Tuesday, July 22, 2008

Penting Tapi Tidak Utama

Menghabiskan waktu untuk mencari atau mengamalkan ilmu agama tapi mengabaikan keluarganya itu kurang baik, demikian juga dengan menghabiskan waktu untuk menjemput rizqi (bekerja) tapi mengabaikan mencari dan mengamalkan ilmu agama juga kurang baik. Uang memang penting untuk membuat hidup semakin legkap. Uang bisa bernilai ibadah atau tidak itu sangat tergantung pada bagaimana niat dan amal kita.

Menjemput rizqi (*) dengan bekerja dengan segala macamnya itu belum tentu tidak bernilai ibadah, bisa bernilai ibadah kalau di awal diniati untuk keluarga, untuk shodaqoh, untuk bekal ibadah-ibadah yang lain.

Seorang ustadz dalam ceramahnya bertanya pada jama’ah yang hadir, ”Rosul Saw berdo’a agar dimasukkan ke dalam ke golongan orang miskin, apa kalian mau jadi orang miskin?”, begitu kurang lebihnya. Jama’ah ramai! Lalu berkata habib Hasan bin Abdurraman Aljufri dalam ceramah setelah ustadz itu, ”Orang kaya yang bisa memanfaatkan hartanya untuk ibadah juga baik!”, begitu kurang lebihnya.

Ujian orang miskin itu bisa tidak mereka bersabar dengan kemiskinannya, sabar di sini tentu harus disertai usaha dan do’a. Ujian orang kaya adalah bagaimana dia memanfaatkan hartanya dan tentu mereka yang kaya harus lebih bersyukur. Syukur tidak hanya berupa mengucap ’Alhamdulillah’ saja, membantu orang lain tanpa memberatkannya termasuk bersyukur, tidak tamak juga bersyukur, tidak sombong juga bersyukur dsb.

-----------
(*) : Saya suka dengan istilah Aa’ Gym ini, sejak kita masih dalam kandungan ibu kita usia 4 bulan, sudah ditetapkan rizqi kita, jodoh kita, takdir baik buruk kita, mati kita; jadi tidak salah kalau sekarang ini sebenarnya kita sedang menjemput rizqi kita, menjemput dengan cara yang halal adalah lebih utama.



--------------------------------------------
TANGGAPAN DARI TEMAN:


Dear mas Yusa dari Semarang.?

Penting tapi tidak Utama, dalam proses aktualisasi dirinya/potensi Illahiah., akan terus berubah / tidak statis.

Mungkin kata yang mendekati cukup pas : Seimbang / Keseimbangan. Mungkin, lho...

Ada di AL Qoshos : 77 -- > keseimbangan dunia akherat. Atau di hadits juga ada bilang : ( kurang lebih )
"Carilah duniamu..seakan-akan engkau akan mati...seribu tahun lagi, tapi carilah Akheratmu dengan sebaik-baiknya...seakan-akan engkau akan mati besuk pagi.

Seimbang mungkin pilihan yang cukup baik. Atau bisa juga paling baik untuk contoh kasus yang pas.

Namun..untuk pilihan perjalanan laku spiritual, kita / saya harus lebih berani...berani meninggalkan konsep kebenaran umum.

Contoh:
Dilihat dari sisi kebenaran umum / dunia. Sang Si Dharta salah karena meninggalkan kewajiban sebagai kepala rumah tangga.

Makanya saya cukup sependapat dengan kadhang Ki Kul Thuk, bahwa proses hidup / kehidupan hendaklah berani diprogram dari umur sekian untuk perjuangan apa, umur sekian ingin memperjuangkan apa, sisa umur yang masih ada mau apa lagi.

Tegasnya...berani melangkah untuk tidak seimbang. DALAM HAL URUSAN SPIRITUAL.

Yang memang susah kalau di ukur dengan tolak ukur dunia. Wong Jawa ada bilang...yen nek bisa...kowe bisa : sembur - uwur - pitutur.

Motto kami dari teman Semarang...juga ada : DZIKIR - SHODAQOH - SILAHTURAHIM ( dalam arti yang se luas luasnya ).

Jadi penting atau tidak penting, utama atau tidak utama, juga sangat relatif. Atau subyektif.

No..problem.., mas Yusa., kalau mungkin ada perbedaan pemahaman.

Thanks / Sudrajat

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.