau, entah kemana beliau kok tidak terlihat...hmmm...
"Pemahaman mengikuti konsep Sunnah Rosul memang harus difahami arif atau bijak. Memahami sesuatu tentu mengalir menikuti arus dan budaya. Para Muslimin memang mengidolakan Rosul sebagai mahluk ideal, mereka menyebutnya berpijak pada sunah Rosul. Adalah paling mudah mengikuti sesuatu yang terkonsep dalam hal ini mengikuti yang tertulis dalam untaian kata hadits secara letter lux. Mengikuti hadits secara letterlux juga berbahaya membuat stagnasi dalam Islam, karena kemajuan Islam nanti akan berakhir menjadi tak bergerak, berakhir seperti zaman rosul saja.", seorang bapak setengah baya ikut urun bicara.
"Terima kasih pak, setahu saya berspiritual atau beruniversal atau ber-'kasunyatan' atau apapun-lah sebutannya boleh...hanya saja lebih baik tidak melupakan adap atau tata krama dalam apapun juga. Seingat saya, adap yang membedakan kita manusia dengan mereka yang bukan manusia. Tata krama kita tidak sama, saya bertanya kepada bapak Sepuh dengan memisalkan secara Islam sebab saya orang Islam, apakah ber-'kasunyatan' itu tidak memperdulikan adap atau tata krama atau tidak? Silahkan bapak Sepuh menjelaskan...matur nuwun. Penjenengan benar, masing-masing punya tata krama sendiri-sendiri hanya saja tidak seharusnyalah mereka mengolok-olok tata krama orang lain.", ujar si mas sambil melirik ke bapak Tua.
Terlihat di kejauhan bapak Sepuh kembali memasuki ruangan, duduk dan tersenyum, "Jangan bermain di filsafat saja...karena tulisan esoteris atau 'kasunyatan' bukan 'kasunyatan' sendiri. Tidak bisa menghantarkan seseorang mengalami pencerahan di dalam. Apa yang dimaksud Filsafat? Pilih yang mana? Ini jebakan pertanyaan Pikiran!"
Jebakan pertanyaan pikiran? Si mas heran! "Apa yang panjenengan maksud dengan jebakan pertanyaan pikiran? Bukankah ketika kita mendengar atau melihat hal-hal yang baru bagi kita, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal tersebut pak, sebelum kita memahaminya? Ataukah menurut bapak ketika disampaikan kepada kita tentang hal-hal yang baru, apakah kita seharusnya menekan pertanyaan mana pilihan yang lebih utama diantara hal-hal tersebut?"
Bapak Sepuh tidak segera menjawab pertanyaan si mas. Bapak-bapak yang lain terlihat menikmati apa yang tersaji di hadapan mereka. Lama juga sampai akhirnya ada seorang yang memecahkan kesunyian menanggapi, "Semua ke empat pilihan itu adalah ekspresi, bila mampu ambil empat-empatnya ini hanya metodik berkomunikasi, kalau nggak bisa ya cukup satu yang paling diminati."
"Hmmm...trm ksh, pak. Pada sekilas ada yang berkata "biarkan mereka berfilsafat"...hmmm...menurut panjenengan bagaimana teknik "membiarkan" tersebut, pak? Apalagi ketika timbul pertanyaan tentang apa yang mereka sampaikan, apakah ketika melontarkan pertanyaan tersebut membuat kita 'terjerumus' ke dalam jebakan pertanyaan pikiran? Atakah biarkan mereka berkata apapun yang mereka mau tanpa boleh timbul pertanyaan dari yang mendengarkannya? Hmmm...(red. Jidat si mas berkerut?)..."
"Kita juga harus berterima kasih.kepada mereka yang mendarma-baktikan hidupnya melalui iptek. Mereka iqro' atau membaca.tulisan langsung dari alam. Luar biasa! Maka...menurut saya...(yang sering diobrolkan sama teman-teman). Pilihan terserah masing-masing dengan beragama atau tanpa agama pun silahkan saja mana yang lebih utama dan penting. Kita EGP (red. Emang Gue Pikirin) saja!", kata bapak Sepuh. Cara menyampaikannya halus memang tapi sedikit "menusuk" hati si mas dan beberapa orang.
"Baiklah, pak, saya mulai paham kemana arah pembicaraan bapak. Jangan khawatir pak, saya sudah punya pilihan sendiri hanya saja yang saya maksudkan dengan pertanyaan-pertanyaan saya adalah saya ingin tahu bagaimana bapak menjelaskan hubungan kasunyatan dengan bagian dalam dari agama (katakanlah non syari'at), apakah bisa dijelaskan atau tidak itu yang ingin saya ketahui dari bapak.
Lalu, apakah 'kasunyatan' itu harus dilakukan bebas-bebas aja tanpa terpengaruh oleh tata krama ataukah tidak, kemarin saya mencontohkan dari sisi Islam, silahkan kalo bapak ingin mencontohkan dari sisi yang lain...yang penting menjawab keingintahuan saya tentang hubungan 'kasunyatan' dengan tata krama.
Menurut saya begini pak, 'kasunyatan' itu harus tetap memakai tata krama. Misal lapar ya solusinya makan biar tidak lapar, tapi makan yang bagaimana ini? Apakah langsung makan milik orang lain tanpa ijin ataukah makan benda apapun di dekat kita ataukah mencari makanan yang layak kita makan ataukah...?
Tentu makan yang halal dan thoyib kan, pak?! Gula itu halal (selama tidak didapat dari mencuri milik orang dan tercampur hal-hal yang dilarang Islam) tapi tidak thoyib bagi penderita penyakit diabetes, jadi yang halal tidak selamanya thoyib...tergantung kondisi kita. Halal belum tentu thoyib dan begitu juga sebaliknya, ini menurut saya nah apakah menurut bapak juga demikian ataukah tidak?
...ini yang ingin saya ketahui dari bapak yaitu bagaimana pendapat bapak, jangan khawatir saya akan memilih yang terbaik bagi diri saya dan orang-orang yang terdekat dengan saya. Matur nuwun."
Si bapak Sepuh kembali diam tidak buru-buru menjawab pertanyaan si mas, padahal si mas sudah makin geregetan ingin mendengar tanggapan bapak Sepuh.
Suasana kembali memanas ketika bapak Tua berbicara, "Cara makan, gosok gigi dll yang saya sampaikan itu adalah sangat erat kaitannya dengan berbagai keterbatasan fasilitas pada masa itu. Artinya ketika Kanjeng Nabi selesai makan, terus tangannya dikelamutin sampai-sampai piringnya pun dijilatin sebenarnya karena kondisi yang saat itu kesulitan untuk mendapatkan air. Gosok gigi pake akar (siwak) yah jelas memang saat itu belum ada pabrik sikat gigi dan odol....ini realitas..!! Lah bagi saya yang terlahir di Negeri yang memiliki kultur budaya berbeda, tentu saja ogah niru-niru perlakuan seperti itu. Apakah lalu saya dikatakan tidak mengikuti sunnah Kanjeng Nabi??? Apakah lantas saya berhak menyandang predikat murtad?"
Si mas kembali mengerutkan dahinya...
"Memang benar bahwa semua yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw itu (menurut Islam) adalah sunnah, yang namanya sunnah itu silahkan dilakukan bagi mereka yang mau dan mampu untuk melakukannya...bagi mereka yang tidak mau dan tidak mampu ya tidak ada paksaan untuk melakukannya. Yang perlu ditanamkan ke dalam diri kita adalah semua yang dilakukan Nabi Muhammad Saw (menurut Islam...Nabi Isa As bagi nasrani, Nabi Musa As bagi yahudi dst) adalah bermanfaat bagi kita, tidak mungkin Nabi Muhammad Saw mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak membawa manfaat bagi kita."
"Apa yang dijelaskan bapak Tua itu baik, korelasinya dengan kemajuan Islam yang update mengikuti zamannya. Sementara si mas memiliki efek stagnan, selalu berafiliasi klasik. Memahami apa yang dipikirkan bapak Tua perlu loncatan pemahaman yang kuat mentalnya untuk tidak takut dituduh sebagai ahli bid'ah."
"Benar pak, menyesuaikan dengan keadaan sekarang memang perlu dan baik sekali, apalagi jika ditambah dengan melakukan ajaran-ajaran atau kebiasaan-kebiasaan orang-orang terdahulu yang dikenal mulia. Melakukan kebiasaan-kebiasaan orang-orang terdahulu tidaklah harus dilakukan dengan tanpa memperhatikan situsasi dan kondisi kita sekarang, justru dengan menyeimbangkan keduanya akan ditemukan kebiasaan-kebiasaan yang cocok untuk diri kita.
Nabi Muhammad Saw memang mencontohkan bersiwak, apakah jika tidak bersiwak kita menjadi murtad? Tentu tidak! Melakukan baik, tidak melakukan karena suatu alasan yang tidak meremehkan hal tersebut adalah boleh...tidak apa-apa. Bagi sebagian orang mungkin terlihat menjijikan tapi sebaiknya menghargai mereka yang melakukannya. Demikian pula sebaliknya.
Memang Nabi Muhammad Saw pernah makan dengan tangan, akan tetapi apakah jika makan pakai sendok itu menjadi ingkar sunnah? Belum tentu, tidak juga...harus dilihat alasannya dulu. Jika alasannya karena membenci Nabi Muhammad Saw maka ini yang lebih baik dihindari (bagi orang Islam khususnya). Jika tidak, maka boleh-boleh saja. Benar, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Bagi mereka yang memilih untuk makan tidak pakai sendok dengan alasan ingin ngalap barokah dari kebiasaan Nabi Muhammad Saw maka tidak sepantasnyalah kita memandang sebelah mata, sebab mereka berniat dengan bersungguh-sungguh ingin meniru Nabi Muhammad Saw.
Benar, meniru kebiasaan Nabi Muhammad Saw tidaklah akan bisa kita lakukan dengan 100% sama, hanya saja dengan keniatan karena kecintaan kita kepada beliau Saw maka kita meniru dengan semaksimal yang kita bisa. Meniru semampu kita.", si mas terlihat bersemangat sekali berbicara.
Tidak terasa mereka sudah berjam-jam mengobrol, makanan kecil sudah terlihat habis, gelas-gelas sudah kosong dari tadi tapi tidak menyurutkan obrolan mereka.
Ketika ada yang berpendapat bahwa ada sebagian orang yang mengawali dari syari'at dan ada sebagian yang mengawali dari hakikat, si mas kembali mengatakan yang memulai dari syari'at harus memahami mereka yang memulainya dari hakikat, akan tetapi sekarang ini ada yang mengaku-aku saja sudah memahami hakikat dengan melupakan atau tidak suka bicara syari'at. Berhati-hatilah!
"Padahal setahu saya...", si mas meneruskan bicaranya, "Setiap kepercayaan pasti ada syari'at-nya, syari'at = aturan. Di nasrani tentu ada syari'at, di buddha juga ada, dsb, jadi menurut saya sebaiknya kita tidak melupakan syari'at kita masing-masing. Yang Islam ya pakai syari'at Islam-nya...yang nasrani ya pakai syari'at-nya...yang buddha pakai syari'at-nya dst. Membiarkan sesuai keyakinannya ini saya pahami sebagai ke-universal-an dalam beragama, jadi menurut saya universal itu tidak mencampur-adukan satu keyakinan dengan keyakinan yang lainnya. Dan, satu hal, semuanya tentu ada syari'at-nya, ada aturannya, ada caranya...meski masing-masing berbeda."
Si bapak Tua tidak sependapat dengan si mas, "Pendapat panjenengan akan terbantahkan dengan kisah Musa dan Khidhir mas! Ada masanya syari'at akan runtuh dan gugur jika masuk dalam wilayah hakikat, terlebih lebih masuk dalam wilayah ma'rifat. Jika kita saklek...selalu berpegang kuat di syari'at, maka segala tingkah polah si Khidhir jelas akan batal demi hukum...njih nopo mboten?"
"Syari'at, hakikat dan ma'rifat itu satu paket...tidak dapat dipisah-pisahkan, termasuk dalam hal kasunyatan juga pasti terdapat ketiga hal tsb. Ketika bapak Sepuh dan kawannya mengatakan bahwa 'kasunyatan' tidak bisa dijelaskan dengan syari'at maka saya tidak sependapat sebab tiga hal itu tidak bisa dipisahkan. Dalam setiap hal pasti ada tiga itu.
Syari'at itu tidak saklek setahu saya pak, ketika kita tidak tahu atau ketika kita lupa atau ketika kita dalam keadaan terpaksa maka syari'at (aturan) ikut menyesuaikan situasi kondisi kita. Saya rasa itu yang terjadi dalam kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidhir As, antara keduanya berbeda pandangan maka syari'at yang mereka pakai juga tidak sama...menyesuaikan saja. Jadi berhakikat pun tetap pakai syari'at, pakai aturan!
Hmmm...pertanyaannya adalah apakah yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidhir As tsb, apakah berarti kita boleh meremehkan syari'at (aturan)? Tentu tidak... Pertanyaan kedua, apakah maqom kita sama dengan maqom Nabi Khidhir As sehingga kita bisa berbuat seperti Nabi Khidhir As? Menurut saya, ilmu kita tidak akan bisa menyamai ilmu para Nabi. Kalau tidak bisa menyamai, apakah kita bisa berbuat seperti Nabi Khidhir As? Hmmm...tentu tidak...!"
...berhati-hati dengan siapa kita berkumpul adalah sangat membantu kita mendekatkan diri kepada Allah Swt. Berkumpulah dengan orang-orang yang baik yang mendekatkan dirinya kepada Allah Swt dengan tidak melupakan adab dan tidak juga melupakan syari'at...agar kita mendapatkan manfaat dan barokah.
Monday, March 02, 2009
Kabar Gembira
Oleh : Yusa Nugroho
Hampir tengah hari ketika dua orang duduk di dekat tempat "air barokah" kawasan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu (Demak), sambil berdzikir mereka berdua mendengarkan sang guru yang memberikan nasehatnya.
"Sampaikan kabar gembira kepada mereka!", kata sang guru.
Setengah berbisik salah seorang diantara mereka bertanya kepada temannya, "Kabar gembira apa ya?"
Setengah menoleh yang ditanya ini menjawab, "Kabar gembira untuk mereka yang berubah menjadi lebih baik daripada hari-hari yang lalu. Kalau di hari-hari yang lalu kita terlalu mudah membiacarakan orang lain, terlalu mudah untuk membenci orang lain, terlalu mudah untuk meninggalkan sholat, terlalu malas dsb...sedangkan di hari ini mereka menjadi tidak suka membicarakan orang lain, menjadi berhati-hati membenci orang lain, menjadi menjaga sholat, berubah jadi lebih rajin maka kabar gembira ini pantas disampaikan kepada mereka. Kabar gembira bahwa mereka sudah menempuh jalan hidayah Allah Swt.
Ingatlah bahwa sering kali kita menjadi malas adalah karena terlalu memikirkan orang lain, terlalu membicarakan orang lain (ghibah atau "ngrasani"), terlalu iri dengan apa yang orang lain miliki, tidak bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah Swt kepada dirinya, terlalu mudah tersinggung, tidak menerima apa adanya dsb. Itu semua menyebabkan pikiran kita tegang dan pusing yang mana ini mengakibatkan kita menjadi malas dan cepat bosan untuk melakukan amal-amal kebaikan, wirid-wirid kita kacau, sholat-sholat kita berantakan, badan kita sakit tapi tidak mau berdo'a kepada Allah Swt...mulut hanya hanya mengeluh saja tanpa mau sholat mengingat Allah Swt bahkan "ngambek" setengah protes kepada Allah Swt kenapa hidup kok cuma begini-begini saja, sudah saja.
Ketika kita sudah tidak mau sholat dan mengingat Allah Swt, terkesan marah kepada Allah Swt, maka dikhawatirkan ini menjadi bala' kepada dirinya. Tidak ada yang mampu menahan bala' dari Allah Swt!"
"Saya jadi ingat seseorang...karena engkau lebih akrab dengan sang guru, coba mintakan tolong kepada sang guru agar ikut mendo'akan orang ini."
"Baiklah, saya coba...", jawabnya menyanggupi. Dia melihat sang guru masih berdiri di sudut "cungkup", kemudian dia mendekat dan memohon kepada sang guru.
"Guru, kami ada kenalan yang akhir-akhir ini melupakan sholatnya, sudah tidak terlihat lagi berdzikir, mulut kadang-kadang terdengar menyebut kata 'Allah' tapi dia tidak terlihat sholat oleh kawan saya itu. Dulu dia pernah ikut thoriqoh dengan di-bai'at sebelumnya, ziarah ke sana kemari, mudah marah bahkan kepada anak cucunya, tapi sekarang kondisinya mengkhawatirkan tidak berdaya di tempat tidur. Ketika kami mencoba mengingatkannya, dia menolak bahkan mempertanyakan kenapa kami memaksa dia untuk sholat...dia marah, guru. Kami tidak ingin melihat dia meninggal dalam keadaan tidak sholat, dalam keaadaan buruk, jadi tolong dia, guru..."
Sang guru juga mengkhawatirkan ini bala' Allah Swt kepada dia, "Aku tidak bisa menolongnya, kemungkinan ini bala' Allah Swt untuk dia. Kalian saja yang mencoba menolongnya dengan membaca wirid-wirid yang nanti aku ajarkan."
"Duh, guru tolonglah dia, guru...", aku coba memohon.
"Aku tidak bisa!", sang guru kembali menolak.
"Guru..."
"Tidak bisa! Kalian yang lebih baik mencoba menolongnya karena kalian orang terdekatnya."
"Baiklah, guru, kami ikut apa yang guru perintahkan. Apa yang harus kami lakukan, guru?"
Kemudian sang guru memberitahu kepada kami apa yang harus kami lakukan, intinya adalah semua kembali kepada Allah Swt...apa yang kami kerjakan adalah semata-mata ikhtiar saja, hasil adalah hak Allah Swt.
Kami terdiam begitu mengetahui betapa banyak yang harus kami lakuan untuk membantu kawan kami itu. Duh, betapa beratnya akibat dari melupakan sholat, meninggalkan wirid-wirid dan terlalu berharap kepada dunia tanpa melihat bahwa sesungguhnya akhiratlah tujuan yang lebih baik...bahkan seorang guru yang mulia saja tidak mampu menolongnya, hanya Allah Swt yang Maha Menolong.
"Jangan lupa bacalah Alqur'an surat Al Ma'idah ayat 39!", pesan sang guru ketika kami hampir pamit pulang.
Al Maa'idah : 39
"Maka barang siapa bertobat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Hampir tengah hari ketika dua orang duduk di dekat tempat "air barokah" kawasan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu (Demak), sambil berdzikir mereka berdua mendengarkan sang guru yang memberikan nasehatnya.
"Sampaikan kabar gembira kepada mereka!", kata sang guru.
Setengah berbisik salah seorang diantara mereka bertanya kepada temannya, "Kabar gembira apa ya?"
Setengah menoleh yang ditanya ini menjawab, "Kabar gembira untuk mereka yang berubah menjadi lebih baik daripada hari-hari yang lalu. Kalau di hari-hari yang lalu kita terlalu mudah membiacarakan orang lain, terlalu mudah untuk membenci orang lain, terlalu mudah untuk meninggalkan sholat, terlalu malas dsb...sedangkan di hari ini mereka menjadi tidak suka membicarakan orang lain, menjadi berhati-hati membenci orang lain, menjadi menjaga sholat, berubah jadi lebih rajin maka kabar gembira ini pantas disampaikan kepada mereka. Kabar gembira bahwa mereka sudah menempuh jalan hidayah Allah Swt.
Ingatlah bahwa sering kali kita menjadi malas adalah karena terlalu memikirkan orang lain, terlalu membicarakan orang lain (ghibah atau "ngrasani"), terlalu iri dengan apa yang orang lain miliki, tidak bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah Swt kepada dirinya, terlalu mudah tersinggung, tidak menerima apa adanya dsb. Itu semua menyebabkan pikiran kita tegang dan pusing yang mana ini mengakibatkan kita menjadi malas dan cepat bosan untuk melakukan amal-amal kebaikan, wirid-wirid kita kacau, sholat-sholat kita berantakan, badan kita sakit tapi tidak mau berdo'a kepada Allah Swt...mulut hanya hanya mengeluh saja tanpa mau sholat mengingat Allah Swt bahkan "ngambek" setengah protes kepada Allah Swt kenapa hidup kok cuma begini-begini saja, sudah saja.
Ketika kita sudah tidak mau sholat dan mengingat Allah Swt, terkesan marah kepada Allah Swt, maka dikhawatirkan ini menjadi bala' kepada dirinya. Tidak ada yang mampu menahan bala' dari Allah Swt!"
"Saya jadi ingat seseorang...karena engkau lebih akrab dengan sang guru, coba mintakan tolong kepada sang guru agar ikut mendo'akan orang ini."
"Baiklah, saya coba...", jawabnya menyanggupi. Dia melihat sang guru masih berdiri di sudut "cungkup", kemudian dia mendekat dan memohon kepada sang guru.
"Guru, kami ada kenalan yang akhir-akhir ini melupakan sholatnya, sudah tidak terlihat lagi berdzikir, mulut kadang-kadang terdengar menyebut kata 'Allah' tapi dia tidak terlihat sholat oleh kawan saya itu. Dulu dia pernah ikut thoriqoh dengan di-bai'at sebelumnya, ziarah ke sana kemari, mudah marah bahkan kepada anak cucunya, tapi sekarang kondisinya mengkhawatirkan tidak berdaya di tempat tidur. Ketika kami mencoba mengingatkannya, dia menolak bahkan mempertanyakan kenapa kami memaksa dia untuk sholat...dia marah, guru. Kami tidak ingin melihat dia meninggal dalam keadaan tidak sholat, dalam keaadaan buruk, jadi tolong dia, guru..."
Sang guru juga mengkhawatirkan ini bala' Allah Swt kepada dia, "Aku tidak bisa menolongnya, kemungkinan ini bala' Allah Swt untuk dia. Kalian saja yang mencoba menolongnya dengan membaca wirid-wirid yang nanti aku ajarkan."
"Duh, guru tolonglah dia, guru...", aku coba memohon.
"Aku tidak bisa!", sang guru kembali menolak.
"Guru..."
"Tidak bisa! Kalian yang lebih baik mencoba menolongnya karena kalian orang terdekatnya."
"Baiklah, guru, kami ikut apa yang guru perintahkan. Apa yang harus kami lakukan, guru?"
Kemudian sang guru memberitahu kepada kami apa yang harus kami lakukan, intinya adalah semua kembali kepada Allah Swt...apa yang kami kerjakan adalah semata-mata ikhtiar saja, hasil adalah hak Allah Swt.
Kami terdiam begitu mengetahui betapa banyak yang harus kami lakuan untuk membantu kawan kami itu. Duh, betapa beratnya akibat dari melupakan sholat, meninggalkan wirid-wirid dan terlalu berharap kepada dunia tanpa melihat bahwa sesungguhnya akhiratlah tujuan yang lebih baik...bahkan seorang guru yang mulia saja tidak mampu menolongnya, hanya Allah Swt yang Maha Menolong.
"Jangan lupa bacalah Alqur'an surat Al Ma'idah ayat 39!", pesan sang guru ketika kami hampir pamit pulang.
Al Maa'idah : 39
"Maka barang siapa bertobat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."