Oleh : Yusa Nugroho
"Bib, banyak kenalan saya yang membicarakan kisah tentang Nabi Musa As dan sayidina Khidir tapi mereka kebanyakan beranggapan bahwa Nabi Musa As tidak faham tentang apa itu hakikat. Mereka mengidentikan bahwa Nabi Musa As itu gambaran dari syari’at sedangkan sayidina Khidir gambaran dari hakikat. Saya tidak sependapat dengan mereka, prinsip saya adalah tidak mungkin seorang Nabi tidak faham tentang hakikat dari segala sesuatu. Bagaimana menurut antum, bib?”, tanya saya kepada habib Shodiq bin Abubakar Baharun.
Habib shodiq menjawab bahwa kisah itu diawali dengan seseorang yang bertanya kepada Nabi Musa As siapa orang yang paling alim di muka bumi pada saat itu. Karena Nabi Musa As adalah seorang Nabi maka dijawab orang yang paling alim di muka bumi pada saat itu adalah beliau sendiri. Jawaban ini tidak salah sebab Nabi adalah orang yang banyak ilmunya dibandingkan dengan umatnya, Nabi adalah orang yang paling utama dibandingkan dengan umatnya. Jawaban Nabi Musa As benar, beliau tidak menjawab dengan nafsu beliau tapi memang begitulah adanya.
Meski begitu Nabi Musa As diperintahkan oleh Allah Swt untuk menemui hamba Allah Swt yang bernama Khidir atau dikenal juga dengan nama Balya’ bin Malkan. Khidir ini tidak disebut sebagai Nabi di dalam Alqur’an tapi hamba Allah Swt, jadi beliau lebih suka dipanggil dengan ‘sayidina’ daripada ‘Nabi’. Sebenarnya kedudukan Nabi Musa As lebih tinggi daripada sayidina Khidir karena Nabi Musa As adalah seorang Nabi sedangkan sayidina Khidir adalah bukan Nabi.
Karena Allah Swt yang memerintahkan maka Nabi Musa As pun pergi mencari orang yang bernama Khidir tersebut. Ketika bertemu dengan sayidina Khidir, Nabi Musa As pun segera tahu bahwa ilmu yang pakai oleh sayidina Khidir ini adalah ilmu hakikat, akan tetapi karena Nabi Musa As diperintahkan Allah Swt untuk bersama dengan sayidina Khidir maka Nabi Musa As tidak berani meninggalkan sayidina Khidir kecuali sayidina Khidir sendiri yang menyuruh Nabi Musa As pergi.
Jadi pada dasarnya Nabi Musa As tahu dan memahami apa yang dipahami oleh sayidina Khidir, Nabi Musa As memahami ilmu hakikat, hanya saja beliau tidak melupakan ilmu syari’at, Nabi Musa As tetap memakai ilmu syari’at meski paham ilmu hakikat. “Syari’at dan hakikat itu sama tinggi derajatnya!”, demikian habib Shodiq bin Abubakar Baharun menjelaskan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.