Monday, September 22, 2008

Aturan (2)

Rimata :

Kalau ada orang mudah tergoda, maka tingkatkan keimanan, dan bukan membuat aturan-aturan. Sama lucunya dengan orang puasa tapi tidak sanggup melawan godaan maka ia jadi marah lihat orang makan minum di depannya, ia jadi marah lihat orang merokok, ia jadi marah lihat orang pakai pakaian minim, ia jadi marah lihat warung buka siang hari. Lalu di mana tantangannya ? Pahalanya jadi sekecil-kecilnya pahala.


Yusa :

Saya merasa bukan seperti itu...

Dibuat atau tidak UU tersebut maka akan tetap ada tantangan, yang mana dengan tantangan ini bisa menguatkan iman kita. Dan janganlah marah, marah bukan penyelesaian yang baik.

Tiap kita minimal adalah pemimpin dari diri kita sendiri, sedang pemerintah adalah pemimpin dari sebuah negara. Saya berbaik-sangka bahwa jika pemerintah ingin memasukkan hal ini dalam UU maka saya rasa pemerintah ingin yang terbaik bagi kita semua. Seperti halnya saya melarang anak saya saat main korek api atau pisau atau batu dsb sebab saya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak inginkan pada anak saya. Atau saya melarang anak saya bermain-main di malam hari...bukan saya tidak menghormati hak asasi anak saya untuk bermain itu bukaaan...tapi saya menginginkan yang terbaik bagi anak saya, saya ingin dia tidur karena sudah malam, mainnya besok saja.

Mungkin seperti itu pemerintah kita yaitu ingin yang terbaik bagi kita dalam hal ini. Allahu a'lam. Kalau tidak semua pejabat, yah insya Allah ada beberapa yang begitu. Amin.

Daaan...marah bukan penyelesaian yg baik.


Rimata :

Yang jadi soal dari UU Pornografi adalah victimisasi tubuh perempuan.


Yusa :

Victimisasi atau tidak itu relatif sekali, tergantung darimana kita melihatnya. Semestinya yang diatur dalam UU itu tidak hanya tubuh perempuan saja tapi laki-laki juga yang mana masing-masing harusnya menutupi aurat mereka.

Thursday, September 18, 2008

Aturan

"Tidak menjadi masalah adanya banyak godaan, yang penting kan tidak tergoda" adalah tidak keliru tetapi tidak semua orang bisa menahan diri agar tidak tergoda dengan banyaknya godaan-godaan itu. Masih saja ada orang yang tergoda, masih banyak orang merasa tergoda dan sebagainya.

Tidak menjadi masalah adanya banyak godaan, yang penting kan tidak tergoda" adalah tidak keliru untuk mereka yang merasa tidak bakal tergoda, tapi bagaimana dengan mereka yang rawan tergoda? Sebab semua selalu berpasangan, ada pria ada wanita, ada tinggi ada rendah, ada yang tidak tergoda tentu ada yang tergoda dsb.

Untuk itulah dibuat aturan-aturan agar semua menjadi lebih nyaman dengan meminimalkan godaan-godaan, agar mereka yang rawan tergoda bisa memperbaiki diri menyusul mereka yang sudah tidak tergoda dengan godaan-godaan.

Wednesday, September 17, 2008

Nasab atau Nisbah

Oleh : Ustadz Jindan bin Naufal Bin Jindan

Nasab atau nisbah, artinya adalah hubungan. Setiap orang tidak akan selamat di akhirat melainkan apabila mempunyai nisbah kepada Rasulullah. Selama ia tidak mempunyai nisbah kepada Rasul, maka orang tersebut celaka, celaka, celaka!

Jangan salah paham dulu!

Nisbah itu ada dua macam:

1. Nisbah thiniyyah.
Nisbah thiniyyah artinya hubungan darah dengan Rasulullah shallallahualaihi wasallam, yang kita kenal mereka merupakan para sayyid atau syarif.

2. Nisbah diniyyah.
Nisbah diniyyah adalah hubungan agama dengan Rasulullah, dan itu adalah hubungan umumnya muslimin.

Nisbah thiniyyah tidak akan membawa manfaat apa-apa tanpa diiringi nisbah diniyyah, sebagaimana kita ketahui dari Allah dalam Al-Qur'an tentang anak Nabi Nuh. Dan manakala seseorang mempunyai kedua nisbah ini, maka sudah jelas dia lebih mulia daripada yang hanya mempunyai satu nisbah, sebab ini merupakan kemuliaan dari Allah Ta'ala yang telah menjadikan rumah tangga mereka sebagai rumah tangga ilmu dan kenabian, rumah tangga akhlak, serta syama'il dan kewalian.

Manakala seorang sayyid telah memutus dirinya dari rumah tangga tersebut, maka ia akan hancur berkeping-keping dan menjadi hina, serta binasa.

Berkata seorang muhibbin kepada Habib Abdullah bin Husin bin Tohir,
"Ya Habib Abdullah, saya tidak bersedih kalau saya ini bukan seorang sayyid, sebab sayyid itu kedudukannya tinggi sejak ia dilahirkan. Apabila sayyid tersebut menyimpang berarti telah menjatuhkan dirinya dari tempat yang tinggi, seperti orang yang jatuh dari gunung pasti hancur berkeping-keping. Adapun saya kalau menyimpang, maka hanya seperti jatuh dari meja dan tidak terlalu parah.

Berkata Habib Abdullah,
"Perkataan orang inilah yang telah mendorongku untuk tetap menjunjung tinggi nasabku dengan mengikuti jejak datuk-datukku."

Kita melihat banyak sayyid sekarang yang hanya membanggakan nasab dan leluhurnya, akan tetapi menyimpang jauh dari jalan leluhurnya. Sayyid, tapi tidak sholat. Sayyid, tetapi tidak puasa. Sayyid, tapi tidak tahu syurutil wudhu. Bahkan tidak mengetahui sejarah Rasulullah, siapa anak-anak dan istri-istri beliau.

Jadi kalau ada yang bilang, "Sayyid tidak tahu kalau dirinya sayyid," maka inilah orangnya.

Habib Abdullah Alhaddad berkata,

ثم لا تغتر بالنسب لا ولا تقنع بكان ابي

Kemudian jangan tertipu dengan nasabmu, jangan! Dan jangan merasa puas dengan perkataan "Dahulu ayahku begini atau begitu".

Dalam qasidah yang lain, beliau berkata,

لقد تأخر أقوام وما قصدوا نيل المكارم واستغنوا بكان ابي

Sesungguhnya telah ketinggalan suatu kaum, yang mana mereka tidak berusaha mencapai kemuliaan dan kehormatan, dan merasa cukup dengan ucapan-ucapan "Dahulu ayahku orang besar, atau ini dan itu".

Dikatakan oleh Habib Umar bin Hafidz,
"Membanggakan mereka sebagai leluhur bagi orang yang berjalan mengikuti jejak mereka merupakan suatu kehormatan dan kemuliaan. Adapun bagi orang yang menyimpang dari jalan mereka, merupakan ghurur / tertipu (memalukan)."

Paling tidak, kalau kita tidak bisa menjadi seperti mereka, maka tirulah sedikit demi sedikit dari amalan mereka.

(http://bisyarah.wordpress.com/2008/08/10/nisbah/)

Marah Bukan Solusi Terbaik

Ustadz Yudi :

Maaf sebelumnya mari sama-sama belajar....Seandainya tokoh-tokoh di atas kumpul membahas hal yang berbeda diantara mereka kemungkinan besar kok tidak akan terjadi kesepahaman. Dan itu terjadi juga pada senior senior beliau sebelumnya para ulama pendahulu kita tahu mereka already - dan tidak bisa disangkal sebagian kita hanyalah "pengikut, pengekor" dari apa yang mereka pahami dalam memahami ajaran Rasulullah (mungkin ada satu dua yang menjadi pencari sejati bukan pengekor).

Bila saya melihat dengan kacamata khusnudzon akan adanya ketidak-sepahaman tersebut (iman mereka) semoga gambaran keimanan yang teguh bukan kerasnya hati. Dan jika iman ini diobrolkan jadinya.......

Keimanan kita lahir dari tuntunan Allah (kehendak-Nya juga) dimana kita masing-masing dilahirkan dalam keluarga yang mempunyai warna tertentu -kemudian kita dimasukan dalam lingkungan dan pendidikan tertentu untuk memperoleh pengetahuan setelah itu diperjalankan untuk membuktikan apa yang telah kita ketahui berulang-ulang hingga tertanam satu keyakinan di dalam hati kita seperti apa yang kita imani saat ini.

Meskipun sekilas ada semburat warna yang hampir sama saya yakin kalo saya berbicara tentang keyakinan secara mendalam dengan rekan-reka akan ada juga perbedaannya. Tapi apakah perbedaan pemahaman itu yang akan kita kedepankan?

Jadi kenapa harus "takut" dengan keimanan orang lain toh kita mempunyai iman sendiri punya self defend, punya saringan, punya alat sensor yang dengan canggih mengkonter segala macam ancaman atau sebagian malah dengan nyaman membiarkan aliran pengetahuan yang ada lewat dalam pikiran dan hati yg terbuka seraya memohon "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari pemahanan yang keliru, jadikan setiap ilmu-Mu manfaat bagiku" Sekali kita terikat dalam tali persaudaraan maka ikatan itu tidak akan putus - tali itu adalah jalan yang lurus -ISLAM-



Yusa :

Ada kalanya kesalah-pahaman bisa hilang dengan dirembug spt ini, tapi adakalanya kesalah-pahaman tidak bisa hilang dengan dirembug manakala sudah menyangkut masalah aqidah.

Kesalah-pahaman para salaf bisa dirembug karena aqidah diantara mereka sama, kesalah-pahaman diantara mereka hanya masalah cabang saja. Tetapi kalau sudah menyangkut ke-Tuhan-an atau masalah ke-Nabi-an tetap tidak akan bisa hilang dengan dirembug. Biar dan harus dibedakan (tidak boleh disamakan), misal keyakinan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Nabi terakhir dan tidak ada Nabi lagi setelah beliau Saw tetap tidak boleh disamakan dengan keyakinan sebagian orang bahwa ada Nabi sesudah Nabi Saw yaitu Musadek misalnya atau Mirza Ghulam Ahmad dsb.

Dalam hal spt ini tidak boleh dihilangkan, tetap harus dikatakan berbeda.

Perbedaan tetap ada, tapi marah bukan penyelesaian yang baik.

Monday, September 15, 2008

Pengaruh Melihat Kebaikan

Dengan melihat meski sebentar, kita akan lebih mudah mengingat untuk kemudian kita tirukan, ini berbeda dengan mendengar. Orang akan lebih mengikuti apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar sebab besarnya pengaruh melihat. Dengan melihat kita bisa banyak belajar (belajar suatu ilmu dan belajar mengamalkannya) berbagai kebaikan atau malah keburukan, tergantung apa yang kita lihat.

Begitu melihat berbagai hal yang buruk maka ingatan akan hal itu akan cepat tersimpan di benak pikiran kita, tertanam sangat dalam di pikiran kita dengan meninggalkan bekas yang sangat sulit dihilangkan kecuali bagi mereka yang bersungguh-sungguh untuk menghilangkannya. Ingatan akan hal buruk itu kalau belum hilang maka suatu saat akan dapat muncul tiba-tiba sewaktu kita tidak ingat Allah Swt.

Disaat ingatan buruk itu muncul sekali, maka di lain waktu ingatan itu akan muncul lagi, lalu lagi dan lagi hingga kita ”ditarik” untuk melakukannya. Dan sekali saja kita melakukannya, maka kita akan melakukannya lagi untuk yang ke-2 kali, lalu ke-3 kali dan seterusnya hingga akhirnya kita akan berulang kali melakukannya dengan apapun alasan kita. Dari yang tidak terpikirkan untuk melakukannya hingga akhirnya kemudian menjadi terbiasa melakukannya. Awal mungkin hanya sebuah keburukan kecil yang kita lakukan, tapi tidak ada keburukan kecil kalau itu kita lakukan berulang kali hingga akhirnya menumpuk jadi keburukan besar.

Berhati-hatilah dengan keburukan yang kecil dan jangan remehkan apa yang kita lihat! Karena begitu besarnya pengaruh penglihatan maka usahakan semaksimal mungkin agar kita sering (kalau tidak bisa selalu) melihat hal-hal yang baik agar ingatan-ingatan hal-hal yang baik itu tertanam kuat dalam pikiran dan hati kita, yang mana jika sering melihat kebaikan maka ingatan akan hal itu akan sering muncul terlintas di pikiran dan hati kita hingga kita tertarik untuk melakukannya. Dengan melakukan kebaikan sekali maka suatu saat kita akan mengulanginya lagi hingga akhirnya setelah berulang kali maka berbagai kebaikan akan menjadi kebiasaan kita, tentu kita harus menjaga penglihatan kita.

Oleh karena hebatnya pengaruh penglihatan maka kita harus mengamalkan apa yang kita katakan pada orang lain sebab orang akan lebih cepat mengingat untuk kemudian melakukan apa yang mereka lihat dari perbuatan kita, mereka lebih cepat mengingat apa yang mereka lihat daripada yang mereka dengar. Kalau perbuatan kita tidak sesuai dengan perkataan kita maka mereka tidak akan melakukan apa yang kita katakan kepada mereka, tetapi mereka akan melakukan sesuai dengan apa yang kita perbuat, apa yang mereka lihat.

Orang yang menasehati masyarakat agar berbuat kebaikan adalah baik tapi tapi jika dirinya sendiri tidak melakukan apa yang dia nasehatkan, maka masyarakat tidak melakukan apa yang mereka dengar tapi masyarakat akan melakukan apa yang mereka lihat. Mereka akan meniru perbuatan kita. Misalnya dia menasehatkan agar masyarakat menjauhi dunia tapi perbuatannya tidak menunjukkan bahwa dia menjauhi dunia malah mencari dunia dengan cara-cara yang tidak haram maka masyarakat akan menirunya, meniru apa yang mereka lihat.

Orang yang seperti ini tidak akan menyampaikan kebaikan tapi justru menyampaikan keburukan kepada masyarakat. Semoga kita terhindar dari orang seperti ini. Dan, jangan belajar kepada orang yang hanya bisa menasehati tanpa bisa melakukan apa yang dia nasehatkan!

Friday, September 12, 2008

Ketika Tong Tua itu Terbuka

Oleh : Pak Ngestoe Rahardjo


Ketika Tong Tua itu terbuka...seorang pengemis sudah duduk mengemis di pinggir jalan itu selama lebih dari 30 tahun. Suatu hari, ada orang-asing lewat di depannya.

"Bagikanlah recehannya Tuan ...", rengek si pengemis, otomatis menengadahkan kopiah lusuhnya.

"Aku tak punya apa-apa untuk aku berikan.", kata si orang-asing. Menyaksikan si pengemis menduduki sesuatu, ia pun bertanya, "Apa yang kamu duduki itu?"

"Ini?", tanyanya sambil menyentuh tong yang di dudukinya itu. "Oh ... ini hanya sebuah tong tua. Saya sudah mendudukinya sejak lama Tuan...seingat saya jadi pengemis, saya sudah menjadikannya tempat duduk Tuan."

"Pernahkah kamu melihat di dalamnya?", tanya si orang-asing.

"Tidak Tuan!" sahut pengemis.

"Tapi untuk apa? Di dalamnya tak berisi apa-apa kok!"

"Cobalah melihatnya!", desak si orang-asing.

Dengan harapan kalau ia mematuhi si Tuan ini ia akan diberi recehan, ia pun dengan setengah hati membongkar tong tuanya guna melihat isinya.

"Ah ...", ia tercengang, matanya terbelalak dan sesekali mengucek matanya, ia tak percaya akan apa yang dilihatnya. Tong tua yang dijadikannya tempat duduk selama ini itu ternyata penuh berisi emas lantakan.

Dalam parabel ini, si pengemis adalah seorang pencari spiritual, si orang asing adalah seorang Guru, kopiah lusuhnya itu adalah inteleknya, dan tong tua yang malah dijadikannya tempat duduk itu adalah batin murninya atau hati nuraninya sendiri.

Seorang Guru sesungguhnya tak bisa memberi kita apapun, yang bukan sejak awal memang milik kita, kendati beliau sangat murah hati, sabar dan penuh kelimpahan. Beliau sekedar menyadarkan dan mendorong siswanya untuk "melihat ke dalam", melihat dan menemukan kembali harta karun yang tersimpan rapi sekian lama dan terabaikan — Diri Jati.

Orang Yang Tersesat

Adalah lebih baik menghindari menggunakan ilmu-ilmu kita untuk memperbanyak harta dunia saja dengan melupakan Allah Swt sama sekali dan merasa dirinya paling benar, hindari niat yang seperti itu sebab ini hanya akan menjadikan kita sombong, merasa mulia, merasa kuat dan menang karena banyak orang yang mengikuti kita.

Orang-orang yang mengikuti kita menganggap kita orang yang mulia di mata Allah Swt dikarenakan mereka melihatnya begitu, mereka melihat kita alim, banyak amal dan sholeh. Padahal apa yang mereka lihat adalah skenario kita agar dianggap begitu, kita ingin dimuliakan oleh masyarakat. Sebenarnya kita tidak alim (berilmu), kita hanya merasa diri kita alim (berilmu) lalu bertindak laku meniru-niru orang yang benar-benar alim dengan berpakaian seperti orang alim dan dengan berkata-kata seperti orang alim terbukti dengan cara kita mencari uang atau rizqi dengan tidak peduli apakah itu cara halal atau harom, tidak peduli apakah cara kita itu merugikan orang lain atau tidak...kita tidak peduli, yang penting keinginan kita tercapai. Kita hanya berharap dan senag jika masyarakat memuji kita, menyanjung kita saja tanpa kita memperhatikan amal ibadah kita.

Jangan karena kita sudah terlanjur dikenal sebagai orang alim (berilmu) kita lalu berbohong di depan masyarakat dan mengingkari kekeliruan kita demi terjaga gengsi kita. Kita takut tidak lagi dimuliakan masyarakat oleh karena itu kita memakai ilmu kita untuk berkelit, kita mencari-cari dan mengada-adakan alasan untuk menutupi kekeliruan kita agar masyarakat tidak tahu kekeliruan kita bahkan kalau perlu kita gunakan untuk "memaksa" mereka mengakui kekeliruan kita sebagai kebenaran. Semua jadi kacau, kebenaran sudah hilang dikarenakan keduniaan semata. Sudah tidak ada lagi Allah Swt di sana, sudah kalah oleh dunia.

Meski buruknya perbuatan kita itu tapi kita sama sekali tidak merasa keliru bahkan merasa paling benar sendiri, kita lalu merasa punya derajat tinggi di mata Allah Swt sebab kita menganggap diri kita sebagai ulama dengan segala pakaian dan kata-kata kita kita mirip-miripkan ulama. Itu sekedar untuk menutupi hati kita yang cinta terhadap dunia tapi kita tidak sadar kita sudah sangat mencintai dunia dan melupakan Allah Swt.

Kalau kita sudah seperti ini maka kita termasuk orang yang rusak, sangat rusak...rusak niat kita, rusak ilmu kita dan rusak amal ibadah kita. Kita hanya merasa alim (berimu) yang mengamalkan ilmu kita padahal amal ibadahnya tidak menunjukkan bahwa kita orang yang mengamalkan ilmu kita. Dalam kondisi seperti ini kita tidak bisa lagi diharapkan mau bertaubat.

Semoga kita semua terhindar dari perilaku yang demikian. Amin.

Orang Yang Sadar Tapi Tidak Bisa Menghindar

Niat orang menuntut ilmu itu macam-macam, ada diantara mereka yang berniat agar setelah memahami ilmu dia berharap ilmunya akan membuat hidupnya menjadi lebih mulia, maksudnya agar tercukupi kebutuhan-kebutuhan materialnya dan semakin mudah mendapatkan uang atau harta benda lainnya.

Dia sadar bahwa dengan ilmu semuanya akan semakin lebih mudah, bukan lebih mudah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt tapi semakin lebih mudah mendapatkan uang dan harta benda. Meski begitu sebenarnya dia tahu dan paham bahwa niatnya itu kurang sempurna dan remeh, dia tahu tujuannya keliru, dia tahu bahwa tujuan sebenarnya adalah Allah Swt tapi dia saat ini belum bisa menghindari bertujuan mencari dunia saja.

Orang yang seperti ini tidak akan pernah tenang sebab kurang yakin pada Allah Swt sehingga sering merasa khawatir dan sering merasa kurang...kurang banyak gajinya (padahal secara umum sudah lebih dari cukup), kurang bagus kendaraannya (padahal secara umum sudah memadai sebagai sarana transportasi menjemput risqi dan ibadah), kurang mewah tempat tinggalnya (padahal secara umum sudah cukup sebagai tempat berteduh dari panas dan hujan), kurang cakep istri atau suaminya (padahal secara umum pasangan kita sangat mencintai dan melayani kita dengan sepenuh hati dengan apapun adanya dirinya), kurang "basah" jabatannya (padahal secara umum jabatannya itu mampu memperjuangkan hak orang banyak dan sangat cukup memenuhi kebutuhannya), kurang dan sering merasa kurang yang lainnya.

Usaha mencukupi kebutuhan adalah boleh tapi kalau sering merasa kurang lebih baik kita hindari sebab SERING kalau dibiarkan akan menjadi SELALU. Sedangkan selalu merasa kurang dalam hal uang, harta benda dan dunia sangat rawan terjerumus dalam ketidak-syukuran terhadap karunia Allah Swt.

Usaha tetap jalan terus dan syukuri semua yang Allah Swt karuniakan kepada kita lewat hasil dari usaha kita. Apapun hasilnya harus disyukuri dan jangan mengeluh!

Seandainya orang yang berniat agar dengan ilmu dia akan dapat banyak harta benda ini (tapi dia sadar bahwa tujuannya ini remeh dan keliru) tidak juga bertaubat hingga dia meninggal maka dia dikhawatirkan akan meninggal dalam keadaan su'ul khotimah. Bagaimana keputusan akhir apakah dia ditetapkan buruk atau malah diampuni maka itu tergantung Allah Swt saja.

Tetapi jika sebelum meninggal dia sudah bertaubat, mau mengamalkan ilmunya dan menutupi kekurangannya dengan berbagai kebaikan maka dia termasuk kelompok fa'izin yaitu orang yang diampuni semua dosanya karena sudah bertaubat sebelum meninggal, dia bagaikan tidak punya dosa sama sekali.

Thursday, September 11, 2008

Bekal Menuju Allah Swt

Jadikan ilmu sebagai sarana dan bekal untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt lewat berbagai bentuk ibadah yang mulia!

Ada banyak macam ibadah yang bisa menyampaikan kita kepada Allah Swt, sholat bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, shodaqoh bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, mambaca Alqur’an bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, dzikir bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, zakat bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, infak bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, pergi haji bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, silaturrahim bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, berbakti kepada orang tua bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, berkata yang baik bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt, bahkan tersenyum pun bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt dan sebagainya.

Semua ibadah perlu ilmu untuk tahu tata-caranya, dengan ilmu maka ibadah akan lebih indah. Seandainya kita bisa melakukan semua ibadah untuk menuju Allah Swt maka itu lebih baik, tetapi kalau tidak bisa semuanya dilakukan maka cukup istiqomah satu atau beberapa saja. Lakukan semaksimal mungkin yang kita bisa lakukan.

Barang siapa mempunyai ilmu yang dijadikan bekal untuk menuju kepada Allah Swt maka dunia akan datang kepadanya, mendekatinya dan melayaninya. Dalam kondisi seperti itu, dunia bukanlah tujuan, Allah Swt-lah tujuannya.

Wednesday, September 10, 2008

Melakukan yang Kita Katakan

Bermohonlah kepada Allah Swt agar dijauhkan dan terhindar dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, amal yang tidak diterima dan do’a yang tidak dikabulkan.

Setelah berdo’a maka berusahalah untuk mengamalkan ilmu yang sudah diajarkan kepada kita dan kita sudah pahami dan berusahalah melakukan apa yang kita anjurkan kepada orang agar melakukannya menganjurkan orang agar melakukan sesuatu kebaikan maka kita harus melakukannya juga. Demikian juga kalau kita melarang orang untuk tidak melakukan sesuatu keburukan maka kita harus tidak melakukannya pula.

Jangan sampai kita menyuruh orang untuk melakukan kebaikan tapi kita sendiri tidak melakukannya, dan jangan sampai pula kita menyuruh orang untuk menghindari keburukan tapi kita sendiri malah melakukannya! Hal seperti ini sangat merugikan diri kita sendiri dan ini merupakan bujukan setan. Jadi, belajarlah lebih giat (belajar untuk melakukan hal-hal yang kita nasehatkan) dan bertanya-tanyalah kalau kita belum paham tentang apa yang dijelaskan oleh guru kita. Lalu amalkan kalau sudah paham!

Hidup ini akan semakin indah kalau kita mempunyai ilmu dan mengamalkan ilmu kita.

Jangan Merasa Paling Benar !

Ketika kita sudah bersemangat menuntut ilmu tapi selalu menunda-nunda untuk melakukannya atau selalu beralasan dengan berbagai macam alasan untuk tidak melakukannya maksud dan tujuan ilmu tersebut, maka dengan begini kita mengikuti ajakan nafsu kita dan bujukan setan yang mengatakan agar kita giat bersemangat menuntut ilmu tapi tidak untuk dilakukan.

Bujukan setan itu sedikit demi sedikit tapi menjerumusan kita ke luar dari jalan kebenaran dan kita akan termasuk kelompok orang-orang yang keliru. Meski begitu kita tidak merasa keliru dan kita merasa berada di jalan yang benar.

Kita merasa sangat penting menuntut ilmu, ini benar tetapi tanpa bertambahnya amal dengan bertambahnya ilmu kita maka kita tidak akan bertambah apa-apa kecuali bertambah jauh dari Allah Swt.

Tuesday, September 09, 2008

Ummi, Umma, Ummu

Oleh : Ustadz Temie Iswanto

Seorang warga Indonesia pernah ke Pattaya, Thailand, sekitar 3 tahun yang lalu. Dengan izin Allah kami bisa ketemu di Jakarta pada tahun berikutnya. Perawakannya kecil saja, tapi ada kelebihan yang bikin banyak orang lain 'ngiri' kepadanya.

Dalam suatu kesempatan berkumpul, seseorang menyebutkan bahwa dia punya 3 orang istri. Meskipun tinggal di rumah masing-masing, tapi rumahnya saling berdekatan. Yang satu bahkan saling berhadapan dibatasi oleh jalan.

Ketika ditanya bagaimana anak-anaknya memanggil ibu mereka, bukan dia yang jawab, tapi malah orang lain yang ada di dekatnya. Katanya, panggilannya ummi, umma dan ummu. Ada yang menyeletuk, "Yang keempat umme..."

Ada-ada saja!

Beberapa waktu yang lalu, istri saya berkesempatan menelpon ke nomer hp salah seorang istrinya; sekedar tanya apa kabar. Karena dispeaker-on, maka saya bisa mendengar suara dari seberang sana. Sambil cekikikan yang ditanya kasih kabar, "Bu, kita semua lagi hamil... kaya pasukan drum band aja... hahaha..." Kira-kira begitu.

Subhanallah...mereka bisa akur...

Menjemput Petunjuk Allah Swt

Makna petunjuk Allah Swt adalah amal, sementara amal adalah buah dari ilmu.

Sesuatu itu ada awal dan ujungnya, begitu juga dengan petunjuk Allah Swt. Awal dari petunjuk Allah Swt adalah syari’at dan ujungnya adalah ibadah. Kita tidak akan bisa sampai di ujung dari petunjuk Allah Swt yaitu ibadah sebelum melakukan awal dari petunjuk itu sendiri yaitu syari’at. Artinya sebelum memulai ibadah kita harus mencari tahu dulu tentang ilmu dari ibadah yang akan kita lakukan tersebut. Kalau kita sudah mengetahui ilmu dari ibadah maka teruskan dengan mengamalkannya, ini berarti kita sedang menjemput petunjuk dari Allah Swt.

Petunjuk Allah Swt juga ada sisi luar dan ada sisi dalamnya, tidak akan bisa kita mengetahui sisi dalamnya kecuali mengetahui sisi luar dari petunjuk tersebut. Artinya tidak bisa mengetahui makna dengan sempurna dari suatu ibadah kecuali kita mengamalkan ibadah itu terlebih dulu. Lakukan dulu baru tahu maknanya dengan lebih sempurna.

Tidak bisa kita memgetahui bagaimana khusyuk dalam sholat sebelum kita melakukan sholat, jadi sholat dulu baru kita tahu bagaimana yang disebut khusyuk. Tidak bisa kita mengetahui bagaimana ikhas dalam beramal sebelum kita melakukan amal, jadi beramal-lah dulu baru kita tahu bagaimana yang disebut ikhlas.

Demikian seterusnya.

Monday, September 08, 2008

Sesuatu yang Merugikan Diri Kita

Perhatikan niat kita sebelum menuntut ilmu, apakah kita menuntut ilmu karena ingin mengumpulkan harta dunia atau agar dikenal sebagai orang berilmu atau untuk mengungguli orang lain atau agar orang-orang mendatangi dan menghormati kita?

Kalau niat kita seperti itu maka kita termasuk yang merusak agama, mencemarkan agama, kita termasuk orang yang merugi seperti pedagang yang modalnya habis tidak ada laba dari dagangannya.

Menuntut ilmu itu awal yang baik tapi kalau diniatkan untuk hal-hal yang tidak menuju kepada Allah Swt maka kita rugi. Dan kalau guru kita mengajari seperti itu maka dia termasuk mendapatkan kerugian kita, kalau kita termasuk mencemarkan agama maka dia termasuk menjerumuskan kita ke dalam kesalahan, dia sudah mengajarkan hal yang sangat keliru ibaratnya dia menjual pisau kepada penjahat jalanan yang dengan pisau itu kita gunakan untuk berbuat buruk.

Perbuatan seperti itu merusak agama dan merugikan diri sendiri. Seharusnya dengan ilmu kita bisa beribadah, kita bisa bertaqwa pada Allah Swt dan dengan taqwa kita berjalan di jalan yang lurus, tapi karena niat kita buruk (yaitu bukan karena mengharap petunjuk dari Allah Swt) maka bukan makin dekat dengan Allah Swt, malah semakin jauh kita dari Allah Swt.

Nguing...nguing...nguing...pluk !

Sedikit intermezo semalam bersama anak saya, Muhammad Haykal.

Haykal :
Itu bapak!

Yusa :
Bobok yuk, Lik!

Haykal :
Yok! (sambil menghamburkan badannya ke arah saya)

Yusa :
Matur mbah kakung dulu...mbah kung, bobok kidul...


Haykal :
Bobok kidul... (sambil mencium tangan mbah kakung dan mbah putrinya)

Mbah kakung :
Iya ndak boleh nakal ya...

Yusa :
Yuk, sandalnya mana? Ambil sandal dulu yuk!

Saya gendong Haykal untuk ambil sandal lalu saya ajak dia ke Mushola, sholat tarawih dulu baru bobok.

Haykal :
Dah celecai?

Yusa :
Apa, Lik, bapak ndak denger…


Haykal :
Dah celecai?

Yusa :
...belum, belum selesai, sebentar lagi ya...Haykal udah ngantuk?


Haykal :
Iya...

Yusa :
Pulang yok...!


Sholat tarawih belum selesai, Haykal sudah ajak saya pulang sebab takut Haykal mengganggu orang-orang dengan lari-lariannya. Niat saya ajak Haykal ke Mushola biar dia terbiasa melihat orang sholat lalu menirukan gerakan sholat dsb.

Alhamdulillah dia sudah mulai menirukan gerakan sholat meski lucu seperti sujud dilakukan sambil tengkurap atau duduk bersila membaca “astaghfirullah” dan “la illaha illallah” sambil cadel dan geleng-geleng kepala.

Haykal :
Dah celecai?

Yusa :
Sudah...(saya gendong Haykal pulang)


Sampai di rumah Haykal belum langsung bobok, kami ngobrol dulu.

Haykal :
Om Putut mana?

Yusa :
Om Putut ngaji!

Haykal :
Ngaji di mana?

Yusa :
Ngaji di Mushola. Udah bobok besok ketemu lagi!

Haykal :
Besok ketemu lagi ya?

Yusa :
Iya besok insya Allah ketemu lagi.

Haykal :
Ini apa? (sambil menunjuk retakan di tembok)

Yusa :
Itu retak, Lik...

Haykal :
Kenapa?

Yusa :
Rusak.

Haykal :
Kenapa?

Wah, saya harus jawab gimana ya?

Yusa :
Temboknya udah tua jadi rusak.

Haykal :
Ini apa? (sambil menunjuk bekas darah nyamuk di tembok)

Yusa :
Itu nyamuk, Lik...nyamuk mati.


Haykal :
Kenapa?

Yusa :
Nyamuknya terbang nguing...nguing...nguing...(tangan kiri saya bergerak muter-muter meniru gerakan nyamuk) lalu pluk nyamuknya nempel, lalu kesenggol, nyamuknya mati!

Haykal :
Nguing...nguing...nguing...pluk, kecenggol...gitu ya?

Yusa :
Iya...

Tanya jawab ini berulang kali sampai dia paham dan hafal alasannya.

Tiba-tiba DUOR...DUOR...suara mercon terdengar di luar.

Haykal :
Apa itu? Ital (Haykal) tatut...

Yusa :
Takut? Sini bobok, merem, sama bapak...

Haykal langsung memeluk saya, merem dan pipinya di tempelkan di pipi saya. Saya usap-usap kepalanya, wajahnya dan punggungnya biar bobok. Sebentar kemudian dia bobok.

Habis Subuh Haykal bangun, pipis lalu tidur-tiduran lagi. Jam 6an pagi saya mandikan dia, ganti baju celana lalu keluar cari bubur buat sarapan Haykal setelah pamit sama mbah putrinya.

Di jalan...

Yusa :
Lihat kebo yuk!

Haykal :
Yuk!

Yusa :
Wah, kebonya ndak ada, Lik, kebonya maem! Kebo maem rumput.


Haykal :
Ital (haykal) ndak mau...

Yusa :
Iya...Haykal maem bubur, kebo maem rumput, Haykal ndak mau, bapak ndak mau...

Haykal alhamdulillah mudah ingat kalau diajari sesuatu, asal diulang-ulang sampai dia paham dan jangan dibentak sebab kalau dibentak dia malah balik mengkasari kita dan menangis. Dia mau mendengar asal dikasih alasan yang mudah dipahaminya.

Friday, September 05, 2008

Hamba Allah

Oleh : Ustadz Yudi

Bahwasanya tidak ada yang salah dengan title Hamba Alloh - tapi sebaiknya title itu biar Alloh yang menyematkan bukan kita yang mengaku-aku.

Dalam beberapa diskusi dan pemahaman para pendahulu khususnya di dunia 'sufi' sering kali konsep penghambaan kepada Alloh dipahami sebagai feodalisme spiritual - jika kita fahami atau analogikan hamba itu adalah budak maka pengertian feodal menjadi terasa benar dan umat Islam yang lekat dengan penghambaan lekat pila dengan title budak (beberapa orang beranggapan demikian jadi perlu diluruskan)....tapi coba bila pengertian bahwa hamba Alloh itu sebagai abdi - pekerja bahkan - pelaksana - executor - khalifah - wakil analogi budak menjadi luntur.

Disitulah kemulian derajat Abdulloh Hamba Alloh orang yang dipercaya Alloh karena kualitasnya untuk melaksanakan amanat-amanat-Nya bukan budak karena Alloh tidak pernah memperbudak makluknya dan bukan majikan....

Dialah Sang Rahman dan Rahim..

Abdulloh adalah pilihan-Nya...bukan pengakuan kita....

Thursday, September 04, 2008

Ramadhan

Oleh : Ustadz Yudi

Mataun taun kita sampun kepanggih kalian wulan ramadhan, wulan ingkang dipun syareatken kagem saksinteno kemawon ingkang kagungan iman nindaaken siam.

Meniko kanugrahan ingkang ageng sanget kagem kito sedoyo umat Islam dene Gusti kersa paring wedal ingkang laminipun setunggal wulan kagem ngetok karosan spiritual nindaaken sakwernaning ibadah mboten namung siam kemawon - shalat, dzikir, tadarus ugi dipun dawuhi lajeng dipun pungkasi kaliyang zakat.


Buat yang tidak berbahasa Jawa,

Kalo dicermati kita diberi waktu sebulan dalam satu tahun untuk beribadah wujudnya puasa. Sama halnya kita diberi kesempatan menunaikan ibadah haji seumur hidup sekali dan kita diberi kesempatan 5 kali dalam sehari untuk shalat. Itu semua fasilitas bagi manusia yang mau menggunakan fasilitas tersebut untuk mengenal Rab-nya. Untuk mengingat kembali kesejatiannya - asal usul kehidupan dan mengingat kembali untuk apa sebenarnya dia terlahirkan. Puasa yang bagaimana yang akan kita lakukan ?

Menahan haus dan lapar ?
Menahan syahwat ?
Menahan lintasan buruk hati dan pikiran ?
Menghadapkan sepenuhnya wajah ini ke wajah-Nya ?

Fasilitasnya OK lho....sedemikian rupa dikondisikan agar kita mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengingat Allah - yang dibahasakan setan dibelenggu dan pintu syurga dibuka selebar-lebarnya.

Awal dari Petunjuk

Petunjuk Allah Swt itu jangan ditunggu diam saja tanpa berusaha apapun! Sebab petunjuk dari Allah Swt itu harus diusahakan dengan menuntut ilmu kepada orang-orang yang diakui keilmuannya, diakui rantai ilmunya bersambung kepada Rasulullah Muhammad Saw lewat para pendahulu kita dan diakui juga amalnya sesuai dengan perkataannya.

Tidak bisa kita diam saja di rumah tanpa usaha tapi berharap menjadi orang yang bertaqwa sebab taqwa butuh amal, sedangkan amal butuh ilmu. Tanpa ilmu tidak akan bisa beramal, tanpa amal bagaimana mungkin kita menjadi orang yang bertaqwa?

Awal dari petunjuk Allah Swt adalah syari’at lalu kemudian berujung kepada ibadah.

Ilmu dibutuhkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, lewat usaha kita menuntut ilmu maka ini berarti kita sedang menjemput petunjuk dari Allah Swt. Awal ilmu adalah mencari tahu tentang aturan-aturan untuk beramal, lalu sesudah itu lanjutkan dengan mengamalkannya dengan sekuat tenaga. Ketika hati kita tidak menolak pada saat dihadapkan kepada amal-amal ibadah yang mengantarkan kita kepada jalan yang lurus tersebut maka lakukan amal-amal itu, jangan berhenti teruskan terjun ke lautan ilmu!

Tapi tatkala hati kita menolak atau menunda-nunda ketika dihadapkan kepada amal-amal ibadah maka ada yang belum benar dengan niat kita, berhati-hatilah jangan sampai kita menjadi orang yang terus menuntut ilmu tanpa diamalkan.

Wednesday, September 03, 2008

Do'a yang Diaminkan Rasulullah Saw

Tembalang – Semarang. Air mata terjatuh disaat disebut Rasulullah Muhammad Saw dengan : ya habibi... Teringat mulut menyebut ya habibi...duhai kekasihku...tapi tidak melakukan perintah-perintah beliau Saw dengan benar dan tidak mencintai keluarga beliau Saw dengan sepenuh hati. Ya Allah perbaiki kami, jangan jauhkan kami dari orang-orang yang mengingat-Mu dan Rasulullah Muhammad Saw seperti mereka yang berkumpul sabtu malam 30 Agustus 2008 lalu di pondok pesantren Darut Taqwa milik kyai Mudrik.

Malam itu diadakan pengajian umum, haflah sekaligus dibacakan maulid Simthud Durrar dan diakhiri dengan ceramah oleh habib Syaikh bin Abdulqodir Assegaf – Solo. Habib Syaikh malam itu terlihat capai karena padatnya jadwal dakwah beliau hampir tiap hari ke berbagai kota dalam minggu terakhir menjelang Ramadhan.

”Kemarin waktu di Jepara saja habib Syaikh tidak sering ber-qoshidah, murid-muridnya yang menggantikan beliau. Hanya di akhir beliau membaca maulid. Suaranya serak!”, kata ustadz Rudi.

Benar juga, malam itu habib Syaikh tidak ber-qoshidah, hanya memimpin jama’ah dengan ayunan tangan ke atas berdo’a mengikuti alunan syair qoshidah dan tersenyum. Beliau mempunyai sir (rahasia) sehingga meskipun beliau tidak ber-qoshidah dan hanya tersenyum sambil mengajak jama’ah yang hadir mengikuti syair qoshidah, keriangan tetap tampak menyebar pada jama’ah. Wajah-wajah mereka riang, mulut-mulut mereka mengikuti syair qoshidah, tangan sesekali diangkat ke atas berdo’a, keriangan mereka membuat hati makin hadir mengingat Allah Swt dan Rasul-Nya Saw.

Habib Syaikh membawa jama’ah menuju ke keriangan ke-Maha-Indah-an Allah Swt dan keindahan Rasul-Nya Saw. Rasulullah Muhammad Saw sempurna dengan semua ajaran beliau Saw. Tidak ada nasehat yang paling bagus kecuali yang berdasarkan nasehat dari beliau Saw. Tidak ada akhlaq yang paling baik kecuali yang mengikuti akhlaq beliau. Tidak ada adab yang terbaik kecuali yang meniru adab beliau Saw. Sungguh hati yang riang akan mudah diajak menuju kepada kebaikan. Suasana hati terwujud lewat wajah, wajah cerah dan riang maka begitu juga dengan hatinya. Senyum yang dibuat-buat akan terlihat tidak asyik, tapi senyum yang berasal dari hati akan terlihat sangat indah. Demikian juga dengan perkataan dsb.

Habib Syaikh mengingatkan tentang do’a malaikat Jibril yang diaminkan oleh Rasulullah Muhammad Saw yaitu :

1. Orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi tidak mendapatkan manfaatnya.

Ibarat ada sebuah mall yang memberikan semua barang jualannya gratis tapi begitu kita masuk kita hanya lihat-lihat saja, tidak mengambil sedikit pun barang di dalamnya, padahal itu gratis, tinggal pilih mana yang disuka lalu dibawa pulang. Ini berarti kita termasuk orang yang merugi! Apalagi ini bulan Ramadhan, perbuatan sunnah dilipat-gandakan pahalanya seperti wajib. Perbuatan wajib dilipat-gandakan pahalanya. Adalah rugi kalau kita keluar dari Ramadhan tapi tidak mendapatkan apapun dari Ramadhan.

Adalah sifat manusia justru penasaran begitu dilarang, penasaran kenapa dilarang membuat kita melanggar larangan tersebut. Padahal larangan itu dimaksudkan agar kita bertambah baik.

Sifat manusia yang lain adalah saling iri melihat apa yang dimiliki orang lain. Apa yang miliki adalah sesuai dengan keadaan kita, sesuatu yang tidak kita miliki belum tentu sesuai dengan keadaan kita, malah bisa jadi akan memperburuk keadaan kita. Kemarin kita menginginkan sesuatu barang yang dimiliki orang lain yang tidak kita miliki, lalu hari ini kita dikaruniai oleh Allah Swt bisa memiliki apa yang kita inginkan itu. Lihat apa yang kita rasakan sesudah memiliki barang dengan sebelum memiliki?

Sebelum memiliki kita begitu menggebu menginginkannya tapi begitu sudah memiliki rasa menggebu hilang berganti dengan rasa bosan dan ingin yang lebih lagi yang dimiliki orang lain yang tidak kita miliki. Selalu begitu kalau kita kurang syukur kita. Pepatah jawa mengatakan semua itu ”sawang-sinawang”. Bersyukurlah maka akan ditambah nikmat kita. Perbedaan diantara kita adalah untuk saling melengkapi.


2. Orang yang punya orang tua tapi tidak mendapat ridho mereka.

Apapun orang tua kita tetap harus dihormati dan ditaati perintah-perintahnya. Jangan karena sudah tahu ilmu sedikit langsung mendalili orang tua kita dengan bahasa yang kurang nyaman, jangan! Sampaikan dengan baik dan dahulukan mereka dibandingkan orang lain. Jangan sampai kita memberikan sesuatu kepada orang lain tetapi lupa kepada orang tua sendiri! Perhatikan mereka, muliakan mereka dan jangan sekali-kali menuduh orang tua kita mencuri harta kita! Harta anak adalah milik orang tuanya, tidak ada orang tua mencuri harta anaknya. Tapi ini jangan disalah-artikan dalam kesewenang-wenangan, ini bertujuan agar anak menghormati orang-tuanya.


3. Orang yang barang siapa disebut nama Rasulullah Muhammad Saw, dia tidak menjawab.

Dalam menjawab boleh dengan suara keras atau pun lemah. Tapi ada yang melarang berdzikir dengan suara yang dikeraskan dengan alasan bahwa Allah Swt Maha Mendengar jadi dengan suara lemah pun Allah Swt mendengar dzikir kita, doa kita, salam kita. Memang Allah Swt Maha Mendengar tapi dzikir dengan suara yang dikeraskan adalah dimaksudkan agar diantara kita yang belum ikut berdzikir mendengar dzikir kita lalu mereka mengikuti kita berdzikir, agar mereka yang belum mau ber-sholawat mendengar sholawat kita lalu mengikuti kita ber-sholawat.

Renungan Menjelang Gajian

Oleh: Temie Iswanto

Pagi ini Anda merasa sehat. Nafas Anda terasa segar. Mata Anda dapat melihat dan memandang dengan sempurna. Telinga Anda dapat mendengar.

Ada kalanya sambil kerja Anda makan sedikit nyamikan, menulis atau membaca email; Disana Anda dapatkan sesuatu yang menggembirakan, yang lucu, atau malah membuat Anda prihatin atau Anda tergerak untuk sekedarmengucapkan bela sungkawa dan lain sebagainya. Semua itu adalah nikmatbuat Anda.

Anda bergegas ke kamar kecil, untuk sekedar membuang air kecil atau lebih daripada itu. Tidak seperti mengeluarkan uang, Anda ternyata bisa begitu ikhlas dalam mengeluarkannya. Kalo sedikit saja nyangkut, Anda cepat-cepat 'mengeden'. Bukan apa-apa tetapi agar Anda bisa merasa plong sesudahnya. Pengalaman berulang ini menunjukkan betapa Anda merasa segar justru setelah mengeluarkannya. Itu semua adalah sebagian dari nikmat yang besar yang sering kali orang lupa untuk mensyukurinya.

Hari ini Anda barangkali melihat orang lain mendapat musibah atau mungkin mendengar beritanya. Ada yang rumahnya terbakar, ada yang kemalingan, ada orang yang dibunuh, ada orang yang stroke, kecelakaan, kena kanker atau mesti dirawat inap berbulan-bulan di rumah sakit tanpa kepastian kapan akan sembuh. Ada juga orang yang kerasukan jin, ada yang katanya kena santet, ada yang masuk bui, dsb. Semua kejadian itu terjadi pada orang lain. Kita? Ah... barangkali hal itu tidak pernah terlintas akan terjadi pada diri kita.

Orang tua selalu mengingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi. Kalau hari ini kita sehat, bukan suatu yang mustahil suatu waktu nanti kita akan sakit. Kalo sekarang kita dalam kelapangan, bukan tidak mungkin ada masa-masa dimana dunia ini terasa sempit. Kalo hari ini kita bisa mengunduh nikmat hampir tiap hari, boleh jadi ada masanya dimana hari-hari kita malah terpaksa mengeluh dan menggerutu. Bayangkan... jika hari itu sampai. Jika masa itu datang dimana nikmat yang Anda miliki hari ini mulai berguguran atau bahkan menguap.

Bayangkan, Anda yang sehat bugar hari ini dalam keadaan lemah lunglai tak bertenaga, karena sakit atau tua. Hari itu makan tak terasa enak, tidur tiada dapat lelap, memandang pun sia-sia karena mata telah kabur, ingin mendengar malah terdengar suara bentakan... Hari itu Anda begitu menderita.

Sungguh tidak akan ada yang dapat menolong Anda pada hari itu selain amal kebajikan yang Anda siapkan hari ini. Yang demikian adalah karena siapa saja yang mengasihi penduduk bumi dengan amal kebajikannya, maka penghuni langit akan mengasihinya pula. Siapa saja yang mengasihi dia akan dikasihi. Siapa saja yang suka menolong maka dia akan mendapat pertolongan pada saat dia benar-benar memerlukannya. Apa dan bagaimana bentuknya, itu termasuk perkara yang ghaib.

Bersegeralah Bersedekah

Oleh : Temie Iswanto

Pagi yang cerah di Pattaya. Semoga demikian juga keadaan di tempat anda dan khususnya keadaan di hati anda.

Jika karena satu dan lain hal hati anda misalnya dalam keadaan tidak cerah, kenapa tidak segera bersedekah saja? Jika karena satu dan lain hal anda terjebak dalam kesulitan, kenapa tidak segera bersedekah saja?

Jika anda termasuk mereka yang merasa rezekinya seret, kenapa tidak segera bersedekah saja? Jika anda misalnya dalam keadaan merasa letih, lesu dan lemah sebagaimana yang biasa dialami oleh orang-orang yang sudah tua, kenapa tidak segera bersedekah?

Sedekah --percaya ato tidak-- memiliki beberapa keutamaan bagi siapa saja yang melakukannya. Diantaranya adalah: mengobati sakit; "Obatilah penyakitmu dengan sedekah" (hadits), menolak bala; "Bersegeralah bersedekah, sebab bala tidak pernah bisa mendahului sedekah" (hadits), murah rezeki; "Pancinglah rezeki dengan sedekah" (atsar), dan panjang umur; "Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur" (hadits).

Muslim atau bukan, sedekah bisa menjadi katalisator untuk semua hal tersebut di atas selama kita tinggal di dunia ini. Salah satu buktinya barangkali adalah salah seorang kerabat saya yang non muslim. Dia gemar bersedekah. Dia selalu menyiapkan uang receh untuk para pengemis dan menyisihkan sebagian rezeki lainnya untuk orang-orang lain yang menarik simpatinya. Dia pengusaha krupuk saja, tapi rezekinya seperti air yang mengalir.

Maka benarlah orang yang mengatakan bahwa rezeki seseorang itu ditopang oleh orang-orang miskin yang dinaunginya. Semakin banyak orang yang dinaunginya, semakin banyak rezeki yang mengalir melaluinya. Maka benarlah perkataan yang menyebutkan bahwa tidak akan jatuh miskin orang yang gemar bersedekah.

Lalu apa lagi yang mau ditunggu? Ayo kita bersegera bersedekah...

Sepenggal Peristiwa

Oleh : Temie Iswanto

Dalam satu perjalanan saya melihat seorang wanita yang saya kenal hampir telanjang duduk di pinggir jalan. Seorang wanita yang hampir lumpuh karena sakitnya. Suaminya banyak berkhidmat untuknya. Sayang, saat itu tidak terlihat di sekitarnya.

Beberapa orang lelaki yang mengenalnya berbicara satu sama lain. Apa yang mereka bicarakan mungkin sama seperti yang saya pikirkan, bagaimana menolongnya sementara saya adalah lelaki dan bukan mahramnya. Kemudian Allah SWT memberi sedikit kelebihan sehingga saya segera memanggil seorang anak untuk memberinya kain.

Saya dekati dia, lalu saya tanya, "Kin kaw reu yang?" Sudah makan belum ya? Yang ditanya malah menangis. Ah... kenapa dia menangis di depan saya. Saya bergegas meninggalkannya. Saya tidak mau orang lain melihat ada lelahan air di mata saya. Dalam hati, saya bersyukur saya dalam keadaan sehat, tidak sakit seperti orang ini. Selain itu saya juga punya istri yang mau diajak menolong orang lain. Saya mesti segera pulang dan mengajak istri untuk menolongnya.

Setelah menyiapkan bekal sebungkus nasi dan lauknya, kami mendatanginya. Perempuan tadi telah tergeletak lemah. Di sekitarnya berkumpul beberapa orang lelaki yang ragu untuk menolongnya. Mungkin karena baunya.

Istri mulai menangis dan berteriak agar saya segera mengangkatnya, tapi saya bergegas mencari kursi rodanya. Kursi roda itu tidak ada. Saya kembali. Istri berusaha mengangkatnya, sesuatu yang sulit dilakukan seorang diri. Alhamdulillah, beberapa orang membantu kami mengangkatnya ke tempat duduk panjang. Yang diangkat terus menangis dan mengaduh.

Setelah agak tenang, dia berbisik kepada istri. Katanya, "Kit teung po." Dia kangen bapaknya! Tidak lama kemudian sang suami datang dengan sekantung rezeki. Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik atas kesabaran mereka menanggung sakit dan derita. Amiin.

Lupa Sebagian dari Nikmat

Oleh : Temie Iswanto

Barusan diskusi kecil dengan atasan (bule). Nampaknya sih sedang happy. Tidak lama kemudian diambilnya buah cherry, lalu dilahapnya. Tidak itu saja, dia ambil sebuah cerry yang lain lalu diberikannya kepada saya. Melihat boss menikmati cerry itu, saya pun melalapnya. Enak rasanya.

10 menit kemudian di depan komputer... masya Allah... saya baru ingat kalo saya sedang puasa. Astaghfirullah, ternyata saya lupa bahwa pada saat diskusi tsb saya sedang puasa. Saya mohon ampun. Ah... semoga saja hal itu merupakan sebagian nikmat dari Allah SWT. Lebih daripada itu mudah-mudahan itu sebagian dari rezeki yang datangnya tidak disangka-sangka...

Jadi ingat kisah lama sekitar 10 tahun yang lalu. Hari pertama puasa seperti biasa saya masuk kerja. Sebagaimana yang biasa saya lakukan sebelum Ramadhan, pagi itu - menjelang bekerja - saya buat minuman teh campur creamer. Di sebelah saya berdiri office boy yang memperhatikan saya membuat minuman. Dia melihat saja tanpa bicara sepatah katapun.

Sebagaimana biasa, sambil duduk di depan komputer saya serubut minuman itu. Hingga beberapa menit kemudian... saya teringat bahwa hari itu adalah puasa. Masya Allah, kenapa office boy tadi ga kasih tahu? Ketika ditanya, dia bilang bahwa dia merasa aneh tanpa bisa komentar apa-apa. Ya Allah...

Antara Berkonsep & Tidak Berkonsep

Hendra :
Ada seorang filosofi mengatakan mengenai konsep tentang agama : untuk masyarakat umum beragama itu adalah benar atau baik, untuk orang bijak (wise people) beragama itu adalah palsu, untuk penguasa beragama itu adalah alat yang berguna. Monggo mas mas mau berkonsep yang mana...he..he…


Dhika :
Wah.. bingung nih Mas mau pake yang mana. Benarkah beragama itu baik? Buktinya banyak kekerasan dilakukan atas nama agama. Apa iya mas orang-orang bijak mengatakan agama itu palsu sebab banyak juga orang-orang (yang saya anggap) bijak justru berangkat dari nilai-nilai agama. Terus untuk penguasa agama... hehehe.. kalau yang ini no komen deh...


Yusa :
Keras atau tidak itu relatif...beragama tidak berarti keras sebagaimana terlihat di tivi dan koran, tergantung bagaimana kita bersikap. Jangan bingung, mas...silahkan dipilih dengan rasa.



Adji :
Setuju mas Yusa, beliau-beliau itu yang melakukan kekerasan dengan 'jubah' agama sedang ber-proses menjadi bukan diri-Nya. Tak akan ada tinggi, bila seseorang tidak mengenal apa itu rendah. Tak akan ada KASIH SAYANG bila seseorang belum melakukan KEKERASAN.


Yusa :
Bisa jadi seperti itu tapi jangan lantas niat sengaja melakukan kekerasan dulu agar nanti bisa berkasih-sayang...jangaaan...jangan! Berusahalah semaksimal mungkin berkasih-sayang, kalau terpeleset melakukan kekerasan usahakan agar itu sebuah kekhilafan. Khilaf adalah alami dan wajar. Sementara kesengajaan berbeda dengan kekhilafan. Ngaten, mas Adji?



Semar Samiaji :
Mas Yusa...ijinkan bertanya...jika Mas sudah pilih dan itu sesuai dengan makna kekerasan yang Mas pahami dan kaji...lalu, saat ada peristiwa bentuk kekerasan yang demikian, apa yang Mas UJUDkan dalam hidup dan kehidupan NYATA?

...Misalnya suatu majelis, apakah membuka wacana agar bisa ujudkan hidup dalam kedamaian TANPA mengecap pihak lain dengan kata misal syirik, musyrik dsb...atau membangun satu pandangan bahwa pilihan RITUAL adalah hak setiap individu, sehingga kalau ada yang melakukan ritual dengan cara yang berbeda sebagai mana keyakinan Mas BUKAN satu hal yang perlu dibahas atau dikaji DI LINGKUNGAN yang SEJENIS dengan Mas.....

Semoga ini adalah juga termasuk UJUD rasa pilihan ya Mas....


Yusa :
Setiap perbuatan tentu ada balasannya, ada sebab tentu ada akibat. Jika ada seseorang hari ini mengalami ketidak-nyamanan karena perbuatan orang lain maka (diluar salah atau tidak korban) yang perlu dipertanyakan apa yang sudah dia lakukan tempo hari kok hari ini dia disakiti orang lain.


Tapi ini tidak berarti kita boleh dengan sengaja berniat sejak awal menyakiti, tidak sama sekali tidak boleh berniat menyakiti orang. Yang sering kali timbul adalah sejak awal berniat baik, tapi di tengah jalan karena banyak hal maka dia menjadi mengikuti hawa nafsunya, emosi timbul, kemarahan berhadapan dengan kemarahan hingga timbul perselisihan.

Yang baik jadi tidak baik!

Berusaha berniat baik semaksimal mungkin, berusaha tidak emosi, kalaupun emosi berusaha hanya di dalam hati saja dan jangan ujudkan lewat lesan atau perbuatan agar tidak menimbulkan perselisihan. Minimal seperti itu. Meredam api di hati kita sendiri lebih mudah daripada meredam api yang sudah terlanjur membakar hati orang lain. Kalau orang lain ikut terbakar maka ada dua pekerjaan kita, meredam api di hati kita dan api di hati mereka. Meminimalkan akibat insya Allah lebih baik.Tapi tentu berbuat baik kepada dirinya sendiri dan sesama adalah lebih baik. Tidak ada yang terbakar, tidak ada pertentangan sehingga semuanya akan mudah berjalan menuju kebaikan, menuju Allah Swt lewat jalannya masing-masing.

Yang tidak baik itu perbuatannya, bagaimana orangnya apakah berstatus pendosa di hadapan Allah Swt ketika sudah melakukan maksiat? Allahu a'lam...hanya Allah Swt Yang Maha Mengetahui hamba-Nya. Kita lebih baik berbaik-sangka.

Seperti bapak, disaat mengetahui ada yang kurang pada saya maka bapak tentu akan mengingatkan agar saya menjadi lebih baik lagi. Lalu, apakah saya mutlak pendosa di hadapan Allah Swt? Ya Allaaah...saya harap Allah mengampuni dosa-dosa saya.


Adji :
Kekerasan bukan saja terjadi pada lingkup jasad atau fisikal, tetapi juga pada sisi mental atau psikologi. Kekerasan dalam iman atau dogma atau konsep mungkin salah satunya. Pada sebagian orang, kekerasan dilakukan tanpa di SADARI, tetapi kembali lagi, ini adalah PROSES.


Yusa :
Betul...semua ini adalah proses dan semoga proses-proses kita ini menghasilkan hasil yang baik bagi kita dan sekitar kita.



Hendra :
Bila itu sebuah KEKHILAFAN adalah alami dan wajar...wah ini sulit bagi saya untuk menerimanya..karena pada dasarnya manusia itu baik. Bagaimana menurut pengertian Mas Yusa apa yang dimaksud dengan alami dan wajar sebagai difinisi KEKHILAFAN.


Yusa :
Maksud saya khilaf itu perbuatan yang tidak disengaja, artinya sejak awal perbuatan kita tidak berniat dengan sengaja akan menyakiti orang misalnya. Kalau di tengah jalan dia berbuat keliru maka itu alami selama dia berusaha berbuat baik, menghindari kekerasan. Selama menjadi manusia maka salah, keliru, khilaf, baik, benar dsb adalah wajar.


Tapi kalau khilaf ini sering dilakukan maka harus diperbaiki agar bertambah lebih baik lagi.Pada dasarnya memang baik tapi ada banyak hal yang bisa membuat kita menjadi tidak baik, selain faktor dari dalam, faktor lingkungan bisa juga.


Adji :
Itu sih namanya 'mohon maklum' kali ya mas Yusa? :-)


Yusa :
Iya mas, namanya juga manusia tidak luput dari salah dan keliru. Itulah salah satu beda kita (makhluq) dengan Tuhan Yang Maha Benar.


Semar Samiaji :
Mas Yusa yang baik...hapunten, saya BUKAN penganut paham sebab akibat...semua sifat yang Mas nyatakan sebagai itu semua ada di dalam setiap diri manusia, begitu pun saya....namun, konteks yang perlu dikaji dan syukur-syukur bisa diterapkan adalah "bagaimana" dengan pernyataan baik TANPA memberi penilaian kepada pihak lainnya....kenapa ini perlu? Karena yang akan MEMBERIKAN PUTUSAN AKHIR adalah YMK dan UtusanNYA...dalam keyakinan Mas ini yang dikenal dengan SYAFAAT....FAKTA adalah begitu banyaknya manusia yang aku2 jadi KEKASIH YMK....dengan segala bentuk dan penyampaiannya...NAMUN, kenapa ndak pernah NYATA dalam laku hidup dan kehidupan...

JIka memang BENAR2 merujuk kepada RASULnya masing2, seyogyanya hidup dan kehidupan makin ok dong...makin damai...makin toleran...namun, apa kenyataannya??...Ini fakta lho Mas....so, saat Mas sampaikan ini, juga mengingatkan kepada saya, apakah diri ini TERJEBAK dengan peri laku yang SUJATI dengan NYATA atau hanya "sanjung2" doang?

Apa yang ingin saya highlight adalah saat diri berproses PERLU juga meyakinkan ke diri bahwa kalau sudah YAKIN dengan YMK dan UtusanNYA...ya jangan berlebih-lebihan dengan manusia lainnya...ambil maknanya UJUD laku hidup dan kehidupan....dalam rangka mencapai apa yang sujatinya manusia....BUKAN dengan ajaran ini dan itu berlebih-lebihan namun UJUD NYATAnya malah sebaliknya apalagi menzalimi pihak lain dengan mengatasnamakan KEBAIKAN.

Apa yang sesungguhnya terjadi adalah BANYAKnya manusia yang HANYA jadi PENGEKOR....pengekor dari satu ajaran, TANPA mau menempatkan dengan SUNGUH2 TUHAN DAN UTUSANNYA dalam HATI YANG SUNGGUH2.....silahkan tanyakan ini ke dalam hati setiap diri.....silahkan.....


Yusa :
Panjenengan benar, saya harap kita semua bisa seperti yang bapak jelaskan. Kalaupun saat ini ada yang belum seperti itu, atau sudah tahu konsepnya tapi belum mengamalkannya mudah-mudahan apa yang kita lakukan adalah proses menuju ke arah itu yaitu menyatakan atau menyampaikan tanpa menilai.


Kalau saat ini masih banyak yang "menyampaikan sambil menilai" maka kesempatan bagi kita yang sudah bisa "menyampaikan dengan tidak menilai" untuk menambah kebaikan. Selama masih dikaruniai hidup insya Allah masih ada harapan. Amin.

Merujuk ke Rasul itu terbaik menurut saya, lalu kenapa masih banyak orang yang sekedar niat saja belum bisa mengamalkannya? Apakah salah dia merujuk ke Rasul? Saya rasa tidak, tidak salah merujuk ke Rasul hanya saja yang perlu diperbaiki adalah bagaimana dia memahami apa-apa yang dinasehatkan oleh Rasulnya lalu mewujudkan dalam perilaku sehari-hari. Mungkin tidak mudah tapi kalau ada niat insya Allah bisa, bisa menyatakan...bisa menyampaikan tanpa menilai. Hanya menyampaikan saja, sisanya adalah hak prerogatif Allah Swt. Idealnya seperti itu.

Yah mudah-mudahan kita akan lebih baik lagi. Amin... :-)


Hendra :
Terima kasih mas Yusa,...tapi saya kurang setuju bila masih mengatakan : "selama menjadi manusia maka salah, keliru, khilaf, baik, benar, dsb adalah wajar" bila masih tilik manusia kan? Terjadilah konsep seperti itu yang mas Yusa tuliskan, bukan?


Yusa :
Sama-sama, mas...tidak apa-apa mas kurang setuju, ini juga wajar (menurut saya). Manusia itu makhluq dan makhluq beda dengan Tuhan. Makhluq bisa melakukan kebaikan, bisa melakukan keburukan, bisa melakukan kekeliruan, bisa melakukan kebenaran, bisa melakukan hal-hal yang dia tidak sengaja karena lupa dan bisa melakukan hal-hal yang terpaksa karena adanya tekanan dari pihak lain dsb.


Manusia...manusiaaa...lengkap dikaruniai akal, pikiran, hati, hawa nafs, anggota badan seperti mata, hidung, tangan dsb sebagai perangkat untuk menuju kepada-Nya. Masih ditambah dengan orang-orang yang masya Allah lengkap di sekitar kita juga sebagai sarana menuju kepada-Nya. Di sekitar kita ada banyak macam orang yang bisa menjadi perantara kita berbuat baik, seperti panjenengan dkk yang menyampaikan kebaikan kepada saya.

Semoga kebaikan panjenengan semua dibalas jauh lebih baik lagi oleh-Nya. Amin. :-)


Semar Samiaji :
Semoga Mas....dan semoga diskusi ini bukan basa-basi...namun, sungguh2 itikad untuk ujudkan dalam ruang hidup dan kehidupan sebijak mungkin dengan apa yang diri mampu berikan di dalam hidup dan kehidupan.....dan melalui ini, paling sedikit setiap diri, tidak akan memperkeruh sikon yang memang sedang memprihatinkan....

Tuesday, September 02, 2008

Ber-Tuhan dengan Beragama

Kondisi tiap orang berbeda2 termasuk dalam hal pemahaman akan hak dan kewajiban kepada dirinya dan sekitarnya, karena itu perlu adanya aturan yang mengatur kita agar menjadi lebih teratur, agar tidak menyakiti orang lain dsb.

Tidak bisa kita hidup tanpa aturan dan hukum sebab akan rawan timbul perselisihan. Kenapa? Karena pemahaman diantara kita tidaklah sama, seandainya pemahaman semua orang sama saling menghormati, menghargai maka tidak akan ada kekhawatiran perselisihan. Karena itu tetap perlu aturan dan hukum serta hukuman agar kita tahu tidak enak disakiti maka begitu pula rasanya mereka yang kita sakiti, agar kita bisa lebih memahami bahwa yang kita lakukan adalah kurang baik dan ada yang lebih baik lagi.

Perlu adab, perlu akhlaq, perlu aturan, perlu hukum, perlu syari'at, perlu thoriqoh, perlu tasawuf, perlu hakikat dan perlu ma'rifat dsb. Perlu semuanya agar seimbang.

Allah Swt Maha Sempurna dengan mengutus Nabi yang sempurna yang disertai dengan kitab yang sempurna untuk kita, Alqur'an. Kitab-kitab lain harus diyakini keberadaannya tapi bagi kita adalah kitab Alqur'an yang diajarkan Nabi Saw kepada kita lewat para pendahulu kita dan lewat guru kita. Aturan dan hukum bersumber kepada Alqur'an dan sabda Nabi Saw. Dengan mengikuti kitab ini insya Allah kita mengikuti jalan yang lurus yang mengantarkan kita kepada keselamatan dari Yang Maha Menyelamatkan.

Bagi yang tidak mempercayai dan tidak mengikuti kitab Alqur'an dan sabda Nabi Saw maka tidak ada pemaksaan bagi mereka, lalu apakah mereka tidak akan selamat? Allahu a'lam, keselamatan hanya milik Allah Swt. Yang pasti Islam adalah agama yang selamat dan menyelamatkan.

Allah Swt yang menciptakan mereka (dan kita), yang menghendaki mereka (dan kita) maka Allah Swt sudah tentu ada rencana terhadap mereka (dan kita). Dan, rencana Allah Swt pasti indah dengan segala keindahannya.

Mengikuti Nabi yang indah sayidina Muhammad Saw adalah jalan yang lurus.

Monday, September 01, 2008

Happy Bike To Work Day

SELAMAT ULANG TAHUN BIKE TO WORK
LET'S ACT BEYOND GREEN
LET'S BIKE TO WORK