Thursday, July 31, 2008

Adap Bicara

Wajar dan boleh-boleh saja kita bicara tapi kalau mengabaikan sekeliling kita adalah kurang baik. Apalagi kalau kita datang belakangan sementara di sana sudah ada beberapa orang yang datang terlebih dulu, sangat tidak baik jika kita tidak menyapa mereka (khususnya jika ada orang yang tua atau dituakan), sangat tidak baik jika kita bicara diluar apa yang mereka bicarakan (selama yang mereka bicara hal yang baik) dan sangat tidak baik jika kita bicara sendiri dengan sebelah kita tanpa melibatkan orang lain di sekitar kita.

Sangat tidak baik lagi kalau kita yang mempunyai kedudukan tinggi di masyarakat bersikap demikian.

Begitu masuk ruangan yang sudah ada orang...tersenyum dan sapalah dengan salam, tanyalah kabarnya, namanya, apa yang mereka sedang bicarakan dan bicaralah menyesuaikan dengan apa yang mereka bicarakan. Kalau salah, luruskan mereka. Kalau benar, ambil hikmahnya.

Hormati mereka sebab dengan begitu mereka akan menghormati kita.

Jangan Malu Akui Kita Lemah !

Terkadang kita tidak mau mendengar orang lain bercerita pada kita tentang apa yang dimilikinya, diluar dia sombong atau tidak hanya Allah Swt yang maha tahu tapi yang jelas ada yang kurang baik sedang terjadi pada diri kita yaitu kita tidak mau mengakui bahwa orang itu lebih baik daripada kita dalam hal tertentu.

Seakan-akan kita tidak mau mengakui kekurangan kita, seakan-akan kita tidak mau menerima nikmat dari Allah yang sudah atau sedang Allah karuniakan kepada kita, apapun itu. Semua yang ada pada kita adalah nikmat dari Allah.

Sedikit atau banyak itu hanya menurut kita saja. Dikatakan sedikit karena ada orang lain yang memiliki sesuatu yang lebih daripada kita. Seandainya semua sama maka tidak ada ukuran sedikit atau banyak. Itu ada demi kemaslahatan orang banyak terhadap hal-hal tertentu, jadi jangan dibuat ukuran menentukan nikmat Allah. Semua ini karunia Allah, terima saja, kalau kita menerimanya maka itu lebih baik buat kita.

Tiap orang punya kelebihan yang tidak kita miliki, dan kita punya kelebihan yang tidak dia miliki.

Ukur dan Hitung

Secara hitung-hitungan akal pikiran kita, orang yang berpenghasilan sedikit akan butuh waktu lama untuk dapat memenuhi kebutuhan tertentunya, seperti rumah misalnya. Tidak sedikit orang yang belum punya rumah berpendapat seperti itu. Tapi sebenarnya ada yang lebih baik daripada itu, yaitu tidak berpatokan kepada hitung-hitungan akal kita saja sebab hitungan kita tidak sama dengan hitungan Allah Swt.

Seperti biaya pergi haji misalnya, meski banyak tapi ada banyak orang yang bisa pergi haji tanpa mengeluarkan uang mereka. Tanpa mereka sangka mereka diberangkatkan oleh Allah lewat orang-orang yang mampu. Uang bukan ukuran mutlak kemampuan seseorang, sebab banyak orang yang punya banyak uang tapi belum mau pergi haji. Kenapa? Karena hati mereka belum tergerak atau mungkin mereka belum ada kesempatan dsb.

Semua pernak-pernik dunia tidak mutlak dapat memuaskan kita. Kalau Allah belum menghendaki sesuatu terjadi maka sesuatu itu belum pernah akan terjadi pada kita. Kalau Allah menghendaki sesuatu terjadi maka pasti terjadi.

Lebih baik jangan khawatir lagi, Allah tahu yang terbaik buat kita. Kalau keinginan kita belum terpenuhi, belum tentu itu tidak baik buat kita. Bisa jadi belum waktunya kita memilikinya. Bisa jadi kita dipersiapkan Allah lebih dulu sebelum dikabulkan keinginan kita sebab mungkin apa yang kita inginkan sesuatu yang kita belum siap menerimanya.

Usaha tetap, yakin harus.

Bukan Milik Kita


Suatu malam disaat kami mau berangkat menghadiri majlis maulid, saya melihat ada sesuatu di dekat kaki teman saya yang sedang duduk, lalu saya tanya barang itu punya siapa. Tidak tahu jawab teman saya.

"Mungkin punya habib Alwi, tadi beliau duduk di situ.", kata saya.

Diambilnya barang itu dan dibawanya untuk ditanyakan ke habib Alwi. Ternyata bukan milik beliau dan bukan pula milik teman-teman yang lain.

"Ah, berarti ini rejekiku!", katanya kemudian.

"Eh, darimana kau tahu itu rejekimu? Apa karena kau suka dengan barang itu lalu kau katakan itu rejekimu? Lebih baik kau biarkan saja barang itu di sana, sebab itu bukan milikmu.", kata habib Alwi.

Memang barang yang bukan kepunyaan kita lebih baik tidak kita ambil, kalau kita begini insya Allah semua orang akan merasa aman sebab mereka tidak akan khawatir barang mereka hilang diambil orang meski ketinggalan atau hilang.

Wednesday, July 30, 2008

Puncak Masih Jauh

Kalau kita tidak merasa semua waktu kita istimewa dan menganggap apa yang sedang kita lakukan sudah sampai di puncak dari semua yang sudah kita lakukan, maka semangat dan niat kita akan menurun dan melemah, akan timbul rasa bosan dan malas terhadap apa yang sedang kita lakukan.

Bosan mengakibatkan hati kita tidak hadir, mengantuk lalu mengabaikan acara yang sedang kita ikuti.

Tetapi kalau kita menganggap yang sedang kita lakukan selalu istimewa dan kita tidak merasa sudah sampai di puncak dari semua perbuatan kita, maka kita akan tetap semangat sebab apa yang kita lakukan belum kelar, jalanan masih belum selesai didaki dan kita akan melihat puncak perjalanan masih jauh. Kita akan tetap berusaha menumbuhkan semangat agar sampai di puncak perjalanan kita.

Menumbuhkan semangat bahwa kita belum sampai adalah bermanfaat agar kita dapat terus berbuat lebih baik lagi dengan tetap semangat yang kuat dan niat yang benar dari waktu ke waktu.

Tuesday, July 29, 2008

Digosok Biar Bersih

Benar rizqi, jodoh, mati, takdir baik dan buruk kita sudah diatur oleh Allah Swt bahkan sejak kita masih dalam kandungan ibu kita usia 4 bulan, tapi belum tentu dalam prakteknya kita mampu meyakininya. Sering kali kita meragukan bahkan menyalahkan Allah kenapa saat ini rizqi kita terasa kurang (menurut kita) padahal kita sudah berusaha semaksimal mungkin.

Dalam prakteknya butuh waktu yang tidak singkat agar keyakinan kita bertambah kuat pada Allah dengan semua ketentuan-Nya sehingga kita tidak khawatir lagi akan rizqi, jodoh, mati dan takdir kita, kita tidak akan susah lagi dalam segala hal. Kita akan tetap tersenyum meski sedang menghadapi masalah yang berat sekalipun. Tapi untuk bisa begini butuh latihan-latihan agar kita kuat.

Latihan-latihan itu bisa berupa masalah-masalah yang dikaruniakan Allah pada kita agar kita bersabar dan tenang dalam menyelesaikannya lalu mengambil hikmah darinya. Masalah bukan mempersulit kita tapi membuat kita semakin kuat dan semakin menambah keyakinan kita kalau kita menyikapinya dengan baik, seperti halnya piring yang sangat kotor tidak bisa dibersihkan dengan sabun saja, terkadang butuh abu gosok yang kasar itu atau pisau untuk menghilangkan kotoran yang melekat erat padanya. Tekanan dan goresan bukan untuk merusak piring tapi membersihkan kotoran.

Seperti itu juga kita, semakin banyak kotoran yang melekat erat di diri kita maka semakin butuh banyak hal untuk membersihkan kita yaitu lewat berbagai kesusahan dan kesenangan yang kita rasakan sehari-hari.

Pujian dan Iri

Saat kita mendengar orang lain memuji seseorang sering kali kita merasakan gejolak keras dan detak tak teratur karena rasa iri sedang tumbuh di dalam diri kita. Timbul rasa penasaran dan pertanyaan kapan kita dipuji, kapan giliran kita, kenapa orang ini tidak juga memuji kita, kenapa dia tidak melihat kebaikan kita...rasa iri yang meliputi kita akan menghilangkan akal sehat kita bahkan hati kita ditutupinya, kita menjadi merasa paling baik sehingga pantas dipuji.

Iri bisa menghancurkan kita, bisa membuat kita lupa pada Allah Swt. Jangan ikuti arus iri sebelum terlambat, diam dan ingat Allah. Mungkin butuh waktu lama tapi harus begitu agar rasa iri reda dan hilang, dengan begini kita akan dapat melihat bahwa sebenarnya sangat banyak kekurangan kita dibandingkan orang lain.

Biasanya kalau sudah begini kita akan merasa malu, tapi apakah malu terlambat? Bisa ya bisa tidak. ”Ya” karena semua sudah terjadi, ”Tidak” karena selama kita masih ada kesempatan yang dikaruniakan kepada kita yaitu waktu. Selama belum datang maut kepada kita, insya Allah masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri.

Monday, July 28, 2008

Jangan Abaikan Tetangga !

Tetangga tidak bisa diabaikan meski bagaimana pun juga sikap mereka terhadap kita. Mereka adalah penolong kita yang pertama dalam kesusahan dan juga tempat berbagi kesenangan pertama jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita sebab merekalah yang terdekat dengan kita.

Membuat mereka senang adalah lebih baik sebab tetangga adalah pagar teraman kita, keluarga kita, rumah kita dsb, bahkan jauh lebih aman daripada tembok tebal dan tinggi sekalipun. Kalau kita baik pada tetangga kita, mereka akan menjaga kita meskipun tanpa diminta. Kalau sikap kita acuh tak acuh pada mereka, mengabaikan dan meremehkan mereka maka mereka juga akan bersikap yang sama pada kita. Mereka tidak akan peduli dengan kita meski kita sedang membutuhkan pertolongan mereka. Tanpa direncana mereka akan menjaga jarak dengan kita, sebab kita juga menjaga jarak dengan mereka. Kalau suatu saat kita menemukan sikap mereka yang tidak mengenakkan kita, lebih baik tanya diri kita apa yang sudah kita lakukan terhadap mereka, kenapa mereka sampai tidak peduli dengan kita?

Lebih baik jangan berharap mereka peduli pada segala macam masalah kita kalau kita sendiri tidak mau peduli dengan mereka, kesulitan mereka, kesusahan mereka, kebingungan mereka dan kepusingan mereka.

Bagaimana pun juga kita butuh mereka...

Masalah jadi Masalah

Kita sering kali melakukan perbuatan yang kita sudah tahu itu terlarang untuk dilakukan, terutama di saat kita sedang banyak pikiran, banyak masalah menyusahkan, bingung, sendirian dsb. Saat-saat seperti itu sangat rawan bagi kita yang awam untuk terpikir lalu tergoda untuk kembali melakukan maksiat kita, sepertinya otomatis.

Di saat itu nafsu bergejolak antara ingin melakukan maksiat dan di satu sisi tidak ingin melakukan maksiat. Bagi yang kurang kuat terkadang ada yang mengikuti ajakan nafsu ini barang sebentar karena tidak kuat untuk menolaknya, lalu sebentar kemudian dia berhenti dan menghindar agar tidak terjerumus lebih jauh lagi. Sebenarnya yang seperti ini kurang baik dan kita rawan mengulang-ulang perbuatan buruk tersebut di kemudian hari, tapi kalau dia memang benar-benar terpaksa mungkin bisa dimaklumi.

Yah bagaimana pun juga dikhawatirkan suatu saat hal ini dijadikan alasan demi membenarkan perbuatannya dan tidak dapat diketagorikan sebagai hal yang terpaksa dilakukan lagi. Jadi lebih baik jangan diikuti.

Friday, July 25, 2008

Pilih yang Baik

Pada kita, makhluq-Nya, tersimpan rahasia-rahasia-Nya. Adalah adat atau aturan yang umum berlaku demi kebaikan kita bersama, baramg siapa yang melakukan apa yang dijelaskan dalam aturan-aturan itu adalah baik tapi bukan berarti yang terlihat atau terkesan tidak melakukan aturan itu pasti buruk dhohir dan batin, tidak! Di dalam diri mereka terkadang tersimpan rahasia-rahasia istimewa yang bisa jadi rahasia-rahasia itu membuat mereka istimewa dalam pandangan-Nya. Apa yang kita lihat sering kali menipu dan tidak bermakna seperti apa yang terlihat. Untuk itu berbaik sangka adalah lebih baik.

Menyampaikan boleh tapi jangan menghakimi! Sebab kita tidak akan pernah tahu bagaimana akhir hidup dari seseorang itu. Banyak yang terlihat baik ternyata berakhir dengan tidak baik. Banyak yang terlihat tidak baik tapi ternyata berakhir dengan baik. Yang terlihat adalah pilihan, ada baik dan ada buruk, kita boleh memilih yang baik tapi sebaiknya jangan dengan sengaja memilih yang buruk demi menguji diri kita sendiri. Kalau saat ini kita bisa memilih yang terbaik bagi kita, pilih saja.

Jangan lirik yang buruk dan jangan menguji iman kita dengan maksiat kita!

Semua Istimewa

Oleh : mbak Nina binti Asduki.

Setiap waktu adalah istimewa! Pagi istimewa, sebab pagi hari malaikat membagi rizqi. Siang istimewa, sebab mencari rizqi dengan gigih dan halal adalah jihad. Sore istimewa, sebab barang siapa lelah pada sore hari untuk menghidupi diri dan keluarganya maka itu menggugurkan dosa. Malam istimewa, sebab sepertiga malam do’a akan terkabul dan dengan gelapnya malam dapat terlihat indahnya bintang-bintang.

Hidup ini begitu istimewa, maka dekatkanlah diri kita kepada Sang Pemberi Keistimewaan.

Setiap langkah yang dilakukan manusia adalah sebab dan apapun yang terjadi kepadanya, duka dan gembira, adalah akibat. Ketika mendapat akibat yang menyenangkan, orang mesti berterima kasih. Dan terima kasih mesti sesuai dengan sebab yang diterima seseorang. Apabila akibat dari langkahnya tidak menyenangkan, orang harus meminta maaf dan tidak melangkah lagi sehingga mengakibatkan hal seperti itu lagi.

Maka ketika penderitaan Allah Swt kirimkan kepada mereka, mereka tidak merendahkan diri, melainkan hati mereka menjadi keras yakni mereka tidak memahami bahwa akibat akan sesuai dengan perbuatan mereka. Dan selain menyiapkan untuk mereka atas apa yang telah mereka lakukan, karena itu mereka berkata ”Akibat buruk itu tidak sesuai dengan segala usaha ini!”. Mereka tidak tahu bahwa asap muncul dari ranting bukan dari api, semakin kering ranting maka semakin sedikit asap yang muncul.

Ketika engkau mempercayakan taman kepada tukang kebun lalu suatu saat bau busuk muncul, salahkanlah tukang kebun...bukan tamannya!

Ketika Allah Swt ingin menyempurnakan manusia dan mengubah dia menjadi manusia yang sempurna, maka Allah Swt akan membuatnya mampu memasuki keadaan penyatuan dalam ke-Esa-an yang sempurna.

Segala penderitaan muncul karena menginginkan sesuatu yang tidak dapat diperoleh. Ketika engkau berhenti menginginkan sesuatu maka tidak akan ada lagi penderitaan.

Manusia memiliki tabir-tabir untuk sampai kepada Allah Swt, diantaranya yaitu orang yang memiliki kemakmuran akan berkata “Di manakah Tuhan? Aku tidak tahu di manakah Dia. Aku tidak dapat melihat-Nya.” Orang tersebut ketika didera masalah luka atau penyakit, dia akan mulai meratap, ”Ya Tuhan...ya Tuhan...” sehingga tersibaklah misteri kedekatannya dengan Tuhan.

Lihatlah...dari sudut pandang itu kesehatan menjadi tabir manusia untuk sampai kepada Tuhannya yang tersembunyi di bawah singgasana luka. Sejauh manusia makmur dan memiliki harta benda, dia mampu memenuhi keinginannya sehingga dirinya tersibukkan siang dan malam. Namun saat kemiskinan datang kepadanya, jiwa manusia itu berbalik menjadi lemah dan dia kembali kepada Tuhannya.

Kita tidak pernah tahu rahasia hari esok. Rencana yang kita buat hari ini belum tentu mulus sesuai harapan. Skenario yang telah disusun rapi bisa saja tidak sejalan dengan skenario-Nya. Tidak mudah ditebak apa yang akan terjadi sepersekian detik ke depan. Maka disanalah seninya hidup.

Apabila ruh menang dan mengendalikan diri kita, kita akan beriman, memeluk kebenaran dan berbuat kebajikan.

Thursday, July 24, 2008

Tenang agar Nyaman

Kalau suatu saat kita harus melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan, tenang dan jangan terburu-buru! Terburu-buru membuat semuanya terasa tidak nyaman, kalau sudah tidak nyaman maka akibat yang akan kita terima adalah kacau, kita tidak akan bisa menikmati hal yang sedang kita kerjakan dan kita juga tidak bisa menikmati hal yang akan kita kerjakan.

Kalau kita tenang maka semuanya akan terasa nyaman, kita akan menemukan banyak hal yang tidak kita duga sebelumnya dan semua yang sedang kita lakukan akan terasa nikmat. Semua hal dapat kita lakukan dengan sempurna tanpa harus meninggalkan salah satunya.

Selama hati kita tidak tenang (“kemrungsung” = bahasa jawa), selama itu pula kita kehilangan waktu kita yang menyenangkan. Kalau begini terus, hidup terasa sempit. Hati tenang, hidup asyik.

Alihkan dengan yang Mubah

Diberi orang memang tidak apa-apa, boleh-boleh saja, tetapi berharap agar kita diberi orang itu lain perkara. ”Berharap” itu bisa jadi timbul dari hawa nafsu kita. Semua yang berasal dari hawa nafsu lebih baik dihindari kalau kita mampu.

Begitu rasa ”berharap” ini timbul dan tidak segera kita hentikan maka rasa ini akan terus bergejolak menuntut untuk segera dipenuhi. Kalau kita diam dan membiarkan saja rasa ini terus bergejolak, kita tidak akan bisa konsentrasi dengan apa yang kita kerjakan sekarang. Pikiran, akal, hati tidak bisa hadir di majlis dimana kita berada sekarang, tapi melayang-layang ke sana kemari.

Tetapi jika sebelum meneruskan kegiatan, kita mengalihkannya dengan kegiatan yang lain yang diperbolehkan maka rasa ”berharap” ini lenyap seakan-akan tidak ada. Meskipun dia lalu dihadapkan dengan apa yang diinginkannya tadi, dia sudah tidak akan menginginkannya lagi.

Sepertinya begitulah tabiat nafsu...

Saling Memberi dan Menerima

Jangan menasehati orang lain di saat dia sedang melakukan keburukan! Kalau tidak maka percuma saja, dia akan menolak nasehat kita.

Di saat sedang melakukan keburukan, saat itu nafsu sedang tidak mau menerima nasehat, tunggu sampai dia menyelesaikan keburukannya itu. Orang yang sedang tidak berbuat keburukan akan lebih mudah dinasehati sebab nafsunya tenang tidak bergejolak seperti di saat dia marah atau melakukan keburukan-keburukan yang lainnya. Tapi menasehati orang lain itu tidak mudah, nasehat kita akan ditolak kalau kita sendiri tidak mau menerima nasehat. Timbal balik...

Menerima kritikan bukan perkara yang mudah, sering kali ego kita timbul manakala disebutkan kesalahan-kesalahan kita. Kita tersinggung atau malu kesalahan kelemahan kita diketahui orang lain hingga kita berusaha mengelak dengan banyak alasan untuk membenarkan kesalahan kita. Apabila kita dengan hati yang lega mau menerima kritikan dan nasehat orang lain, maka orang lain tentu akan mau menerima nasehat kita.

Adalah dianjurkan saling menasehati dalam kesabaran dan kebenaran diantara sesama kita.

Wednesday, July 23, 2008

Kumpul Dengan Kaum Sholihin

Untuk kita yang sedang memperbaiki diri agar menjadi lebih baik lagi, ingin melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan...perhatikan dengan siapa kita berkumpul.

Ini bukan membeda-bedakan atau menganggap diri kita paling baik atau anti dengan mereka yang selain kita, bukaaan...tapi bagi kita yang merasa mudah terpengaruh oleh lingkungan kita sehingga menjadikan kita kembali melakukan maksiat maka lebih baik mencari lingkungan (tempat dan dengan siapa berkumpul) yang membuat kita semakin bersemangat melakukan ketaatan. Hindari lingkungan yang bisa membuat kita kembali melakukan masiat!

Diantara hikmah kumpul dengan orang sholeh atau orang berilmu yang mengamalkan ilmunya adalah kita jadi tahu siapa kita, kita tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka. Kita yang dulu merasa paling pintar, berkumpullah dengan orang-orang yang berilmu, di sana kita akan diperlihatkan bahwa ilmu mereka sangat jauh di atas kita. Mereka dengan jelas menjelaskan hal-hal yang kita tidak bisa menjelaskannya, bahkan mereka pun mengamalkan apa yang dijelaskannya.

Membandingkan diri kita dengan mereka adalah baik demi menahan ego kita, menahan kesombongan kita agar tidak merebak menutupi amal kita. Di hadapan orang sholeh, berilmu dan mengamalkan ilmunya, apalah yang akan kita sombongkan? Harta? Ada banyak orang sholeh, berilmu yang mengamalkan ilmunya yang juga kaya harta. Lalu, masihkah ada yang bisa kita sombongkan? Tidak ada...!

Kita menjadi makin paham bahwa makhluq itu sangat teramat tidak sempurna dengan segala kelemahannya, hanya Allah Swt Maha Suci dan Sempurna.

Awal Baik, Akhir Baik...Asal Dijaga.

Hati-hatilah dengan awal perbuatan!

Jangan mengikuti hawa nafsu di awal perbuatan sebab akan merusak semua perbuatan berikutnya yang akan kita lakukan! Sekali kita mengikuti hawa nafsu maka kita akan susah menghilangkannya kecuali orang-orang yang khusus saja yang mampu.

Menjalankan ketaatan-ketaatan pada Allah Swt adalah bertahap, sedikit demi sedikit lama-lama kalau kita sudah tebiasa maka kita akan mampu mengamalkan banyak ketaatan, jadi tidak bisa langsung banyak. Untuk kita yang baru memulai menjalankan ketaatan, berhati-hatilah dengan semangat dan tekat besar yang timbul di awal perbuatan. Terkadang semangat dan tekat ini menipu diri kita dengan meyakinkan kita bahwa kita sudah siap melakukan banyak ketaatan, padahal sebenarnya belum. Kalau tidak berhati-hati, maka kita hanya mampu bertahan beberapa lama saja, lalu timbul rasa bosan atau kalau ada halangan sedikit saja maka habis sudah ketaatannya, hilang sudah ketaatannya, lenyap sudah istiqomah-nya. Mereka akan kembali ke maksiatnya.

Kalau seseorang sudah kembali melakukan maksiatnya maka akan susah untuk melakukan ketaatan lagi. Dia akan merangkak lagi sedikit demi sedikit lagi untuk kembali melakukan ketaatan yang sudah ditinggalkannya itu. Dalam kondisi seperti ini, dia akan susah untuk menambah ketaatannya sebab dia hanya jalan di tempat, ’naik turun’ di situ saja. Ada hasrat untuk naik yang lebih tinggi lagi tapi amal belum siap.

Untuk kaum awam, melakukan ketaatan adalah jauh lebih susah, sedangkan meninggalkan ketaatan adalah sangat mudah. Jadi sebaiknya kita berhati-hati dengan awal perbuatan kita. Kata habib Abdullah Al-’aydrus, ”Awasi hawa nafsu yang sedang merumput di padang amal kita!”. Kurang lebih seperti itu.

Tuesday, July 22, 2008

Penting Tapi Tidak Utama

Menghabiskan waktu untuk mencari atau mengamalkan ilmu agama tapi mengabaikan keluarganya itu kurang baik, demikian juga dengan menghabiskan waktu untuk menjemput rizqi (bekerja) tapi mengabaikan mencari dan mengamalkan ilmu agama juga kurang baik. Uang memang penting untuk membuat hidup semakin legkap. Uang bisa bernilai ibadah atau tidak itu sangat tergantung pada bagaimana niat dan amal kita.

Menjemput rizqi (*) dengan bekerja dengan segala macamnya itu belum tentu tidak bernilai ibadah, bisa bernilai ibadah kalau di awal diniati untuk keluarga, untuk shodaqoh, untuk bekal ibadah-ibadah yang lain.

Seorang ustadz dalam ceramahnya bertanya pada jama’ah yang hadir, ”Rosul Saw berdo’a agar dimasukkan ke dalam ke golongan orang miskin, apa kalian mau jadi orang miskin?”, begitu kurang lebihnya. Jama’ah ramai! Lalu berkata habib Hasan bin Abdurraman Aljufri dalam ceramah setelah ustadz itu, ”Orang kaya yang bisa memanfaatkan hartanya untuk ibadah juga baik!”, begitu kurang lebihnya.

Ujian orang miskin itu bisa tidak mereka bersabar dengan kemiskinannya, sabar di sini tentu harus disertai usaha dan do’a. Ujian orang kaya adalah bagaimana dia memanfaatkan hartanya dan tentu mereka yang kaya harus lebih bersyukur. Syukur tidak hanya berupa mengucap ’Alhamdulillah’ saja, membantu orang lain tanpa memberatkannya termasuk bersyukur, tidak tamak juga bersyukur, tidak sombong juga bersyukur dsb.

-----------
(*) : Saya suka dengan istilah Aa’ Gym ini, sejak kita masih dalam kandungan ibu kita usia 4 bulan, sudah ditetapkan rizqi kita, jodoh kita, takdir baik buruk kita, mati kita; jadi tidak salah kalau sekarang ini sebenarnya kita sedang menjemput rizqi kita, menjemput dengan cara yang halal adalah lebih utama.



--------------------------------------------
TANGGAPAN DARI TEMAN:


Dear mas Yusa dari Semarang.?

Penting tapi tidak Utama, dalam proses aktualisasi dirinya/potensi Illahiah., akan terus berubah / tidak statis.

Mungkin kata yang mendekati cukup pas : Seimbang / Keseimbangan. Mungkin, lho...

Ada di AL Qoshos : 77 -- > keseimbangan dunia akherat. Atau di hadits juga ada bilang : ( kurang lebih )
"Carilah duniamu..seakan-akan engkau akan mati...seribu tahun lagi, tapi carilah Akheratmu dengan sebaik-baiknya...seakan-akan engkau akan mati besuk pagi.

Seimbang mungkin pilihan yang cukup baik. Atau bisa juga paling baik untuk contoh kasus yang pas.

Namun..untuk pilihan perjalanan laku spiritual, kita / saya harus lebih berani...berani meninggalkan konsep kebenaran umum.

Contoh:
Dilihat dari sisi kebenaran umum / dunia. Sang Si Dharta salah karena meninggalkan kewajiban sebagai kepala rumah tangga.

Makanya saya cukup sependapat dengan kadhang Ki Kul Thuk, bahwa proses hidup / kehidupan hendaklah berani diprogram dari umur sekian untuk perjuangan apa, umur sekian ingin memperjuangkan apa, sisa umur yang masih ada mau apa lagi.

Tegasnya...berani melangkah untuk tidak seimbang. DALAM HAL URUSAN SPIRITUAL.

Yang memang susah kalau di ukur dengan tolak ukur dunia. Wong Jawa ada bilang...yen nek bisa...kowe bisa : sembur - uwur - pitutur.

Motto kami dari teman Semarang...juga ada : DZIKIR - SHODAQOH - SILAHTURAHIM ( dalam arti yang se luas luasnya ).

Jadi penting atau tidak penting, utama atau tidak utama, juga sangat relatif. Atau subyektif.

No..problem.., mas Yusa., kalau mungkin ada perbedaan pemahaman.

Thanks / Sudrajat

Monday, July 21, 2008

Menyampaikan dan Mengajak

Mengajak orang lain menuju ke kebaikan dibutuhkan ketangguhan dhohir dan batin sebab ini adalah pekerjaan yang menawarkan kegiatan yang terkadang dianggap mengganggu rutinitas keseharian mereka.

Kalau kita sudah menempuh jalan ini (mengajak-ajak orang menuju ke kebaikan), pasti ada rintangan menghadang, jangan patah semangat kalau suatu saat terhadang atau dihadang sebab ini bagian dari perjuangan. Kita harus berjiwa besar, hadapi apapun pahit getirnya rintangan tersebut dengan ketenangan dan senyuman demi tersebarnya kebaikan meski orang lain tidak tahu atau tidak mau tahu dengan usaha kita.

Kaget atau ‘down’ saat mendengar gosip atau melihat perlakuan yang tidak mengenakkan saat kita menyampaikan atau mengajak orang itu wajar, agar tidak menimbulkan rasa kapok tidak mau lagi menyampaikan atau mengajak…duduk, diam, lalu ingat bahwa pekerjaan ini butuh banyak kesabaran, kita hanya beruasaha sedangkan hasilnya adalah hak prerogatif Allah Swt.

Sebuah usaha saja sudah sangat berarti meski tanpa hasil yang kita harapkan, senyum saja apapun hasilnya. Tapi kalau usaha kita membuahkan hasil seperti yang kita harapkan di kemudian hari, maka ini tambahan nikmat dari Allah Swt.

Friday, July 18, 2008

Kebaikan Yang Merata

Tiap kita sadar atau tidak sadar bertingkah laku, berjalan, berkata-kata dsb sesuai tingkatan masing-masing. Setiap tingkat ada aturan-aturannya sendiri-sendiri yang tidak bisa dipaksa untuk menerima aturan atau kebiasaan dari tingkatan yang lebih tinggi.

Bukan mereka yang di bawah yang harus memahami mereka yang di atas tapi mereka yang di atas-lah yang harus memahami mereka yang di bawah, sebab yang di atas sudah melewati tingkat-tingkat di bawahnya, pasti tahu seluk beluknya.

Berlaku menyesuaikan dimana kita berada adalah lebih memudahkan kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana kita berada. Diam dulu, lihat, cermati dan pahami mereka yang berada di sekitar kita, apa kebiasaan mereka, kesukaan mereka, apa yang mereka benci, bagaimana gaya bicara mereka, gaya pakaian mereka, gimana sekitar mereka, back-ground mereka dsb...setelah itu baru kita menentukan apa yang mesti kita lakukan biar mereka menerima kita.

Kalau mereka sudah bisa menerima kita, insya Allah kita akan lebih mudah berbagi dengan mereka. Berbagi kisah, berbagi makanan, minuman, bahkan berbagi ilmu, berbagi apa saja yang baik-baik dan bermanfaat. Kalau semua sudah saling memahami, maka hal-hal yang baru dan bermanfaat akan lebih diterima dengan senang hati. Hati yang senang akan memudahkan kita semua untuk mengamalkan apa yang kita terima.

Lalu, kebaikan akan tersebar merata. Kalau kebaikan tersebar, maka insya Allah bencana akan berkurang.

Istri-Istri Nabi Saw

Karena penasaran Nabi Saw pernah bercerai atau tidak, saya cari buku tulisan almarhum Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Almaliki Alhasani (mantan imam besar Masjidil Harom, ahli hadits, beliau penganut madzhab imam Maliki yang disegani kaum wahabi, beliau punya murid-murid banyak di sini yang murid-muridnya jadi ustadz / kyai dsb), beliau menerangkan di bukunya yang diterjemahkan oleh sayyid H.M.H Alhamid Alhusaini bahwa istri-istri Nabi Saw itu antara lain sbb:

1. Sayyidah Khodijah binti Khuwalid
2. Sayyidah Saudah binti Zam'ah
3. Sayyidah 'A'isyah binti Abubakar
4. Sayyidah Ummu Habibah binti Abi Sufyan
5. Sayyidah Ummu Salamah Hindun binti Umayyah
6. Sayyidah Zainab binti Jahzi
7. Sayyidah Juwariyyah bin al-Harits
8. Sayyidah Shofiyyah binti Huyay
9. Sayyidah Zainab binti Khuzaimah

Ke-9 nama di atas tidak diceraikan Nabi Saw, beliau-beliau di atas wafat saat masih bersama Nabi Saw.

Lalu...

10. Sayyidah Hafshoh binti Umar bin Khotthob
Diriwayatkan beliau sempat diceraikan Nabi Saw tapi lalu rujuk, alasan rujuk ada riwayat bahwa Allah Swt berfirman lewat malaikat Jibril agar Nabi Saw rujuk dengan sayyidah Hafshoh, riwayat lain adalah karena beliau Saw kasihan pada sayyid Umar bin Khotthob.

Berikut di bawah adalah istri-istri yang diceraikan Nabi Saw, sbb:

11. Sayyidah Fathimah binti adh-Dhahhak
Beliau di atas punya penyakit berkulit belang-belang.

12. Sayyidah Syaraf
13. Sayyidah Khaulah binti al-Hudzail
14. Sayyidah Asma' binti Ka'ab
15. Wanita bani Ghifar

16. Sayyidah Umaimah
Beliau di atas saat digauli Nabi Saw berkata kurang lebih "Aku berlindung kepada Allah darimu.", lalu Nabi Saw bersabda bahwa Allah Swt melarang beliau Saw menggauli wanita yang berlindung pada-Nya dari beliau Saw. Lalu, Nabi Saw menyuruh beliau kembali ke keluarganya.

17. Sayyidah 'Aliyah binti Zhibyan

18. Sayyidah Malikah al-Laitsiyyah
Beliau ini juga melakukan hal yang sama dengan Sayyidah Umaimah.

Thursday, July 17, 2008

Semua Ada Masanya

Pada dasarnya di tiap diri kita ada sifat-sifat unik, mengaturnya adalah lebih baik daripada tidak diatur. Tiap usia ada masanya sendiri-sendiri. Ada masa main-main untuk anak kecil, jangan dilarang (awasi saja, hindarkan dia dari barang-barang berbahaya, tunjukkan permainan yang bermanfaat buat dia) biarkan saja anak kecil bermain-main sepuas hatinya sebab kalau masa bermain anak-anak dicegah dan dilarang maka suatu saat kelak dia dewasa maka dia akan kembali bermain-main.

Demikian juga orang dewasa, perhatikan keinginannya, jangan buru-buru dilarang, selama keinginannya masih baik ikuti saja, penuhi saja kebutuhannya.

Kalau kita penuhi hajat orang lain dan biarkan dia menyelesaikannya tanpa kita buru-buru, maka dia akan lebih mudah diajak menuju ke kebaikan-kebaikan yang lain dengan senang hati.

Tambahan Nikmat

Berharap atas sesuatu itu wajar dan boleh tapi jangan panjang angan agar kita tidak kecewa kalau harapan kita tidak terwujud. Pada dasarnya semua ini karunia dari-Nya, semua yang datang dari-Nya adalah nikmat.

Kalau semua hal yang kita punya kita rasakan sebagai nikmat-nikmat karunia-Nya maka apa pun harapan atau impian kita yang tidak terwujud akan tetap menjadi nikmat bagi kita. Kalau harapan kita terwujud maka ini merupakan tambahan nikmat dari-Nya bagi kita.

Teringang di telinga saya suara Haykal memanggil saya saat saya telpon dia, "Halo bapak...halo bapak...", dia belum bisa merangkai kata tapi saya merasakan betapa indahnya kata "Halo bapak...halo bapak..."

Saya berharap banyak padanya...

Kecil Tapi Luar Biasa

Setiap kita pasti punya masalah, dan tentu masing-masing masalah ada solusinya masing-masing.

Suatu malam dua orang ngobrol di depan rumah mertua salah seorang diantara mereka, salah satunya curhat dia melihat kondisi sekarang menyedihkan, sepertinya sudah tidak ada rasa peduli dengan sesamanya, jangankan dengan orang yang tidak dikenal bahkan dengan sahabatnya sendiri pun sering tidak peduli, padahal sahabatnya sedang dalam masalah yang dia sebenarnya bisa membantunya. Di satu sisi karena si sahabat itu risih minta tolong terus terang, dipakainya cara yang halus, diceritakannya kesulitan-kesulitannya, masalah-masalahnya padanya dengan harapan temannya paham dan mau membantunya. Tapi temannya tidak juga membantunya. Sahabat ini kecewa, ternyata susah juga membantu orang lain pada saat kita punya yang orang itu butuhkan.

Mungkin rasa kurang peduli dengan sesamanya ini yang membuat masyarakat kita terlihat yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Kalau sudah begini kita seperti buih di lautan yang jumlahnya banyak tapi diombang-ambingkan ombak.

Membantu orang itu dilihat dulu apa yang dia butuhkan, kalau dia butuh uang ya kasih uang kalau kia punya...jangan dikasih nasehat, uang dulu baru nasehat. Orang lapar, kasih makan. Kalau sudah kenyang baru diajak ke arah kebaikkan.

Suatu hari seorang kawan diajak si fulan untuk hadir di majlis Maulid Nabi Saw, ajakan itu ditolaknya sebab malam itu dia sama sekali tidak punya uang untuk beli beras besok hari. Malam ini dia harus cari uang, kalau tidak besok anak istrinya tidak makan. Oleh si fulan, dia dikasih uang. Apa yang terjadi? Allaaah...dia senangnya bukan main, uang itu langsung dikasihkan ke istrinya, "Bu, ini dikasih uang sama si fulan!" dan dia masuk ganti baju dan mau ikut hadir ke Maulid Nabi Saw.

Jasa si fulan diceritakan pada teman-temannya, dengan bangga dia mengkisahkan bahwa si fulan adalah orang yang baik, si fulan adalah jauh lebih hebat daripada ustadz itu yang hanya menasehati saja tapi kurang peduli pada sekitarnya.

Bantuan si fulan mungkin kecil tapi luar biasa manfaatnya.

Boleh Saja, Asal...

Setahu saya, dalam syari'at tidak mewajibkan dapat restu dari KUA kalau menikah atau bercerai, asal sudah cukup memenuhi syarat-syarat dalam syari'at untuk nikah dan cerai maka sah-lah pernikahan dan perceraian tersebut, meski belum dapat surat nikah atau cerai dari KUA. Sah di sini sah secara agama. Memang demi kemaslahatan bersama, KUA lebih baik dikasih tahu biar dicatat oleh mereka.

Lalu kalau seseorang sudah bercerai dengan pasangannya secara syari'at misalnya dengan mengatakan "Aku ceraikan kau!" (*) maka jatuh talak bagi istri, meski di KUA masih tercatat mereka masih belum bercerai tapi status secara syari'at mereka sudah. Dalam posisi seperti ini, boleh saja menikah lagi tapi tentu harus sah secara syari'at sebab kalau mau tecatat di KUA ya harus bercerai via KUA. Tapi saya rasa sah pernikahan ini secara syari'at.

Cerai itu bisa jadi wajib, mubah bahkan tidak boleh, tergantung alasan kenapa bercerai. Kalau dikatakan perceraian itu dibenci Allah Swt itu saya rasa lihat-lihat dulu apa alasan perceraian tersebut. Semisal suami atau istri setelah nikah pindah agama dari Islam jadi non Islam maka otomatis mereka wajib untuk bercerai sebab tidak diperbolehkan pernikahan beda keyakinan seperti ini.

Lalu ketika ada kasus istri "lari" dari suaminya dan memaksa minta cerai, apalagi sudah tidak bisa lagi dirayu agar melupakan keinginannya untuk bercerai, atau si wanita fasik, tidak sholat, tidak bisa mendidik anak ke arah kebaikkan dsb maka si istri boleh diceraikan. "Apa yang mau diambil manfaatnya dari istri yang seperti itu?", kata habib Ridlo Alhabsyi suatu malam ketika membahas masalah ini. Tentu dalam kasus ini si suami tetap memberikan uang belanja pada istri, tidak selingkuh dengan wanita atau pria lain, memberikan nafkah batin dsb seperti yang tertulis dalam sighot taklik di buku nikah itu...tapi istri tetap minta cerai dengan alasan tidak cocok dengan suami misalnya, suami boleh mencerai istrinya.

Lain halnya kalau seorang suami menceraikan istri karena urusan bisnis atau sejenisnya maka perceraian ini saya rasa tidak diperbolehkan.

Ketika seseorang yang sedang bermasalah dengan pasangannya konsultasi dengan habib Abdurrahman Barakbah, beliau bertanya, "Lha kau masih cinta pasanganmu atau tidak? Kalau masih, jangan cerai! Sejelek-jelek apapun pasanganmu kalau kau masih cinta, jalani dan terima dia."

(*) :
Habib Shodiq Baharun menjelaskan bahwa kata "Aku ceraikan kau!" tidak boleh dibuat guyonan sebab sekali diucapkan oleh suami maka jatuh talak bagi istrinya.

Wednesday, July 16, 2008

Bantu Saja...

Sebelum Maghrib teleponnya berbunyi, ada sms masuk. Dari anak dari temannya, bunyinya kurang lebih, "Kalau Om lega tolong ke rumah, mama sakit, papa pergi."

Pikirnya ini pasti penting, sebab diluar kebiasaan anak itu sms minta dia datang. Lalu dijawabnya, "Oke sebentar lagi ya..."

Lepas sholat Maghrib, dia pergi ke rumah temannya. Rumahnya sepi, mamanya terbaring sakit. Karena sakitnya lumayan berat, pihak keluarga si mama yang sakit ini minta tolong dia mengantar si mama periksa ke dokter.

Dia bingung, wah dia tidak bawa sepedanya (tadi ke sini sih bawa boncengan sama temannya tapi karena temannya itu butuh lalu dipinjamkannya sepeda itu), lagipula di rumah ini yang laki-laki pergi semua, yang tinggal perempuan semua yang otomatis bukan mahrom-nya, lalu gimana nih? Akhirnya dia pandang kondisi saat itu darurat, ada seseorang yang sedang sakit berat harus segera dibawa ke dokter, dia putuskan antar si mama periksa. Alhamdulillah dia ada saudara di dekat rumah ini, dia ke sana pinjam sepeda.

Begitu selesai mengantar si mama periksa dan beli obat, dia kembalikan sepeda saudaranya lalu pulang jalan kaki. Teleponnya bergetar, seorang ustadz undang dia ke majlis pembacaan manaqib syaikh Abdulqodir al-Jailani dalam rangka pesta nikahan seseorang.

Dia mengiyakan, lalu berjalan kaki pulang.

Luangkan waktu untuk membantu orang lain dan jangan mengharap balasan, bantu saja sebisa kita.

Bukan Hanya Mendengar, Tapi Juga Melihat

Melarang atau mencegah anak akan sesuatu hal dengan cara dimana orang-tuanya tidak menjelaskan alasannya, asal larang saja, bisa jadi lalu si anak patuh meninggalkan larangan orang-tuanya tapi bisa jadi juga si anak malah membantah atau menolak larangan tersebut dan tidak memperdulikannya.

Meski itu terhadap anak kecil pun menurut saya tetap harus dijelaskan alasan kenapa melarangnya, tentu dengan bahasa dan cara yang dipahami si anak, tidak mesti harus dengan cara serius tapi terkadang dengan canda plus tawa pun bisa dipakai untuk menasehati anak. Tentu jangan berlebihan, berlebihan adalah kurang baik, ya canda, ya tawa, ya tegas dsb menyesuaikan keadaan.

Seperti air, kalau kita menekan air dengan sesuatu yang permukaannya lebar maka akan susah masuk ke air tersebut, air akan memberikan gaya ke atas, menolak tekanan tersebut. Tapi kalau kita menekannya dengan sesuatu alat yang ujungnya tidak lebar (runcing misalnya) maka akan jauh lebih mudah masuk ke air, meski mungkin ada penolakan tapi tidak seberapa besar jika dibanding dengan yang tadi.

Semua cara ada akibatnya, cara sembarangan maka akibat yang ditimbulkan juga kacau, cara yang baik maka akibat yang ditimbulkan juga baik. Ukuran baik dan tidaknya sebuah cara itu tidak sama antara satu keluarga dengan keluarga yang lain, baik buruk adalah relatif yah tapi paling tidak sebuah cara baik yang dilakukan oleh keluarga lain (dan berhasil) bisa dijadikan pilihan alternatif yang siapa tahu baik juga buat keluarga kita.

Sebelum melarang sebenarnya nasehat akan lebih mudah diterima anak kalau si orang tua melakukan apa yang dinasehatkannya. Nasehat dengan perbuatan meski tanpa perkataan adalah jauh lebih efektif daripada menasehati hanya lewat perkataan saja tanpa perbuatan. Apa yang dilihat anak akan perbuatan orang-tuanya adalah apa yang tertanam dalam, melekat erat di hati dan pikiran si anak.

Dengan melihat, bukan hanya dengan mendengar saja, semua akan lebih jelas dan lebih mudah dipahami bagi si anak.

Tuesday, July 15, 2008

Hilangnya Kenangan Indah

Bercerai memang sangat teramat tidak mengenakkan, paling tidak begitu kata beberapa orang yang sudah mengalami atau hampir mengalaminya. Pantas kalau itu merupakan perkara yang dibenci Allah Swt meskipun diijinkan karena bagaimana pun juga ini solusi bagi ketidak-cocokan dalam berumah tangga.

"Siapa tahu itu jalan terbaik?!", kata seorang wanita suatu hari.

Yah bagaimana pun baiknya hal yang dibenci Allah Swt pasti menimbulkan hal-hal yang akan berdampak pada pelakunya, sering kali pelaku perceraian sendiri tidak bisa menerima akibat yang ditimbulkan dari perceraian itu. Apalagi kalau sudah punya anak, cerai bukannya memberikan solusi terbaik malah bisa-bisa menambah masalah dengan meributkan siapa yang merawat anaklah, bapak anggap ibu kurang peduli anaklah, ibu anggap bapak kurang peduli anaklah dsb.

Kalau tidak disikapi dengan hati-hati, perceraian menimbulkan rasa paling benar dibanding pasangannya, lalu timbul rasa hitung-hitungan, banding-membandingkan, merasa dia yang paling peduli dengan anak sedang pasangannya tidak, hilang rasa simpati dan empati pada mantan istri atau suaminya. Kalu sudah begini, beralasan bahwa itu demi anak, padahal itu demi ego dia sendiri yang benci berlebihan pada mantannya.

Perselisihan dengan pasagan dalam rumah tangga memang biasa, wajar. Sebesar apapun perkaranya, asal tidak terpikir dan terucap kata cerai maka bisa diselesaikan. Tapi kalau salah satu diantara mereka sudah terpikir untuk bercerai maka habis sudah, tamat, tidak ada penyelesaian lagi kecuali perceraian. Masalah kecil jadi dibesar-besarkan. Semua jadi "panas".

Kalu sudah "panas", hilanglah kenangan masa lalu yang indah saat berkumpul dengan keluarganya. Yah bagaimana pun juga, semuanya sudah terlambat untuk diulangi, tinggal disikapi dan diterima apa yang terjadi. Kalau bisa menerima maka semua yang "panas" akan jadi lebih adem.

Allah Swt pasti punya rencana buat kita...

Semua Asyik !

Bike to work sebenarnya bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, khususnya kalangan pedesaan. Kebanyakan mereka pakai sepeda buat pergi kerja, entah ke sawah, ke pasar, main-main, ke Masjid dsb, mereka pakai sepeda. Mereka apa adanya, tidak neko-neko misalnya memodifikasi sepedanya dengan pernak-pernik yang kurang perlu sebenarnya atau mereka tidak pakai pakaian "khusus" saat b2w, semua terlihat alami jadi asyik dilihat dan dirasakan meski kepanasan hingga kulit mereka hitam "terbakar" matahari. Kalau semua dinikmati dengan hati, maka panas akan terasa adem di kulit meski tanpa lotion sekalipun.

Tapi bukan berarti mereka yang akhir-akhir ini hobi bersepeda dengan segala pernak-pernik yang harganya tidak murah itu tidak asyik, tidaaakkk...semua tergantung niatnya, semua akan jadi asyik kalau kita tidak memaksakan diri untuk menjadi seperti orang lain. Orang lain punya sepeda yang wah, dia pengen lalu dengan segala cara dia paksakan agar bisa memenuhi keinginannya, memaksakan diri adalah kurang afdhol, eh ini bukan buat dia senang malah bisa-bisa dia pusing stress karena jauh kenyataan dari harapan. Padahal apa adanya adalah jauh lebih asyik. Apa yang berasal dari hati akan sampai ke hati juga. Dan, apa adanya ini tidak sama antara satu orang dengan orang yang lain, menyesuaikan diri dengan kebutuhan adalah jauh lebih asyik.

Yang asyik itu yang alami, yang apa adanya, sepeda hanya alat dan sarana, sedang tujuan bersepeda adalah tergantung kita yang memancal pedal sepeda itu mau dibawa kemana, kalau niat dibawa buat kerja jemput rizqi yang halal ya semua jadi asyik meski pakai sepeda kuno plus karatan di sana-sini, semua jadi asyik kalau diawali dengan niat yang baik. Memancal sepeda pun jadi asyik dan makin tambah asyik karena kita berangkat pagi dan pulang sore (bahkan malam) dengan "membawa" rizqi kita buat keluarga kita yang menunggu dan mendoakan kita di rumah.

Rizqi itu bisa uang, sepeda, tas, makanan, minuman, jaket, helm, sepatu, pakaian, kesehatan anggota badan dsb karunia-Nya yang banyak itu hingga kita kita bisa memancal sepeda menyalurkan hobi kita menyusuri sepanjang jalan.

Tidak ada keasyikan melebihi melihat anak istri kita yang dengan gegap gempitanya menyambut kedatangan kita di depan rumah saat kita pulang kerja, mereka tidak peduli dengan sepeda kita bagus atau tidak tapi mereka bahagia kita pulang dengan selamat.

Senyum dan canda mereka bagai jamu bagi semua kepenatan kita. Aaahhh..saya rindu dengan semua ini.

Nikmatnya Bersepeda

Saya seneng jalan-jalan, pake sepeda, motor dsb. Meski ada jalur cepat, saya sering kali pilih jalur yang lebih jauh. Kalo dihitung boros bensin kalo pake motor, tapi saya seneng menikmati pemandangan desa, kota yang lengkap dengan keindahan alamnya, keruwetan lalu-lintasnya, polusinya, kemacetannya dsb. Asyik rasanya menikmati apa yang terjadi...memang kadang kala gerutu sendiri kalo lihat yang kurang baik tapi asyik kalo dinikmati apa yang terjadi. Lihat aja apa yang di depan kita, nikmati apa yang di depan kita lengkap dengan semua pernak-perniknya.

Ada yang pake mobil, truk yang asapnya kebul-kebul, motor yang kenceng nyalip sana sini, angkota yang berhenti seenaknya sendiri lengkap dengan pak ogah yang nyetop mobil biar pelanggannya bisa lewat.

Kalo saya pribadi, bersepeda itu asyik kalo mata kelilipan, debu menempel di wajah, kepanasan, kalo capek berhenti di warung sambil minum es teh lalu ngobrol dengan ibu yang punya warung. Saya nikmati perjalanan meski siang bolong, meski jauh tapi hati seneng naik sepeda. Kalo bingung pilih jalan yang mana tinggal berhenti tanya sana sini.

Belak belok di jalan menuju komplek pemakaman sunan Ampel siang itu memang asyik. Sebelum berangkat, saya doa dulu bismillah meski belum tahu harus lewat mana tapi modal nekat dan sedikit uang saya berangkat setelah saya kirim fatehah ke beliau sambil pancal pedal sepeda.

Akhirnya sampai di makam sunan Ampel - Surabaya sekitar Dhuhur. Puas rasanya...sayang saya ndak tenang nitipin sepeda di depan pertokoan sana, maklum sepeda pinjaman jadi takut hilang.

Hmmm...coba saya punya sepeda sendiri yang bisa dipakai di Semarang, pengen rasanya jalan-jalan ke tempat yang belum pernah saya lewati. :-)