Wednesday, September 03, 2008

Antara Berkonsep & Tidak Berkonsep

Hendra :
Ada seorang filosofi mengatakan mengenai konsep tentang agama : untuk masyarakat umum beragama itu adalah benar atau baik, untuk orang bijak (wise people) beragama itu adalah palsu, untuk penguasa beragama itu adalah alat yang berguna. Monggo mas mas mau berkonsep yang mana...he..he…


Dhika :
Wah.. bingung nih Mas mau pake yang mana. Benarkah beragama itu baik? Buktinya banyak kekerasan dilakukan atas nama agama. Apa iya mas orang-orang bijak mengatakan agama itu palsu sebab banyak juga orang-orang (yang saya anggap) bijak justru berangkat dari nilai-nilai agama. Terus untuk penguasa agama... hehehe.. kalau yang ini no komen deh...


Yusa :
Keras atau tidak itu relatif...beragama tidak berarti keras sebagaimana terlihat di tivi dan koran, tergantung bagaimana kita bersikap. Jangan bingung, mas...silahkan dipilih dengan rasa.



Adji :
Setuju mas Yusa, beliau-beliau itu yang melakukan kekerasan dengan 'jubah' agama sedang ber-proses menjadi bukan diri-Nya. Tak akan ada tinggi, bila seseorang tidak mengenal apa itu rendah. Tak akan ada KASIH SAYANG bila seseorang belum melakukan KEKERASAN.


Yusa :
Bisa jadi seperti itu tapi jangan lantas niat sengaja melakukan kekerasan dulu agar nanti bisa berkasih-sayang...jangaaan...jangan! Berusahalah semaksimal mungkin berkasih-sayang, kalau terpeleset melakukan kekerasan usahakan agar itu sebuah kekhilafan. Khilaf adalah alami dan wajar. Sementara kesengajaan berbeda dengan kekhilafan. Ngaten, mas Adji?



Semar Samiaji :
Mas Yusa...ijinkan bertanya...jika Mas sudah pilih dan itu sesuai dengan makna kekerasan yang Mas pahami dan kaji...lalu, saat ada peristiwa bentuk kekerasan yang demikian, apa yang Mas UJUDkan dalam hidup dan kehidupan NYATA?

...Misalnya suatu majelis, apakah membuka wacana agar bisa ujudkan hidup dalam kedamaian TANPA mengecap pihak lain dengan kata misal syirik, musyrik dsb...atau membangun satu pandangan bahwa pilihan RITUAL adalah hak setiap individu, sehingga kalau ada yang melakukan ritual dengan cara yang berbeda sebagai mana keyakinan Mas BUKAN satu hal yang perlu dibahas atau dikaji DI LINGKUNGAN yang SEJENIS dengan Mas.....

Semoga ini adalah juga termasuk UJUD rasa pilihan ya Mas....


Yusa :
Setiap perbuatan tentu ada balasannya, ada sebab tentu ada akibat. Jika ada seseorang hari ini mengalami ketidak-nyamanan karena perbuatan orang lain maka (diluar salah atau tidak korban) yang perlu dipertanyakan apa yang sudah dia lakukan tempo hari kok hari ini dia disakiti orang lain.


Tapi ini tidak berarti kita boleh dengan sengaja berniat sejak awal menyakiti, tidak sama sekali tidak boleh berniat menyakiti orang. Yang sering kali timbul adalah sejak awal berniat baik, tapi di tengah jalan karena banyak hal maka dia menjadi mengikuti hawa nafsunya, emosi timbul, kemarahan berhadapan dengan kemarahan hingga timbul perselisihan.

Yang baik jadi tidak baik!

Berusaha berniat baik semaksimal mungkin, berusaha tidak emosi, kalaupun emosi berusaha hanya di dalam hati saja dan jangan ujudkan lewat lesan atau perbuatan agar tidak menimbulkan perselisihan. Minimal seperti itu. Meredam api di hati kita sendiri lebih mudah daripada meredam api yang sudah terlanjur membakar hati orang lain. Kalau orang lain ikut terbakar maka ada dua pekerjaan kita, meredam api di hati kita dan api di hati mereka. Meminimalkan akibat insya Allah lebih baik.Tapi tentu berbuat baik kepada dirinya sendiri dan sesama adalah lebih baik. Tidak ada yang terbakar, tidak ada pertentangan sehingga semuanya akan mudah berjalan menuju kebaikan, menuju Allah Swt lewat jalannya masing-masing.

Yang tidak baik itu perbuatannya, bagaimana orangnya apakah berstatus pendosa di hadapan Allah Swt ketika sudah melakukan maksiat? Allahu a'lam...hanya Allah Swt Yang Maha Mengetahui hamba-Nya. Kita lebih baik berbaik-sangka.

Seperti bapak, disaat mengetahui ada yang kurang pada saya maka bapak tentu akan mengingatkan agar saya menjadi lebih baik lagi. Lalu, apakah saya mutlak pendosa di hadapan Allah Swt? Ya Allaaah...saya harap Allah mengampuni dosa-dosa saya.


Adji :
Kekerasan bukan saja terjadi pada lingkup jasad atau fisikal, tetapi juga pada sisi mental atau psikologi. Kekerasan dalam iman atau dogma atau konsep mungkin salah satunya. Pada sebagian orang, kekerasan dilakukan tanpa di SADARI, tetapi kembali lagi, ini adalah PROSES.


Yusa :
Betul...semua ini adalah proses dan semoga proses-proses kita ini menghasilkan hasil yang baik bagi kita dan sekitar kita.



Hendra :
Bila itu sebuah KEKHILAFAN adalah alami dan wajar...wah ini sulit bagi saya untuk menerimanya..karena pada dasarnya manusia itu baik. Bagaimana menurut pengertian Mas Yusa apa yang dimaksud dengan alami dan wajar sebagai difinisi KEKHILAFAN.


Yusa :
Maksud saya khilaf itu perbuatan yang tidak disengaja, artinya sejak awal perbuatan kita tidak berniat dengan sengaja akan menyakiti orang misalnya. Kalau di tengah jalan dia berbuat keliru maka itu alami selama dia berusaha berbuat baik, menghindari kekerasan. Selama menjadi manusia maka salah, keliru, khilaf, baik, benar dsb adalah wajar.


Tapi kalau khilaf ini sering dilakukan maka harus diperbaiki agar bertambah lebih baik lagi.Pada dasarnya memang baik tapi ada banyak hal yang bisa membuat kita menjadi tidak baik, selain faktor dari dalam, faktor lingkungan bisa juga.


Adji :
Itu sih namanya 'mohon maklum' kali ya mas Yusa? :-)


Yusa :
Iya mas, namanya juga manusia tidak luput dari salah dan keliru. Itulah salah satu beda kita (makhluq) dengan Tuhan Yang Maha Benar.


Semar Samiaji :
Mas Yusa yang baik...hapunten, saya BUKAN penganut paham sebab akibat...semua sifat yang Mas nyatakan sebagai itu semua ada di dalam setiap diri manusia, begitu pun saya....namun, konteks yang perlu dikaji dan syukur-syukur bisa diterapkan adalah "bagaimana" dengan pernyataan baik TANPA memberi penilaian kepada pihak lainnya....kenapa ini perlu? Karena yang akan MEMBERIKAN PUTUSAN AKHIR adalah YMK dan UtusanNYA...dalam keyakinan Mas ini yang dikenal dengan SYAFAAT....FAKTA adalah begitu banyaknya manusia yang aku2 jadi KEKASIH YMK....dengan segala bentuk dan penyampaiannya...NAMUN, kenapa ndak pernah NYATA dalam laku hidup dan kehidupan...

JIka memang BENAR2 merujuk kepada RASULnya masing2, seyogyanya hidup dan kehidupan makin ok dong...makin damai...makin toleran...namun, apa kenyataannya??...Ini fakta lho Mas....so, saat Mas sampaikan ini, juga mengingatkan kepada saya, apakah diri ini TERJEBAK dengan peri laku yang SUJATI dengan NYATA atau hanya "sanjung2" doang?

Apa yang ingin saya highlight adalah saat diri berproses PERLU juga meyakinkan ke diri bahwa kalau sudah YAKIN dengan YMK dan UtusanNYA...ya jangan berlebih-lebihan dengan manusia lainnya...ambil maknanya UJUD laku hidup dan kehidupan....dalam rangka mencapai apa yang sujatinya manusia....BUKAN dengan ajaran ini dan itu berlebih-lebihan namun UJUD NYATAnya malah sebaliknya apalagi menzalimi pihak lain dengan mengatasnamakan KEBAIKAN.

Apa yang sesungguhnya terjadi adalah BANYAKnya manusia yang HANYA jadi PENGEKOR....pengekor dari satu ajaran, TANPA mau menempatkan dengan SUNGUH2 TUHAN DAN UTUSANNYA dalam HATI YANG SUNGGUH2.....silahkan tanyakan ini ke dalam hati setiap diri.....silahkan.....


Yusa :
Panjenengan benar, saya harap kita semua bisa seperti yang bapak jelaskan. Kalaupun saat ini ada yang belum seperti itu, atau sudah tahu konsepnya tapi belum mengamalkannya mudah-mudahan apa yang kita lakukan adalah proses menuju ke arah itu yaitu menyatakan atau menyampaikan tanpa menilai.


Kalau saat ini masih banyak yang "menyampaikan sambil menilai" maka kesempatan bagi kita yang sudah bisa "menyampaikan dengan tidak menilai" untuk menambah kebaikan. Selama masih dikaruniai hidup insya Allah masih ada harapan. Amin.

Merujuk ke Rasul itu terbaik menurut saya, lalu kenapa masih banyak orang yang sekedar niat saja belum bisa mengamalkannya? Apakah salah dia merujuk ke Rasul? Saya rasa tidak, tidak salah merujuk ke Rasul hanya saja yang perlu diperbaiki adalah bagaimana dia memahami apa-apa yang dinasehatkan oleh Rasulnya lalu mewujudkan dalam perilaku sehari-hari. Mungkin tidak mudah tapi kalau ada niat insya Allah bisa, bisa menyatakan...bisa menyampaikan tanpa menilai. Hanya menyampaikan saja, sisanya adalah hak prerogatif Allah Swt. Idealnya seperti itu.

Yah mudah-mudahan kita akan lebih baik lagi. Amin... :-)


Hendra :
Terima kasih mas Yusa,...tapi saya kurang setuju bila masih mengatakan : "selama menjadi manusia maka salah, keliru, khilaf, baik, benar, dsb adalah wajar" bila masih tilik manusia kan? Terjadilah konsep seperti itu yang mas Yusa tuliskan, bukan?


Yusa :
Sama-sama, mas...tidak apa-apa mas kurang setuju, ini juga wajar (menurut saya). Manusia itu makhluq dan makhluq beda dengan Tuhan. Makhluq bisa melakukan kebaikan, bisa melakukan keburukan, bisa melakukan kekeliruan, bisa melakukan kebenaran, bisa melakukan hal-hal yang dia tidak sengaja karena lupa dan bisa melakukan hal-hal yang terpaksa karena adanya tekanan dari pihak lain dsb.


Manusia...manusiaaa...lengkap dikaruniai akal, pikiran, hati, hawa nafs, anggota badan seperti mata, hidung, tangan dsb sebagai perangkat untuk menuju kepada-Nya. Masih ditambah dengan orang-orang yang masya Allah lengkap di sekitar kita juga sebagai sarana menuju kepada-Nya. Di sekitar kita ada banyak macam orang yang bisa menjadi perantara kita berbuat baik, seperti panjenengan dkk yang menyampaikan kebaikan kepada saya.

Semoga kebaikan panjenengan semua dibalas jauh lebih baik lagi oleh-Nya. Amin. :-)


Semar Samiaji :
Semoga Mas....dan semoga diskusi ini bukan basa-basi...namun, sungguh2 itikad untuk ujudkan dalam ruang hidup dan kehidupan sebijak mungkin dengan apa yang diri mampu berikan di dalam hidup dan kehidupan.....dan melalui ini, paling sedikit setiap diri, tidak akan memperkeruh sikon yang memang sedang memprihatinkan....

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.