Nasab :
Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq bin sayid Muhammad Albaqir bin sayid Ali Zainal Abidin bin sayid Husain putra sayidah Fatimah Az-Zahro binti Rosulillah Muhammad SAW
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Beliau adalah Al-Imam Ja'far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau terkenal dengan julukan Ash-Shodiq (orang yang jujur). Beliau biasa dipanggil dengan panggilan Abu Abdullah dan juga dengan panggilan Abu Ismail. Ibu beliau adalah Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Sedangkan ibu dari Farwah adalah Asma bintu Abdurrahman bin Abubakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) pernah berkata, "Abubakar (Ash-Shiddiq) telah melahirkanku dua kali."
Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq dilahirkan di kota Madinah pada hari Senin, malam ke 13 dari Rabi'ul Awal, tahun 80 H (ada yang menyebutkan tahun 83 H). Banyak para imam besar (semoga Allah meridhoi mereka) yang mengambil ilmu dari beliau, diantaranya Yahya bin Sa'id, Ibnu Juraid, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin 'Uyainah, Abu Hanifah, Su'bah dan Ayyub. Banyak ilmu dan pengetahuan yang diturunkan dari beliau, sehingga nama beliau tersohor luas seantero negeri. Umar bin Miqdam berkata, "Jika aku melihat kepada Ja'far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah keturunan nabi."
Sebagian dari mutiara kalam beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) adalah :
"Tiada bekal yang lebih utama daripada takwa. Tiada sesuatu yang lebih baik daripada diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan. Tiada penyakit yang lebih parah daripada berbohong."
"Jika engkau mendengar suatu kalimat dari seorang muslim, maka bawalah kalimat itu pada sebaik-baiknya tempat yang engkau temui. Jika engkau tak mampu untuk mendapatkan wadah tempat kalimat tersebut, maka celalah dirimu sendiri."
"Jika engkau berbuat dosa, maka memohon ampunlah, karena sesungguhnya dosa-dosa itu telah dibebankan di leher-leher manusia sebelum ia diciptakan. Dan sesungguhnya kebinasaan yang dahsyat itu adalah terletak pada melakukan dosa secara terus-menerus."
"Barangsiapa yang rizkinya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Barangsiapa yang dibuat kagum oleh sesuatu dan menginginkannya demikian terus, maka perbanyaklah ucapan maa syaa-allah laa quwwata illa billah."
"Allah telah memerintahkan kepada dunia, 'Berkhidmatlah kepada orang yang berkhidmat kepadaku, dan buatlah payah orang yang berkhidmat kepadamu.' "
"Fugaha itu orang yang memegang amanah para rasul, selama tidak masuk ke dalam pintu-pintu penguasa."
"Jika engkau menjumpai sesuatu yang tidak engkau sukai dari perbuatan saudaramu, maka carilah satu, atau bahkan sampai tujuh puluh alasan, untuk membenarkan perbuatan saudaramu itu. Jika engkau masih belum mendapatkannya, maka katakanlah, 'Semoga ia mempunyai alasan tertentu (kenapa berbuat demikian) yang aku tidak mengetahuinya.' "
"Empat hal yang tidak seharusnya bagi seorang yang mulia untuk memandang rendah : bangunnya dia dari tempat duduknya untuk menemui ayahnya, berkhidmatnya dia kepada tamunya, bangunnya dia dari atas binatang tunggangannya, dan berkhidmatnya dia kepada seorang yang menuntut ilmu kepadanya."
"Tidaklah kebaikan itu sempurna kecuali dengan tiga hal : menganggapnya rendah (tidak berarti apa-apa), menutupinya dan mempercepatnya. Sesungguhnya jika engkau merendahkannya, ia akan menjadi agung. Jika engkau menutupinya, engkau telah menyempurnakannya. Jika engkau mempercepatnya, engkau akan dibahagiakannya."
Dari sebagian wasiat-wasiat beliau kepada putranya, Musa :
"Wahai putraku, barangsiapa yang menerima dengan ikhlas apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka ia akan merasa berkecukupan. Barangsiapa yang membentangkan matanya untuk melihat apa-apa yang ada di tangannya selainnya, maka ia akan mati miskin. Barangsiapa yang tidak rela dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah daripada rizki, maka berarti ia telah menuduh Allah di dalam qadha'-Nya."
"Barangsiapa yang memandang rendah kesalahannya sendiri, maka ia akan membesar-besarkan kesalahan orang lain. Barangsiapa yang memandang kecil kesalahan orang lain, maka ia akan memandang besar kesalahannya sendiri."
"Wahai anakku, barangsiapa yang membuka kesalahan orang lain, maka akan dibukakanlah kesalahan-kesalahan keturunannya. Barangsiapa yang menghunuskan pedang kezaliman, maka ia akan terbunuh dengannya. Barangsiapa yang menggali sumur agar saudaranya masuk ke dalamnya, maka ia sendirilah yang nanti akan jatuh ke dalamnya."
"Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat orang-orang bodoh, maka ia akan dipandang rendah. Barangsiapa yang bergaul dengan ulama, ia akan dipandang mulia. Barangsiapa yang masuk ke dalam tempat-tempat kejelekan, maka ia akan dituduh melakukan kejelekan itu."
"Wahai putraku, janganlah engkau masuk di dalam sesuatu yang tidak membawa manfaat apa-apa kepadamu, supaya engkau tidak menjadi hina."
"Wahai putraku, katakanlah yang benar, walaupun berdampak baik kepadamu ataupun berdampak buruk."
"Wahai putraku, jadikan dirimu memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran, menyambung tali silaturrahmi kepada seorang yang memutuskan hubungan denganmu, menyapa kepada seorang yang bersikap diam kepadamu, dan memberi kepada seorang yang meminta darimu. Jauhilah daripada perbuatan mengadu domba, karena hal itu akan menanamkan kedengkian di hati manusia. Jauhilah daripada perbuatan membuka aib-aib manusia."
"Wahai putraku, jika engkau berkunjung, maka kunjungilah orang-orang yang baik, dan janganlah mengunjungi orang-orang pendusta."
Beliau (Al-Imam Ja'far Ash-Shodiq) meninggal di kota Madinah pada malam Senin, pertengahan bulan Rajab, tahun 148 H dan disemayamkan di pekuburan Baqi' di dalam qubah Al-Abbas, dekat dengan makam ayahnya, kakeknya dan paman kakeknya Hasan bin Ali. Beliau meninggalkan lima orang putra, yaitu Muhammad, Ismail, Abdullah, Musa dan Ali Al-'Uraidhi (kakek daripada keluarga Ba'alawy).
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
Thursday, December 25, 2008
Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin
Nasab :
Al-Imam Muhammad bin sayid Ali Zainal Abidin bin sayid Husain putra sayid Ali + sayidah Fatimah Az-Zahro binti Rosulillah Muhammad SAW]
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah Abu Ja'far.
Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, "Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu." Beliau bertanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?." Jabir menjawab, "Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, 'Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, 'Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.' Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.' "
Beliau, Muhammad Al-Baqir, adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota Madinah pada hari Jum'at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya ayahnya, Al-Imam Al-Husain.
Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,
"Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih."
"Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir."
"Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan."
"Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin."
"Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu."
Beliau jika tertawa, beliau berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku."
Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).
Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, "Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban."
Di antara kalam mutiara beliau yang lain, "Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rejeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan 'Laa haula wa laa quwwata illaa billah'. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, 'Hasbunallah wa ni'mal wakiil'. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, 'Maa syaa'allah, laa quwwata illaa billah'. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, 'Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil 'ibaad'. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, 'Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.' "
Beliau wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi', tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu Ja'far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau yang bernama Ja'far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq.
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
Al-Imam Muhammad bin sayid Ali Zainal Abidin bin sayid Husain putra sayid Ali + sayidah Fatimah Az-Zahro binti Rosulillah Muhammad SAW]
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah Abu Ja'far.
Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, "Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu." Beliau bertanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?." Jabir menjawab, "Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, 'Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, 'Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.' Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.' "
Beliau, Muhammad Al-Baqir, adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota Madinah pada hari Jum'at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya ayahnya, Al-Imam Al-Husain.
Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,
"Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih."
"Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir."
"Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan."
"Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin."
"Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu."
Beliau jika tertawa, beliau berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku."
Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).
Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, "Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban."
Di antara kalam mutiara beliau yang lain, "Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rejeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan 'Laa haula wa laa quwwata illaa billah'. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, 'Hasbunallah wa ni'mal wakiil'. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, 'Maa syaa'allah, laa quwwata illaa billah'. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, 'Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil 'ibaad'. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, 'Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.' "
Beliau wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi', tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu Ja'far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau yang bernama Ja'far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq.
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
Al-Imam Ali Zainal Abidin
Nasab :
Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Husain putra sayyidatina Fatimah Az-Zahro binti Nabi Muhammad SAW.
[almuhajir.net dan Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Beliau adalah Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dijuluki dengan julukan Abal Hasan atau Abal Husain. Beliau juga dijuluki dengan As-Sajjad (orang yang ahli sujud).
Beliau adalah seorang yang ahli ibadah dan panutan penghambaan dan ketaatan kepada Allah. Beliau meninggalkan segala sesuatu kecuali Tuhannya dan berpaling dari yang selain-Nya, serta yang selalu menghadap-Nya. Hati dan anggota tubuhnya diliputi ketenangan karena ketinggian makrifahnya kepada Allah, rasa hormatnya dan rasa takutnya kepada-Nya. Itulah sifat-sifat beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin.
Beliau dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasi tabi'in. Beliau juga seorang imam agung. Beliau banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya (Al-Imam Husain), pamannya Al-Imam Hasan, Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir bin Makhromah, Abu Hurairah, Shofiyyah, Aisyah, Ummu Kultsum, serta para ummahatul mukminin / isteri-isteri Nabi SAW (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin, mewarisi sifat-sifat ayahnya (semoga Allah meridhoi keduanya) di dalam ilmu, zuhud dan ibadah, serta mengumpulkan keagungan sifatnya pada dirinya di dalam setiap sesuatu.
Berkata Yahya Al-Anshari, "Dia (Al-Imam Ali) adalah paling mulianya Bani Hasyim yang pernah saya lihat." Berkata Zuhri, "Saya tidak pernah menjumpai di kota Madinah orang yang lebih mulia dari beliau." Hammad berkata, "Beliau adalah paling mulianya Bani Hasyim yang saya jumpai terakhir di kota Madinah." Abubakar bin Abi Syaibah berkata, "Sanad yang paling dapat dipercaya adalah yang berasal dari Az-Zuhri dari Ali dari Al-Husain dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib."
Kelahiran beliau dan Az-Zuhri terjadi pada hari yang sama. Sebelum kelahirannya, Nabi SAW sudah menyebutkannya. Beliau shalat 1000 rakaat setiap hari dan malamnya. Beliau jika berwudhu, pucat wajahnya. Ketika ditanya kenapa demikian, beliau menjawab, "Tahukah engkau kepada siapa aku akan menghadap?." Beliau tidak suka seseorang membantunya untuk mengucurkan air ketika berwudhu. Beliau tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, baik dalam keadaan di rumah ataupun bepergian. Beliau memuji Abubakar, Umar dan Utsman (semoga Allah meridhoi mereka semua). Ketika berhaji dan terdengar kalimat, "Labbaikallah...," beliau pingsan.
Suatu saat ketika beliau baru saja keluar dari masjid, seorang laki-laki menemuinya dan mencacinya dengan sedemikian kerasnya. Spontan orang-orang di sekitarnya, baik budak-budak dan tuan-tuannya, bersegera ingin menghakimi orang tersebut, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau hanya berkata, "Tunggulah sebentar orang laki-laki ini." Sesudah itu beliau menghampirinya dan berkata kepadanya, "Apa yang engkau tidak ketahui dari diriku lebih banyak lagi. Apakah engkau butuh sesuatu sehingga saya dapat membantumu?." Orang laki-laki itu merasa malu. Beliau lalu memberinya 1000 dirham. Maka berkata laki-laki itu, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar cucu Rasulullah."
Beliau berkata, "Kami ini ahlul bait, jika sudah memberi, pantang untuk menginginkan balasannya." Beliau sempat hidup bersama kakeknya, Al-Imam Ali bin Abi Thalib, selama 2 tahun, bersama pamannya, Al-Imam Hasan, 10 tahun, dan bersama ayahnya, Al-Imam Husain, 11 tahun (semoga Allah meridhoi mereka semua).
Beliau setiap malamnya memangkul sendiri sekarung makanan di atas punggungnya dan menyedekahkan kepada para fakir miskin di kota Madinah. Beliau berkata, "Sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi itu dapat memadamkan murka Tuhan." Muhammad bin Ishaq berkata, "Sebagian dari orang-orang Madinah, mereka hidup tanpa mengetahui dari mana asalnya penghidupan mereka. Pada saat Ali bin Al-Husain wafat, mereka tak lagi mendapatkan penghidupan itu."
Beliau jika meminjamkan uang, tak pernah meminta kembali uangnya. Beliau jika meminjamkan pakaian, tak pernah meminta kembali pakaiannya. Beliau jika sudah berjanji, tak mau makan dan minum, sampai beliau dapat memenuhi janjinya. Ketika beliau berhaji atau berperang mengendarai tunggangannya, beliau tak pernah memukul tunggangannya itu. Manaqib dan keutamaan-keutamaan beliau tak dapat dihitung, selalu dikenal dan dikenang, hanya saja kami meringkasnya di sini.
Beliau meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan disemayamkan di pekuburan Baqi', dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah.
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Husain putra sayyidatina Fatimah Az-Zahro binti Nabi Muhammad SAW.
[almuhajir.net dan Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Beliau adalah Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dijuluki dengan julukan Abal Hasan atau Abal Husain. Beliau juga dijuluki dengan As-Sajjad (orang yang ahli sujud).
Beliau adalah seorang yang ahli ibadah dan panutan penghambaan dan ketaatan kepada Allah. Beliau meninggalkan segala sesuatu kecuali Tuhannya dan berpaling dari yang selain-Nya, serta yang selalu menghadap-Nya. Hati dan anggota tubuhnya diliputi ketenangan karena ketinggian makrifahnya kepada Allah, rasa hormatnya dan rasa takutnya kepada-Nya. Itulah sifat-sifat beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin.
Beliau dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasi tabi'in. Beliau juga seorang imam agung. Beliau banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya (Al-Imam Husain), pamannya Al-Imam Hasan, Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir bin Makhromah, Abu Hurairah, Shofiyyah, Aisyah, Ummu Kultsum, serta para ummahatul mukminin / isteri-isteri Nabi SAW (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin, mewarisi sifat-sifat ayahnya (semoga Allah meridhoi keduanya) di dalam ilmu, zuhud dan ibadah, serta mengumpulkan keagungan sifatnya pada dirinya di dalam setiap sesuatu.
Berkata Yahya Al-Anshari, "Dia (Al-Imam Ali) adalah paling mulianya Bani Hasyim yang pernah saya lihat." Berkata Zuhri, "Saya tidak pernah menjumpai di kota Madinah orang yang lebih mulia dari beliau." Hammad berkata, "Beliau adalah paling mulianya Bani Hasyim yang saya jumpai terakhir di kota Madinah." Abubakar bin Abi Syaibah berkata, "Sanad yang paling dapat dipercaya adalah yang berasal dari Az-Zuhri dari Ali dari Al-Husain dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib."
Kelahiran beliau dan Az-Zuhri terjadi pada hari yang sama. Sebelum kelahirannya, Nabi SAW sudah menyebutkannya. Beliau shalat 1000 rakaat setiap hari dan malamnya. Beliau jika berwudhu, pucat wajahnya. Ketika ditanya kenapa demikian, beliau menjawab, "Tahukah engkau kepada siapa aku akan menghadap?." Beliau tidak suka seseorang membantunya untuk mengucurkan air ketika berwudhu. Beliau tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, baik dalam keadaan di rumah ataupun bepergian. Beliau memuji Abubakar, Umar dan Utsman (semoga Allah meridhoi mereka semua). Ketika berhaji dan terdengar kalimat, "Labbaikallah...," beliau pingsan.
Suatu saat ketika beliau baru saja keluar dari masjid, seorang laki-laki menemuinya dan mencacinya dengan sedemikian kerasnya. Spontan orang-orang di sekitarnya, baik budak-budak dan tuan-tuannya, bersegera ingin menghakimi orang tersebut, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau hanya berkata, "Tunggulah sebentar orang laki-laki ini." Sesudah itu beliau menghampirinya dan berkata kepadanya, "Apa yang engkau tidak ketahui dari diriku lebih banyak lagi. Apakah engkau butuh sesuatu sehingga saya dapat membantumu?." Orang laki-laki itu merasa malu. Beliau lalu memberinya 1000 dirham. Maka berkata laki-laki itu, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar cucu Rasulullah."
Beliau berkata, "Kami ini ahlul bait, jika sudah memberi, pantang untuk menginginkan balasannya." Beliau sempat hidup bersama kakeknya, Al-Imam Ali bin Abi Thalib, selama 2 tahun, bersama pamannya, Al-Imam Hasan, 10 tahun, dan bersama ayahnya, Al-Imam Husain, 11 tahun (semoga Allah meridhoi mereka semua).
Beliau setiap malamnya memangkul sendiri sekarung makanan di atas punggungnya dan menyedekahkan kepada para fakir miskin di kota Madinah. Beliau berkata, "Sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi itu dapat memadamkan murka Tuhan." Muhammad bin Ishaq berkata, "Sebagian dari orang-orang Madinah, mereka hidup tanpa mengetahui dari mana asalnya penghidupan mereka. Pada saat Ali bin Al-Husain wafat, mereka tak lagi mendapatkan penghidupan itu."
Beliau jika meminjamkan uang, tak pernah meminta kembali uangnya. Beliau jika meminjamkan pakaian, tak pernah meminta kembali pakaiannya. Beliau jika sudah berjanji, tak mau makan dan minum, sampai beliau dapat memenuhi janjinya. Ketika beliau berhaji atau berperang mengendarai tunggangannya, beliau tak pernah memukul tunggangannya itu. Manaqib dan keutamaan-keutamaan beliau tak dapat dihitung, selalu dikenal dan dikenang, hanya saja kami meringkasnya di sini.
Beliau meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan disemayamkan di pekuburan Baqi', dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah.
Radhiyallohu anhu wa ardhah...
Thoriqoh Alawiyyah
Kalam : Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas
[Diambil dari kitab Al-'Alam An-Nibroos, karya Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas]
Mereka (para Saadatunal Alawiyyin) tidak membuat dirinya tercela di hadapan umum. Mereka tidak suka ditanya tentang amal perbuatan yang mereka lakukan dan mereka juga tidak suka menanyakan amal perbuatan orang lain. Jika sampai kepada mereka suatu berita bahwa seseorang dari pejabat pemerintahan berkeinginan berkunjung ke majlisnya, mereka akan menutup majlisnya itu. Jika orang-orang tersebut tiba-tiba sudah terlanjur datang di majlisnya, mereka tidak menyukainya dan akan mempersingkat majlisnya.
Mereka adalah orang-orang yang berzuhud dari dunia dan kepemimpinan, bersikap qona'ah, dengan merasa cukup di dalam hal pakaian, makanan dan tempat tinggal. Mereka tidak membangun tempat tinggal kecuali yang diperlukan saja. Mereka tidak suka menerima pemberian apapun dari penguasa dan staf-stafnya, meskipun mereka sendiri memerlukannya. Bahkan mereka merasa berkecukupan dengan sepotong roti yang halal atau sebuah kurma. Jika mereka tidak mempunyainya, mereka lebih memilih berpuasa, sampai mereka mendapatkannya yang halal. Mereka tidak bergembira jika mendapatkan harta dan tidak bersedih jika kehilangan harta. Seringkali terjadi jiwa mereka merasa lega jika harta itu pergi dari mereka. Sebagian dari mereka terkadang satu dua bulan tidak makan apa-apa kecuali kurma. Terkadang mereka hidup tanpa dapat berganti-ganti pakaian dalam waktu yang panjang.
Mereka tidak suka memaksa keluarganya untuk memasakkan makanan baginya. Mereka tidak pernah mengendarai kuda, tidak memakai pakaian mewah, tidak memakan makanan yang lezat, tidak duduk diatas kursi dan tidak tinggal pada bangunan yang mewah, kecuali (ya Allah, semoga saja demikian) mereka memastikannya halal. Adakalanya mereka mengenakannya jarang-jarang, atau mengenakan apa-apa yang tidak akan menjadi hisab di hadapan Allah, bahkan adakalanya juga baju yang mereka kenakan lebih mahal daripada bajunya raja-raja.
Mereka tidak suka menimbun makanan, karena semata-mata ingin mengosongkan tangannya dari dunia. Terkadang sebagian dari mereka menyimpan makanan untuk kepentingan keluarganya, demi semata-mata ingin mengikuti perbuatan Nabi SAW atau juga sebagai penenang jiwanya karena rasa gelisah atau tuduhan yang adakalanya terjadi atau juga karena kuatir disangka rejekinya didapatkannya dari jalan kasyaf. Setiap dari mereka mengutamakan mencari rejeki yang halal untuk memenuhi keperluan-keperluannya. Mereka juga menafkahkan hartanya untuk memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang tak berpakaian dan melunasi hutang orang yang tak sanggup membayar hutangnya.
[Diambil dari kitab Al-'Alam An-Nibroos, karya Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas]
Mereka (para Saadatunal Alawiyyin) tidak membuat dirinya tercela di hadapan umum. Mereka tidak suka ditanya tentang amal perbuatan yang mereka lakukan dan mereka juga tidak suka menanyakan amal perbuatan orang lain. Jika sampai kepada mereka suatu berita bahwa seseorang dari pejabat pemerintahan berkeinginan berkunjung ke majlisnya, mereka akan menutup majlisnya itu. Jika orang-orang tersebut tiba-tiba sudah terlanjur datang di majlisnya, mereka tidak menyukainya dan akan mempersingkat majlisnya.
Mereka adalah orang-orang yang berzuhud dari dunia dan kepemimpinan, bersikap qona'ah, dengan merasa cukup di dalam hal pakaian, makanan dan tempat tinggal. Mereka tidak membangun tempat tinggal kecuali yang diperlukan saja. Mereka tidak suka menerima pemberian apapun dari penguasa dan staf-stafnya, meskipun mereka sendiri memerlukannya. Bahkan mereka merasa berkecukupan dengan sepotong roti yang halal atau sebuah kurma. Jika mereka tidak mempunyainya, mereka lebih memilih berpuasa, sampai mereka mendapatkannya yang halal. Mereka tidak bergembira jika mendapatkan harta dan tidak bersedih jika kehilangan harta. Seringkali terjadi jiwa mereka merasa lega jika harta itu pergi dari mereka. Sebagian dari mereka terkadang satu dua bulan tidak makan apa-apa kecuali kurma. Terkadang mereka hidup tanpa dapat berganti-ganti pakaian dalam waktu yang panjang.
Mereka tidak suka memaksa keluarganya untuk memasakkan makanan baginya. Mereka tidak pernah mengendarai kuda, tidak memakai pakaian mewah, tidak memakan makanan yang lezat, tidak duduk diatas kursi dan tidak tinggal pada bangunan yang mewah, kecuali (ya Allah, semoga saja demikian) mereka memastikannya halal. Adakalanya mereka mengenakannya jarang-jarang, atau mengenakan apa-apa yang tidak akan menjadi hisab di hadapan Allah, bahkan adakalanya juga baju yang mereka kenakan lebih mahal daripada bajunya raja-raja.
Mereka tidak suka menimbun makanan, karena semata-mata ingin mengosongkan tangannya dari dunia. Terkadang sebagian dari mereka menyimpan makanan untuk kepentingan keluarganya, demi semata-mata ingin mengikuti perbuatan Nabi SAW atau juga sebagai penenang jiwanya karena rasa gelisah atau tuduhan yang adakalanya terjadi atau juga karena kuatir disangka rejekinya didapatkannya dari jalan kasyaf. Setiap dari mereka mengutamakan mencari rejeki yang halal untuk memenuhi keperluan-keperluannya. Mereka juga menafkahkan hartanya untuk memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang tak berpakaian dan melunasi hutang orang yang tak sanggup membayar hutangnya.
Tuesday, December 23, 2008
Perbuatan yang Sia-Sia
Oleh : Habib Shodiq bin Abubakar Baharun
Banyak diantara kita yang melakukan hal yang tidak bermanfaat dengan melakukan perbuatan yang sia-sia, yang rugi, meskipun banyak amalnya. Seharusnya kita melakukan kebaikan, melakukan banyak hal yang bermanfaat. Berikut adalah perbuatan yang sebaiknya kita dihindari, yaitu sebagai berikut :
1. Berdo'a hanya untuk diri kita sendiri.
Sebaiknya jangan berdo'a untuk diri kita sendiri, tapi berdo'alah juga untuk orang-tua kita, keluarga kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita dan orang-orang islam atau mukmin lainnya. Dan, jangan hanya berdo'a demi kebutuhan duniawi saja, bermohon juga kepada Allah Swt untuk urusan dan kebutuhan akhirat kita semua.
2. Tidak membaca Alqur'an dalam sehari meski satu ayat pun tidak, padahal kita bisa dan mampu membaca Alqur'an.
3. Tidak mau sholat Tahiyatul Masjid ketika masuk Masjid, padahal masih cukup waktu untuk melakukannya sebelum sholat berjama'ah dimulai.
4. Tidak memberi salam kepada ahli qubur ketika melewati pemakaman.
Adalah suatu kebaikan membacakan dan menghadiahkan salam, bacaan Alqur'an atau sholawat ketika melewati pemakaman. Jadi biasakan ini ketika melewati pemakaman kaum muslim!
5. Mampu bepergian pada hari Jum'at tetapi tidak mau melakukan sholat Jum'at.
6. Berkunjung atau silaturrohim kepada orang alim (berilmu) tetapi tidak mau meminta do'a darinya.
Ziaroh (berkunjung) bukan hanya dilakukan kepada orang yang sudah meninggal saja, ziaroh kepada orang alim (berilmu) yang masih hidup adalah sangat penting untuk dilakukan. Dengan mengunjungi orang alim yang masih hidup, kita bisa mengambil banyak manfaat dari beliau lewat nasehat-nasehat beliau atau lewat kebiasaan baik beliau yang bisa kita tiru.
7. Menggunakan waktu untuk melakukan perbuatan yang sia-sia.
Kebanyakan anak muda menyia-nyiakan waktu mereka untuk bersenang-senang yang kurang membawa manfaat atau pun berfoya-foya, sebaiknya hindari menyia-nyiakan waktu ini sebab waktu adalah modal kita untuk menambah ibadah kepada Allah Swt. Dikatakan oleh Al Imam Ghozali bahwa waktu adalah sesuatu hal yang terjauh, yang maksudnya adalah begitu sudah lewat maka kita tidak mungkin bisa mengulanginya lagi.
8. Tidak peduli pada tetangga sekitar apakah lapar atau tidak, padahal kita mampu membantunya.
9. Tidak menghadiri undangan teman padahal kita tidak punya udzur (halangan) untuk mengahadirinya.
Banyak diantara kita yang melakukan hal yang tidak bermanfaat dengan melakukan perbuatan yang sia-sia, yang rugi, meskipun banyak amalnya. Seharusnya kita melakukan kebaikan, melakukan banyak hal yang bermanfaat. Berikut adalah perbuatan yang sebaiknya kita dihindari, yaitu sebagai berikut :
1. Berdo'a hanya untuk diri kita sendiri.
Sebaiknya jangan berdo'a untuk diri kita sendiri, tapi berdo'alah juga untuk orang-tua kita, keluarga kita, saudara-saudara kita, teman-teman kita dan orang-orang islam atau mukmin lainnya. Dan, jangan hanya berdo'a demi kebutuhan duniawi saja, bermohon juga kepada Allah Swt untuk urusan dan kebutuhan akhirat kita semua.
2. Tidak membaca Alqur'an dalam sehari meski satu ayat pun tidak, padahal kita bisa dan mampu membaca Alqur'an.
3. Tidak mau sholat Tahiyatul Masjid ketika masuk Masjid, padahal masih cukup waktu untuk melakukannya sebelum sholat berjama'ah dimulai.
4. Tidak memberi salam kepada ahli qubur ketika melewati pemakaman.
Adalah suatu kebaikan membacakan dan menghadiahkan salam, bacaan Alqur'an atau sholawat ketika melewati pemakaman. Jadi biasakan ini ketika melewati pemakaman kaum muslim!
5. Mampu bepergian pada hari Jum'at tetapi tidak mau melakukan sholat Jum'at.
6. Berkunjung atau silaturrohim kepada orang alim (berilmu) tetapi tidak mau meminta do'a darinya.
Ziaroh (berkunjung) bukan hanya dilakukan kepada orang yang sudah meninggal saja, ziaroh kepada orang alim (berilmu) yang masih hidup adalah sangat penting untuk dilakukan. Dengan mengunjungi orang alim yang masih hidup, kita bisa mengambil banyak manfaat dari beliau lewat nasehat-nasehat beliau atau lewat kebiasaan baik beliau yang bisa kita tiru.
7. Menggunakan waktu untuk melakukan perbuatan yang sia-sia.
Kebanyakan anak muda menyia-nyiakan waktu mereka untuk bersenang-senang yang kurang membawa manfaat atau pun berfoya-foya, sebaiknya hindari menyia-nyiakan waktu ini sebab waktu adalah modal kita untuk menambah ibadah kepada Allah Swt. Dikatakan oleh Al Imam Ghozali bahwa waktu adalah sesuatu hal yang terjauh, yang maksudnya adalah begitu sudah lewat maka kita tidak mungkin bisa mengulanginya lagi.
8. Tidak peduli pada tetangga sekitar apakah lapar atau tidak, padahal kita mampu membantunya.
9. Tidak menghadiri undangan teman padahal kita tidak punya udzur (halangan) untuk mengahadirinya.
Sampaikan Meski Satu Ayat
Oleh : Habib Shodiq bin Abubakar Baharun
(Disampaikan di majlis Madadun Nabawiy, yaitu majlis pembacaan rotib Alhaddad dan maulid Simthud Durror di Masjid Alhikmah - Gemah, Semarang, sabtu 20 Desember 2008)
Alhamdulillah kita dikumpulkan oleh Allah Swt di tempat yang baik ini, yaitu masjid Alhikmah ini. Masjid merupakan tempat yang baik yang biasa digunakan untuk mengingat Allah Swt, mengingat Nabi Muhammad Saw, untuk menuntut ilmu, untuk menyebarkan kalimat-kalimat yang baik yang diajarkan oleh para salaf yang mana ini bersambung kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita. Amin.
Kita sekarang berada di akhir bulan Dzulhijjah, bulan dimana dulu Nabi Muhammad Saw disaat haji wada' beliau Saw bertanya kepada para sahabat apakah ini bulan harom, para sahabat membenarkan. Beliau Saw kemudian bertanya lagi apakah beliau Saw sudah mengajarkan semunya, maka dijawab oleh para sahabat bahwa beliau Saw sudah mengajarkan semuanya. Nabi Muhammad Saw mengulang pertanyaan yang sama hingga 3X.
Maksud dari hadits ini adalah menyuruh kita menyampaikan meski satu ayat. Menyampaikan disini tidak harus dengan ceramah di depan pubik, atau di depan majlis...menyampaikan disini bisa kapan saja dan dengan siapa saja. Misalnya kita menyampaikan hal-hal yang baik kepada keluarga kita, anak istri kita atau suami kita atau saudara kita atau bahkan teman-teman kita sewaktu kita ngobrol bersama mereka.
Sampaikan nasehat yang baik kepada anak-anak kita, tapi sebelum kita menyampaikan kita seharusnya melakukan terlebih dulu tentang apa yang kita nasehatkan tersebut. Jangan sampai kita menasehatkan sesuatu kepada mereka tetapi kita tidak pernah mengerjakannya! Anak melihat orang-tuanya, kalau mereka melihat orang-tuanya melakukan hal-hal yang baik, maka mereka akan menirunya. Begitu juga sebaliknya, kalau orang tua melakukan hal-hal yang buruk dan tercela di mata agama, maka anak akan menirunya. Tanpa lewat kata-kata pun anak akan meniru kebiasaan orang-tuanya, oleh karena itu lakukan perbuatan yang baik agar anak-anak kita, istri dan keluarga kita menirunya.
Rumah tangga yang indah adalah rumah tangga yang sesuai ajaran Nabi Muhammad Saw. Lihatlah keadaan masyarakat sekarang, berkurang sedikit jatah finansial dari suaminya langsung marah, berkurang sedikit saja jatah bulanan dari suaminya langsung lari dari suami. Keadaan ini jatuh berbeda dengan keadaan keluarga Nabi Muhammad Saw dimana meski jarang mempunyai sesuatu yang bisa dimakan tapi Nabi Muhammad Saw dan keluarganya tetap harmonis dan keindahan terpancar. Semua masalah bisa terselesaikan asalkan kita tenang dan jangan melihat lalu membandingkan keadaan kita dengan keadaan orang lain.
Allah Swt mengkaruniakan rizqi kepada kita, itu pasti, tapi membanding-bandingkan dengan keadaan orang lain adalah bisa menjerumuskan kita kepada keadaan tidak bersyukur atas nikmat yang kita terima, yang kita punyai saat ini. Kalau kita bisa bersyukur maka akan ditambah rizqi kita dari jalan yang tidak kita duga sebelumnya. Terutama ibu, adalah adalah orang yang memberikan pendidikan pertama bagi anak-anaknya.
Di akhir bulan Dzulhijjah ini kita disuruh untuk memperbanyak istighfar dan memperbanyak amal ibadah.
(Disampaikan di majlis Madadun Nabawiy, yaitu majlis pembacaan rotib Alhaddad dan maulid Simthud Durror di Masjid Alhikmah - Gemah, Semarang, sabtu 20 Desember 2008)
Alhamdulillah kita dikumpulkan oleh Allah Swt di tempat yang baik ini, yaitu masjid Alhikmah ini. Masjid merupakan tempat yang baik yang biasa digunakan untuk mengingat Allah Swt, mengingat Nabi Muhammad Saw, untuk menuntut ilmu, untuk menyebarkan kalimat-kalimat yang baik yang diajarkan oleh para salaf yang mana ini bersambung kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita. Amin.
Kita sekarang berada di akhir bulan Dzulhijjah, bulan dimana dulu Nabi Muhammad Saw disaat haji wada' beliau Saw bertanya kepada para sahabat apakah ini bulan harom, para sahabat membenarkan. Beliau Saw kemudian bertanya lagi apakah beliau Saw sudah mengajarkan semunya, maka dijawab oleh para sahabat bahwa beliau Saw sudah mengajarkan semuanya. Nabi Muhammad Saw mengulang pertanyaan yang sama hingga 3X.
Maksud dari hadits ini adalah menyuruh kita menyampaikan meski satu ayat. Menyampaikan disini tidak harus dengan ceramah di depan pubik, atau di depan majlis...menyampaikan disini bisa kapan saja dan dengan siapa saja. Misalnya kita menyampaikan hal-hal yang baik kepada keluarga kita, anak istri kita atau suami kita atau saudara kita atau bahkan teman-teman kita sewaktu kita ngobrol bersama mereka.
Sampaikan nasehat yang baik kepada anak-anak kita, tapi sebelum kita menyampaikan kita seharusnya melakukan terlebih dulu tentang apa yang kita nasehatkan tersebut. Jangan sampai kita menasehatkan sesuatu kepada mereka tetapi kita tidak pernah mengerjakannya! Anak melihat orang-tuanya, kalau mereka melihat orang-tuanya melakukan hal-hal yang baik, maka mereka akan menirunya. Begitu juga sebaliknya, kalau orang tua melakukan hal-hal yang buruk dan tercela di mata agama, maka anak akan menirunya. Tanpa lewat kata-kata pun anak akan meniru kebiasaan orang-tuanya, oleh karena itu lakukan perbuatan yang baik agar anak-anak kita, istri dan keluarga kita menirunya.
Rumah tangga yang indah adalah rumah tangga yang sesuai ajaran Nabi Muhammad Saw. Lihatlah keadaan masyarakat sekarang, berkurang sedikit jatah finansial dari suaminya langsung marah, berkurang sedikit saja jatah bulanan dari suaminya langsung lari dari suami. Keadaan ini jatuh berbeda dengan keadaan keluarga Nabi Muhammad Saw dimana meski jarang mempunyai sesuatu yang bisa dimakan tapi Nabi Muhammad Saw dan keluarganya tetap harmonis dan keindahan terpancar. Semua masalah bisa terselesaikan asalkan kita tenang dan jangan melihat lalu membandingkan keadaan kita dengan keadaan orang lain.
Allah Swt mengkaruniakan rizqi kepada kita, itu pasti, tapi membanding-bandingkan dengan keadaan orang lain adalah bisa menjerumuskan kita kepada keadaan tidak bersyukur atas nikmat yang kita terima, yang kita punyai saat ini. Kalau kita bisa bersyukur maka akan ditambah rizqi kita dari jalan yang tidak kita duga sebelumnya. Terutama ibu, adalah adalah orang yang memberikan pendidikan pertama bagi anak-anaknya.
Di akhir bulan Dzulhijjah ini kita disuruh untuk memperbanyak istighfar dan memperbanyak amal ibadah.
Saturday, December 20, 2008
Sifat Wajib Allah Swt
Oleh : K.H. Bisri Mushthofa - Rembang
Kitab : Aqidatul Awam (karya Syaikh Ahmad Almarzuqi)
Syaikh Ahmad Almarzuqi memulai kitab Aqidatul Awaam ini dengan mengatakan bahwa beliau menulis kitab ini dengan diawali dengan tabaruk mengagungkan nama Allah Swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Selanjutnya beliau memuji Allah Swt dengan mengucapkan alhamdulillah, segala puji itu milik Allah Swt yang mempunyai sifat awwal, akhir dan langgeng tidak bakal berubah-ubah.
Kemudian beliau bermohon agar rahmat dan ta’dhim selalu senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarga beliau Saw, kepada para sahabat beliau Saw dan siapa pun yang patuh tunduk kepada aturan-aturan agama yang benar dari golongan ahli sunnah wal jama’ah, bukan dari golongan ahli bid’ah.
Setelah membaca kalimat bismillaah, alhamdulillaah dan sholawat, syaikh Ahmad Almarzuqi lalu berkata bahwa semua mukallaf (yaitu semua manusia yang tidak berubah akalnya atau tidak gila dan sudah baligh), laki-laki atau pun perempuan bahkan banci sekalipun wajib mengetahui sifat-sifat wajib Allah Swt itu ada 20 sifat, yaitu :
1. Wujud, maksudnya adalah Allah Swt itu ada. Allah Swt itu wujud tapi keberadaan Allah Swt ini tidak sama dengan keberadaan makhluq
2. Qidam, maksudnya adalah Allah Swt itu pertama dan tidak ada yang mendahului
3. Baqo’, maksudnya adalah Allah Swt itu langgeng atau kekal tidak ada yang lebih akhir lagi daripada Allah Swt
4. Mukholafatu lil hawaditsi, maksudnya adalah Allah Swt itu tidak sama dengan makhluq
5. Qiyaamuhu bi nafsihi, maksudnya adalah Allah Swt itu tidak butuh bantuan dari siapa pun juga
6. Wahdaniyah, maksudnya adalah Allah Swt itu tunggal, Maha Esa
7. Qudrat, maksudnya adalah Allah Swt itu berkuasa atas segala yang terlihat atau pun yang tidak terlihat oleh mata kita
8. Irodah, maksudnya adalah Allah Swt itu berkehendak, yang mana kehendak Allah Swt berbeda dengan kehendak makhluq. Kehendak Allah Swt adalah atas semua yang terjadi pada makhluq-Nya
9. ‘Ilmu, maksudnya adalah Allah Swt itu mengetahui
10. Hayat, maksudnya adalah Allah Swt itu hidup
11. Sama’, maksudnya adalah Allah Swt itu mendengarkan
12. Bashor, maksudnya adalah Allah Swt itu melihat
13. Kalaam, maksudnya adalah Allah Swt itu berkata, berfirman
14. Qoodiron, maksudnya adalah Allah Swt itu yang berkuasa atas semua makhluq
15. Muriidan, maksudnya adalah Allah Swt itu yang berkehendak
16. Sami’an, maksudnya adalah Allah Swt itu yang mendengar
17. Bashiiron, maksudnya adalah Allah Swt itu yang melihat
18. Hayya, maksudnya adalah Allah Swt itu yang hidup
19. ‘Aaliman, maksudnya adalah Allah Swt itu yang mengetahui
20. Mutakalliman, maksudnya adalah Allah Swt itu yang berbicara, yang berfirman
Kitab : Aqidatul Awam (karya Syaikh Ahmad Almarzuqi)
Syaikh Ahmad Almarzuqi memulai kitab Aqidatul Awaam ini dengan mengatakan bahwa beliau menulis kitab ini dengan diawali dengan tabaruk mengagungkan nama Allah Swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Selanjutnya beliau memuji Allah Swt dengan mengucapkan alhamdulillah, segala puji itu milik Allah Swt yang mempunyai sifat awwal, akhir dan langgeng tidak bakal berubah-ubah.
Kemudian beliau bermohon agar rahmat dan ta’dhim selalu senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarga beliau Saw, kepada para sahabat beliau Saw dan siapa pun yang patuh tunduk kepada aturan-aturan agama yang benar dari golongan ahli sunnah wal jama’ah, bukan dari golongan ahli bid’ah.
Setelah membaca kalimat bismillaah, alhamdulillaah dan sholawat, syaikh Ahmad Almarzuqi lalu berkata bahwa semua mukallaf (yaitu semua manusia yang tidak berubah akalnya atau tidak gila dan sudah baligh), laki-laki atau pun perempuan bahkan banci sekalipun wajib mengetahui sifat-sifat wajib Allah Swt itu ada 20 sifat, yaitu :
1. Wujud, maksudnya adalah Allah Swt itu ada. Allah Swt itu wujud tapi keberadaan Allah Swt ini tidak sama dengan keberadaan makhluq
2. Qidam, maksudnya adalah Allah Swt itu pertama dan tidak ada yang mendahului
3. Baqo’, maksudnya adalah Allah Swt itu langgeng atau kekal tidak ada yang lebih akhir lagi daripada Allah Swt
4. Mukholafatu lil hawaditsi, maksudnya adalah Allah Swt itu tidak sama dengan makhluq
5. Qiyaamuhu bi nafsihi, maksudnya adalah Allah Swt itu tidak butuh bantuan dari siapa pun juga
6. Wahdaniyah, maksudnya adalah Allah Swt itu tunggal, Maha Esa
7. Qudrat, maksudnya adalah Allah Swt itu berkuasa atas segala yang terlihat atau pun yang tidak terlihat oleh mata kita
8. Irodah, maksudnya adalah Allah Swt itu berkehendak, yang mana kehendak Allah Swt berbeda dengan kehendak makhluq. Kehendak Allah Swt adalah atas semua yang terjadi pada makhluq-Nya
9. ‘Ilmu, maksudnya adalah Allah Swt itu mengetahui
10. Hayat, maksudnya adalah Allah Swt itu hidup
11. Sama’, maksudnya adalah Allah Swt itu mendengarkan
12. Bashor, maksudnya adalah Allah Swt itu melihat
13. Kalaam, maksudnya adalah Allah Swt itu berkata, berfirman
14. Qoodiron, maksudnya adalah Allah Swt itu yang berkuasa atas semua makhluq
15. Muriidan, maksudnya adalah Allah Swt itu yang berkehendak
16. Sami’an, maksudnya adalah Allah Swt itu yang mendengar
17. Bashiiron, maksudnya adalah Allah Swt itu yang melihat
18. Hayya, maksudnya adalah Allah Swt itu yang hidup
19. ‘Aaliman, maksudnya adalah Allah Swt itu yang mengetahui
20. Mutakalliman, maksudnya adalah Allah Swt itu yang berbicara, yang berfirman
Bangun Tidur
Oleh : K.H. Hamam Nashiruddin - Grabag, Magelang
Bab Bangun Tidur : Kitab Bidayatil Hidayah (karya Al Imam Ghozali)
Ketika kita hendak tidur, tanamkan benar-benar bahwa kita harus bangun tidur sebelum fajar agar kita mendapatkan fadhilah yang agung dari Allah Swt. Usahakan semaksimal mungkin (di saat bangun tidur) apa yang terlintas di hati kita dan apa yang kita ucapkan di lesan kita adalah dzikirullah.
Oleh karena itu ketika bangun tidur, bacalah do’a sebagai berikut :
Bab Bangun Tidur : Kitab Bidayatil Hidayah (karya Al Imam Ghozali)
Ketika kita hendak tidur, tanamkan benar-benar bahwa kita harus bangun tidur sebelum fajar agar kita mendapatkan fadhilah yang agung dari Allah Swt. Usahakan semaksimal mungkin (di saat bangun tidur) apa yang terlintas di hati kita dan apa yang kita ucapkan di lesan kita adalah dzikirullah.
Oleh karena itu ketika bangun tidur, bacalah do’a sebagai berikut :
Alhamdulillaaahilladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur
Yang maknanya kurang lebih adalah segala puji syukur dari saya kepada Allah Swt yang sudah mengkaruniakan nikmat bisa tidur kepada saya dan sekarang saya sudah dibangunkan dari tidur saya. Semua makhluq besok akan menghadap Allah Swt untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya.
Dengan dibangunkannya kita dari tidur di pagi dari ini, kita akui bahwa benar kita sesungguhnya adalah milik Allah Swt, begitu juga alam bumi seisinya, juga semua sifat kita yang merasa agung, sifat kita yang suka memerintah, sifat kita yang merasa memiliki, sifat kita yang merasa berkuasa dsb itu semuanya kepunyaan Allah Swt yang Maha Memelihara alam ini dan seisinya. Allah Swt Maha Agung, Maha Memerintah, Maha Memiliki, Maha Berkuasa.
Dan kita harus bersyukur dibangunkan masih dalam keadaan memeluk agama Islam, masih bisa menyebut kalimat-kalimat tauhid, masih diberi kesempatan memeluk agama dari agama Nabi Muhammad Saw dan Nabi Ibrahim As yaitu agama yang lurus, sempurna dan tunduk pasrah kepada Allah Swt. Yang perlu diketahui adalah Nabi Ibrahim As itu bukan termasuk golongan musyrikin.
Dengan barokah Allah Swt, kita masih dikaruniai Allah Swt kesempatan bagun di pagi ini dan kita masih dikaruniai kehidupan, hanya untuk Allah Swt-lah hidup dan mati kita dan apa yang terjadi adalah hanya karena Allah Swt.
Bermohonlah kepada Allah Swt agar Allah Swt mengkaruniakan semua kebaikan kepada kita pada hari ini yaitu hari dimana kita dibangunkan dan bermohonlah juga agar Allah Swt menjaga kita serta menjauhkan kita dari segala perbuatan tercela dan dosa, agar Allah Swt menjauhkan kita perbuatan mencelakai (berbuat buruk) sesama orang Islam dan bermohonlah agar kita tidak dicelakai oleh orang lain.
Bermohonlah kepada Allah Swt agar kita dikaruniai semua kebaikan hari ini dan kebaikan apapun yang terjadi pada hari ini. Begitu juga sebaliknya, bermohonlah kepada Allah Swt agar kita dijauhkan dari keburukan hari ini dan keburukan apapun yang terjadi pada hari ini.
Kemudian ketika kita akan memakai pakaian, niatkan dengan niat kita memakai pakaian ini hanya karena Allah Swt (karena melakukan perintah Allah Swt), yaitu perintah menutupi aurat. Ingat, jangan sampai kita berniat untuk pamer ketika mengenakan pakaian agar kita tidak termasuk orang yang celaka.
Yang maknanya kurang lebih adalah segala puji syukur dari saya kepada Allah Swt yang sudah mengkaruniakan nikmat bisa tidur kepada saya dan sekarang saya sudah dibangunkan dari tidur saya. Semua makhluq besok akan menghadap Allah Swt untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya.
Dengan dibangunkannya kita dari tidur di pagi dari ini, kita akui bahwa benar kita sesungguhnya adalah milik Allah Swt, begitu juga alam bumi seisinya, juga semua sifat kita yang merasa agung, sifat kita yang suka memerintah, sifat kita yang merasa memiliki, sifat kita yang merasa berkuasa dsb itu semuanya kepunyaan Allah Swt yang Maha Memelihara alam ini dan seisinya. Allah Swt Maha Agung, Maha Memerintah, Maha Memiliki, Maha Berkuasa.
Dan kita harus bersyukur dibangunkan masih dalam keadaan memeluk agama Islam, masih bisa menyebut kalimat-kalimat tauhid, masih diberi kesempatan memeluk agama dari agama Nabi Muhammad Saw dan Nabi Ibrahim As yaitu agama yang lurus, sempurna dan tunduk pasrah kepada Allah Swt. Yang perlu diketahui adalah Nabi Ibrahim As itu bukan termasuk golongan musyrikin.
Dengan barokah Allah Swt, kita masih dikaruniai Allah Swt kesempatan bagun di pagi ini dan kita masih dikaruniai kehidupan, hanya untuk Allah Swt-lah hidup dan mati kita dan apa yang terjadi adalah hanya karena Allah Swt.
Bermohonlah kepada Allah Swt agar Allah Swt mengkaruniakan semua kebaikan kepada kita pada hari ini yaitu hari dimana kita dibangunkan dan bermohonlah juga agar Allah Swt menjaga kita serta menjauhkan kita dari segala perbuatan tercela dan dosa, agar Allah Swt menjauhkan kita perbuatan mencelakai (berbuat buruk) sesama orang Islam dan bermohonlah agar kita tidak dicelakai oleh orang lain.
Bermohonlah kepada Allah Swt agar kita dikaruniai semua kebaikan hari ini dan kebaikan apapun yang terjadi pada hari ini. Begitu juga sebaliknya, bermohonlah kepada Allah Swt agar kita dijauhkan dari keburukan hari ini dan keburukan apapun yang terjadi pada hari ini.
Kemudian ketika kita akan memakai pakaian, niatkan dengan niat kita memakai pakaian ini hanya karena Allah Swt (karena melakukan perintah Allah Swt), yaitu perintah menutupi aurat. Ingat, jangan sampai kita berniat untuk pamer ketika mengenakan pakaian agar kita tidak termasuk orang yang celaka.
Thursday, December 18, 2008
Taat
Oleh : K.H. Hamam Nashiruddin - Grabag, Magelang
Bab Taat : Kitab Bidayatil Hidayah (karya Al Imam Ghozali)
Bagian awal dari taqwa adalah mengenai taat. Taqwa kepada Allah Swt adalah melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ketahuilah, bahwa perintah Allah Swt itu ada dua macam :
1. Perintah yang wajib
2. Perintah yang sunnah
Perintah wajib tersebut ibarat dagang adalah modal, yang dengan modal ini (yaitu perintah-perintah wajib) maka akan memberikan keuntungan (kepada kita yang melakukan perintah-perintah wajib tersebut) yaitu berupa keselamatan. Sedangkan perintah sunnah itu ibarat laba, yang dengan laba ini (yaitu perintah-perintah sunnah) akan memberikan derajat bagi yang kita melakukan perintah-perintah sunnah.
Berdasarkan keterangan dari Nabi Muhammad Saw, Allah Swt berfirman bahwa Allah Swt senang kepada orang-orang yang melakukan perintah-perintah wajib (dengan berniat ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt). Jika ada orang yang sudah mampu melakukan perintah-perintah wajib dengan cukup, lalu ingin mengamalkan ibadah-ibadah sunnah (dengan berniat ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt), maka orang itu sangat disukai dan dicintai oleh Allah Swt. Setelah Allah Swt menyukai dan mencintai orang-orang seperti itu, maka Allah Swt akan menambah penjagaan terhadap mereka. Allah Swt menjaga telinga mereka yang digunakan untuk mendengar, Allah Swt menjaga mata mereka yang digunakan untuk melihat, Allah Swt menjaga mulut mereka yang digunakan untuk berbicara, Allah Swt menjaga tangan mereka dan Allah Swt menjaga kaki mereka yang digunakan untuk berjalan.
Ingat-ingatlah, kita tidak akan bisa melakukan perintah-perintah Allah Swt jika hati tidak tidak tergerak untuk melakukannya. Dan kita tidak bisa melakukan perintah-perintah Allah Swt jika kita tidak merasa selalu diawasi oleh Allah Swt dalam setiap pandangan mata dan nafas kita. Oleh karena itu ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Swt itu Maha Mengetahui semua yang terlintas di dalam hati kita, dhohir kita dan batin kita. Allah Swt Maha Mengetahui semua arah pandang mata kita, Allah Swt Maha Mengetahui apapun yang terlintas di dalam hati kita, Allah Swt Maha Mengetahui tingkah laku kita dan setiap gerak kita.
Pahamilah hal ini!
Sesungguhnya di saat kita berada di keramaian atau pun di saat kita sendirian, Allah Swt tetap mengetahui apapun yang kita lakukan. Dan apapun yang ada di bumi dan langit yaitu setiap diam dan setiap gerakan yang ada dikeduanya pasti diketahui oleh Allah Swt yang Maha Menjaga tujuh langit dan tujuh bumi. Allah Swt Maha Mengetahui apapun yang tersembunyi di dalam pandangan mata dan apapun yang tersembunyi di hati kita. Allah Swt Maha Mengetahui segala sesuatu yang rahasia dan bahkan yang lebih halus lagi. Oleh karena itu kita harus menjaga tata krama (akhlaq) lahir dan batin kita kepada Allah Swt, yaitu seperti tata krama seorang rakyat yang sudah melakukan kesalahan besar dihadapkan kepada penguasa yang berwenang, pengadilan misalnya.
Dan kita harus berhati-hati dan menjaga segala tingkah laku kita agar jangan sampai kita terlihat oleh Allah Swt sedang melakukan sesuatu yang dilarang Allah Swt. Begitu juga sebaliknya, jangan sampai kita tidak dilihat oleh Allah Swt tidak sedang melakukan segala hal yang diperintahkan-Nya, misalnya sholat dan berbuat kebaikan lainnya. Jangan sampai kita tidak dilihat Allah Swt tidak sedang berada di tempat yang diperintahkan-Nya, misalnya berada di dalam masjid untuk i’tikaf, menuntut ilmu atau berada di dalam majlis-majlis kebaikan lainnya. Jadi kesimpulannya adalah jangan sampai kita meninggalkan semua perintah Allah Swt dan jangan sampai kita melakukan semua larangan Allah Swt!
Semua tadi tidak akan bisa kita lakukan kecuali kita mengatur dan membagi waktu kita, tata dengan sebaik-baiknya wirid (*) kita, maka dari itu dengarkan baik-baik dan pahamilah penjelasan kitab Bidayatil Hidayah ini yang berisi perintah-perintah Allah Swt mulai dari kita bangun tidur hingga kita tidur lagi.
(*) : Wirid adalah usaha mengingat Allah Swt lewat lesan kita. Ini merupalan salah satu bagian dari taqwa dhohir.
Bab Taat : Kitab Bidayatil Hidayah (karya Al Imam Ghozali)
Bagian awal dari taqwa adalah mengenai taat. Taqwa kepada Allah Swt adalah melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ketahuilah, bahwa perintah Allah Swt itu ada dua macam :
1. Perintah yang wajib
2. Perintah yang sunnah
Perintah wajib tersebut ibarat dagang adalah modal, yang dengan modal ini (yaitu perintah-perintah wajib) maka akan memberikan keuntungan (kepada kita yang melakukan perintah-perintah wajib tersebut) yaitu berupa keselamatan. Sedangkan perintah sunnah itu ibarat laba, yang dengan laba ini (yaitu perintah-perintah sunnah) akan memberikan derajat bagi yang kita melakukan perintah-perintah sunnah.
Berdasarkan keterangan dari Nabi Muhammad Saw, Allah Swt berfirman bahwa Allah Swt senang kepada orang-orang yang melakukan perintah-perintah wajib (dengan berniat ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt). Jika ada orang yang sudah mampu melakukan perintah-perintah wajib dengan cukup, lalu ingin mengamalkan ibadah-ibadah sunnah (dengan berniat ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt), maka orang itu sangat disukai dan dicintai oleh Allah Swt. Setelah Allah Swt menyukai dan mencintai orang-orang seperti itu, maka Allah Swt akan menambah penjagaan terhadap mereka. Allah Swt menjaga telinga mereka yang digunakan untuk mendengar, Allah Swt menjaga mata mereka yang digunakan untuk melihat, Allah Swt menjaga mulut mereka yang digunakan untuk berbicara, Allah Swt menjaga tangan mereka dan Allah Swt menjaga kaki mereka yang digunakan untuk berjalan.
Ingat-ingatlah, kita tidak akan bisa melakukan perintah-perintah Allah Swt jika hati tidak tidak tergerak untuk melakukannya. Dan kita tidak bisa melakukan perintah-perintah Allah Swt jika kita tidak merasa selalu diawasi oleh Allah Swt dalam setiap pandangan mata dan nafas kita. Oleh karena itu ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Swt itu Maha Mengetahui semua yang terlintas di dalam hati kita, dhohir kita dan batin kita. Allah Swt Maha Mengetahui semua arah pandang mata kita, Allah Swt Maha Mengetahui apapun yang terlintas di dalam hati kita, Allah Swt Maha Mengetahui tingkah laku kita dan setiap gerak kita.
Pahamilah hal ini!
Sesungguhnya di saat kita berada di keramaian atau pun di saat kita sendirian, Allah Swt tetap mengetahui apapun yang kita lakukan. Dan apapun yang ada di bumi dan langit yaitu setiap diam dan setiap gerakan yang ada dikeduanya pasti diketahui oleh Allah Swt yang Maha Menjaga tujuh langit dan tujuh bumi. Allah Swt Maha Mengetahui apapun yang tersembunyi di dalam pandangan mata dan apapun yang tersembunyi di hati kita. Allah Swt Maha Mengetahui segala sesuatu yang rahasia dan bahkan yang lebih halus lagi. Oleh karena itu kita harus menjaga tata krama (akhlaq) lahir dan batin kita kepada Allah Swt, yaitu seperti tata krama seorang rakyat yang sudah melakukan kesalahan besar dihadapkan kepada penguasa yang berwenang, pengadilan misalnya.
Dan kita harus berhati-hati dan menjaga segala tingkah laku kita agar jangan sampai kita terlihat oleh Allah Swt sedang melakukan sesuatu yang dilarang Allah Swt. Begitu juga sebaliknya, jangan sampai kita tidak dilihat oleh Allah Swt tidak sedang melakukan segala hal yang diperintahkan-Nya, misalnya sholat dan berbuat kebaikan lainnya. Jangan sampai kita tidak dilihat Allah Swt tidak sedang berada di tempat yang diperintahkan-Nya, misalnya berada di dalam masjid untuk i’tikaf, menuntut ilmu atau berada di dalam majlis-majlis kebaikan lainnya. Jadi kesimpulannya adalah jangan sampai kita meninggalkan semua perintah Allah Swt dan jangan sampai kita melakukan semua larangan Allah Swt!
Semua tadi tidak akan bisa kita lakukan kecuali kita mengatur dan membagi waktu kita, tata dengan sebaik-baiknya wirid (*) kita, maka dari itu dengarkan baik-baik dan pahamilah penjelasan kitab Bidayatil Hidayah ini yang berisi perintah-perintah Allah Swt mulai dari kita bangun tidur hingga kita tidur lagi.
(*) : Wirid adalah usaha mengingat Allah Swt lewat lesan kita. Ini merupalan salah satu bagian dari taqwa dhohir.
Friday, December 12, 2008
Dari "Atap Tinggi" Sampai "Pandai Besi"
Oleh : Majalah Alkisah No, 14 / 5 - 18 Juli 2004
Hadramaut, akhir abad keenam Hijri. Seorang ulama besar, Habib Abdul Malik bin AIwi bin Muhammad Shahib Mirbat, berangkat ke India untuk berdakwah sembari berdagang. la mendapat julukan Shahib Mirbat karena wafat di Mirbat, Oman. Dia keturunan Imam Ahmad bin Isa yang bergelar AI-Muhajir, mubalig yang pertama kali hijrah dari Basrah ke Medinah pada abad keempat Hijri. Sampai di India, ia berdagang dan berdakwah sembari bergaul bahkan berbaur dengan Penduduk pribumi India, bahkan belakangan ia pun menikah dengan seorang wanita bangsawan dari sebuah kerajaan di India saat itu, sehingga mendapat posisi politik yang strategis.
Dengan posisi itulah ia menyebarkan Islam hampir ke seluruh India. Salah seorang keturunannya ialah Habib Abdullah Khan, yang belakangan menurunkan sejumlah ulama dan mubalig yang berdakwah ke negeri-negeri di sekitar India, sampai ke Nusantara.
"Termasuk sembilan wali yang menyebarkan Islam di tanah Jawa, yang terkenal sebagai Wali Sanga, adalah keturunan Habib Abdullah Khan itu,” kata Habib Abdurrahman Basurrah, salah seorang pengurus Rabithah Alawiyin Indonesia. Adapun Mubalig yang pertama kali masuk ke Nusantara abad ke-13 dan 14 ialah Habib Jamaiuddin Husein bin Habib Ahmad Syah, cucu Habib Abdullah Khan. Salah seorang anaknya bernama Maulana Malik Ibrahim, yang belakangan terkenal sebagai Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Dia inilah yang kemudian lebih kesohor sebagai Sunan Gresik (yang tiada lain seorang diantara sembilan wali penyebar Islam di tanah Jawa, yang terkenal sebagai Wali Sanga. Anak kedua dan ketiga masing Habib Ali, yang berdakwah di Campa alias Siam (kini Kampuchea atau Kamboja), dan Habib Barakah, yang juga berdakwah di tanah Jawa.
Dari Sunan Gresik inilah kemudian lahir para ulama dan mubalig yang menyebarkan Islam di tanah Jawa dan Nusantara.
Itu adalah sebuah gambaran, betapa penyebaran Islam di segenap penjuru bumi dilakukan secara damai, persuasif - yang di antaranya dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang masih memiliki nasab (garis keturunan) sampai ke Rasulullah SAW. Berpuluh-puluh tahun kemudian, selain keturunan Habib Abdul Malik bin AIwi - salah seorang keturunan Al-Muhajir yang dimakamkan di Mirbat sebagaimana telah disebut - juga banyak ulama dan mubalig lain yang hijrah dari Hadramaut untuk berdakwah ke negeri-negeri lain, termasuk Indonesia.
Mereka itu terdiri dari sejumlah nasal atau marga. Beberapa diantara mereka, misalnya, nasal Assegaf, Al-Habsyi, Al-‘Atthas, Al-Jufri, Al-Gadri, Al-Haddad, Asy-Syatiri, Baseban, Musawa, dan Mulachela - yang tak asing lagi bagi telinga orang Indonesia. Salah seorang dari beberapa keturunan Al-Muhajir yang lain, ialah Habib Alwi bin Ubaidillah. Nah, dari Habib Alwi yang inilah kemudian terbentuk nasal besar Bani Alawiyin - yang kebanyakan berdakwah di Nusantara.
Di seluruh dunia, jumlah nasal yang mempunyai nasab langsung ke Rasulullah SAW itu lebih dari 200, dengan asal-usul masing-masing. Dan masing-masing nasal tentu punya sejarahnya sendiri. Di belakang hari, anak cucu dan cicit pun menggunakan nama leluhur mereka. Yang bermukim di Indonesia saat ini, menurut Habib Abdurrahman Basurrah, diperkirakan lebih dari dua juta orang.
Lahirnya marga-marga tersebut, masih menurut Habib Basurrah, terutama berkat termasyhurnya salah seorang moyang mereka sebagai ulama atau mubalig besar. Misalnya nasal Assegaf ("atap"), yang bermula dari Habib Abdurahman bin Muhammad Mawla Addawilah - seorang ulama yang menguasai ilmu agama cukup tinggi dan mampu mengayomi umat, hingga dianggap sebagai "atap yang tinggi". Belakangan Habib Abdurahman bin Muhammad Mawla Addawilah dijuluki Assegaf (as-saqaf) - dan kemudian anak keturunannya memakai nama Assegaf pula.
Sedangkan marga Al-Haddad bermula dari Habib Ahmad, yang mendapat julukan Al-Haddad ("pandai besi"). Disebut sebagai "pandai besi" karena ia "mampu melunakkan hati yang keras seperti besi" (hadatul qulub), berkat ketinggian ilmu dan kebijaksanaannya yang luar biasa.
Adapun marga Alatas atau Al-‘Atthas ("bersin"), menurut Habib Abdullah ibn Umar Ba'bab dalam kitab Hilyatul Anfas, julukan Alatas itu gara-gara bayi yang masih ada dalam kandungan ibundanya bersin. Bayi itu tak lain Habib Aqil bin Salim. Hanya bayi yang masih ada dalam kandungan yang mendapat ridho Allah SWT yang mampu bersin! Maka belakangan nama Alatas pun digunakan oleh anak-cucunya. Salah seorang keturunan habib "bersin" yang sangat termasyhur ialah Habib Umar bin Abdurrahman Alatas, penyusun Ratib Alatas, yang sangat terkenal di seluruh dunia hingga kini. la lahir di kota Lask, Hadramaut, tahun 992 H; dan wafat pada butan Rabiuts Tsani tahun 1072 H. Meski sejak kecil buta, ia sangat tekun dan cerdas dalam menuntut ilmu.
Lain lagi dengan Al-Habsyi, yang asal katanya dari Habasyah (kini Ethiopia). Nama Al-Habsyi dinisbahkan kepada Habib Abu Bakar bin Ali yang suatu kali sempat berhijrah untuk berdakwah ke Habasyah, sehingga ketika pulang kembali ke Hadramaut ia dikenal dengan nama julukan Al-Habsyi.
Sementara Habib Alwi bin Ali mendapat julukan Asy-Syathiri karena ia sangat pandai.
Salah seorang habib "pandai besi" yang juga berdakwah di Indonesia, antara lain Habib Abdullah Al-Haddad, yang sangat terkenal sebagai penyusun Ratib Hadad yang juga terkenal di seluruh dunia. Baik Ratib Alatas maupun Ratib Al-Haddad, dua-duanya menjadi bacaan wirid kaum muslimin, terutama di pesantren-pesantren.
Dalam kitab Sullam al-Thalib lil al-Maratib, yang juga dikenal sebagai Syarh al-Ratib, karya Sayid Ali bin Abdullah Al-Haddad, disebutkan, Ratib Al-Haddad ditulis pada bulan Ramadhan tahun 1071 H. Ratib tersebut kemudian menjadi pendamping wirid-wirid terkenal lainnya, seperti Hizb al-Nashr karya Imam Abu Hasan As-Sadzili (wafat 656 H / 1258 M), dan Hizb al-Nawawi karya Imam Syarafuddin An-Nawawi (wafat 676 H / 1277 M).
Ulama masyhur lainnya ialah Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, penyusun qasidah yang terkenal, Simtud Durar (Untaian Mutiara). Qasidah ini disusun sebagai puisi panjang dengan bahasa yang indah. Setiap kali para habib menyelenggarakan peringatan Maulid, mereka lazim membaca qasidah ini. Bahkan tak sedikit yang hafal.
Itulah dunia para habib, anak cucu keturunan Rasulullah SAW yang pada umumnya gigih berdakwah, alim dalam beribadah, berilmu tinggi, dan santun dalam pergaulan. Rasulullah SAW memang menyatakan, orang Arab, juga keturunan beliau, tak ada bedanya dengan orang ajam alias non-Arab. Namun, para habib yang adalah keturunan Rasulullah SAW - berusaha meneladani akhlakul karimah (budi pekerti luhur) Rasulullah SAW.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13, Inna akramakum 'indallahi atqakum (Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa). Apalagi, Rasulullah SAW juga menyatakan, Bu'itstu li utammima makarimal akhlaq (Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).
Maksudnya, siapa pun mereka, keturunan siapa pun juga, yang terpenting ialah mutu ketakwaan kepada Allah SAW dan kualitas pribadi seseorang dalam meneladani keluhuran budi Rasulullah SAW.
Maka, seperti kata Habib Husein Mulachela, salah seorang santri Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, "Memang, anak cucu Rasulullah SAW itu harus lebih berkualitas dalam meneladani akhlak Rasululah SAW."
Hadramaut, akhir abad keenam Hijri. Seorang ulama besar, Habib Abdul Malik bin AIwi bin Muhammad Shahib Mirbat, berangkat ke India untuk berdakwah sembari berdagang. la mendapat julukan Shahib Mirbat karena wafat di Mirbat, Oman. Dia keturunan Imam Ahmad bin Isa yang bergelar AI-Muhajir, mubalig yang pertama kali hijrah dari Basrah ke Medinah pada abad keempat Hijri. Sampai di India, ia berdagang dan berdakwah sembari bergaul bahkan berbaur dengan Penduduk pribumi India, bahkan belakangan ia pun menikah dengan seorang wanita bangsawan dari sebuah kerajaan di India saat itu, sehingga mendapat posisi politik yang strategis.
Dengan posisi itulah ia menyebarkan Islam hampir ke seluruh India. Salah seorang keturunannya ialah Habib Abdullah Khan, yang belakangan menurunkan sejumlah ulama dan mubalig yang berdakwah ke negeri-negeri di sekitar India, sampai ke Nusantara.
"Termasuk sembilan wali yang menyebarkan Islam di tanah Jawa, yang terkenal sebagai Wali Sanga, adalah keturunan Habib Abdullah Khan itu,” kata Habib Abdurrahman Basurrah, salah seorang pengurus Rabithah Alawiyin Indonesia. Adapun Mubalig yang pertama kali masuk ke Nusantara abad ke-13 dan 14 ialah Habib Jamaiuddin Husein bin Habib Ahmad Syah, cucu Habib Abdullah Khan. Salah seorang anaknya bernama Maulana Malik Ibrahim, yang belakangan terkenal sebagai Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Dia inilah yang kemudian lebih kesohor sebagai Sunan Gresik (yang tiada lain seorang diantara sembilan wali penyebar Islam di tanah Jawa, yang terkenal sebagai Wali Sanga. Anak kedua dan ketiga masing Habib Ali, yang berdakwah di Campa alias Siam (kini Kampuchea atau Kamboja), dan Habib Barakah, yang juga berdakwah di tanah Jawa.
Dari Sunan Gresik inilah kemudian lahir para ulama dan mubalig yang menyebarkan Islam di tanah Jawa dan Nusantara.
Itu adalah sebuah gambaran, betapa penyebaran Islam di segenap penjuru bumi dilakukan secara damai, persuasif - yang di antaranya dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang masih memiliki nasab (garis keturunan) sampai ke Rasulullah SAW. Berpuluh-puluh tahun kemudian, selain keturunan Habib Abdul Malik bin AIwi - salah seorang keturunan Al-Muhajir yang dimakamkan di Mirbat sebagaimana telah disebut - juga banyak ulama dan mubalig lain yang hijrah dari Hadramaut untuk berdakwah ke negeri-negeri lain, termasuk Indonesia.
Mereka itu terdiri dari sejumlah nasal atau marga. Beberapa diantara mereka, misalnya, nasal Assegaf, Al-Habsyi, Al-‘Atthas, Al-Jufri, Al-Gadri, Al-Haddad, Asy-Syatiri, Baseban, Musawa, dan Mulachela - yang tak asing lagi bagi telinga orang Indonesia. Salah seorang dari beberapa keturunan Al-Muhajir yang lain, ialah Habib Alwi bin Ubaidillah. Nah, dari Habib Alwi yang inilah kemudian terbentuk nasal besar Bani Alawiyin - yang kebanyakan berdakwah di Nusantara.
Di seluruh dunia, jumlah nasal yang mempunyai nasab langsung ke Rasulullah SAW itu lebih dari 200, dengan asal-usul masing-masing. Dan masing-masing nasal tentu punya sejarahnya sendiri. Di belakang hari, anak cucu dan cicit pun menggunakan nama leluhur mereka. Yang bermukim di Indonesia saat ini, menurut Habib Abdurrahman Basurrah, diperkirakan lebih dari dua juta orang.
Lahirnya marga-marga tersebut, masih menurut Habib Basurrah, terutama berkat termasyhurnya salah seorang moyang mereka sebagai ulama atau mubalig besar. Misalnya nasal Assegaf ("atap"), yang bermula dari Habib Abdurahman bin Muhammad Mawla Addawilah - seorang ulama yang menguasai ilmu agama cukup tinggi dan mampu mengayomi umat, hingga dianggap sebagai "atap yang tinggi". Belakangan Habib Abdurahman bin Muhammad Mawla Addawilah dijuluki Assegaf (as-saqaf) - dan kemudian anak keturunannya memakai nama Assegaf pula.
Sedangkan marga Al-Haddad bermula dari Habib Ahmad, yang mendapat julukan Al-Haddad ("pandai besi"). Disebut sebagai "pandai besi" karena ia "mampu melunakkan hati yang keras seperti besi" (hadatul qulub), berkat ketinggian ilmu dan kebijaksanaannya yang luar biasa.
Adapun marga Alatas atau Al-‘Atthas ("bersin"), menurut Habib Abdullah ibn Umar Ba'bab dalam kitab Hilyatul Anfas, julukan Alatas itu gara-gara bayi yang masih ada dalam kandungan ibundanya bersin. Bayi itu tak lain Habib Aqil bin Salim. Hanya bayi yang masih ada dalam kandungan yang mendapat ridho Allah SWT yang mampu bersin! Maka belakangan nama Alatas pun digunakan oleh anak-cucunya. Salah seorang keturunan habib "bersin" yang sangat termasyhur ialah Habib Umar bin Abdurrahman Alatas, penyusun Ratib Alatas, yang sangat terkenal di seluruh dunia hingga kini. la lahir di kota Lask, Hadramaut, tahun 992 H; dan wafat pada butan Rabiuts Tsani tahun 1072 H. Meski sejak kecil buta, ia sangat tekun dan cerdas dalam menuntut ilmu.
Lain lagi dengan Al-Habsyi, yang asal katanya dari Habasyah (kini Ethiopia). Nama Al-Habsyi dinisbahkan kepada Habib Abu Bakar bin Ali yang suatu kali sempat berhijrah untuk berdakwah ke Habasyah, sehingga ketika pulang kembali ke Hadramaut ia dikenal dengan nama julukan Al-Habsyi.
Sementara Habib Alwi bin Ali mendapat julukan Asy-Syathiri karena ia sangat pandai.
Salah seorang habib "pandai besi" yang juga berdakwah di Indonesia, antara lain Habib Abdullah Al-Haddad, yang sangat terkenal sebagai penyusun Ratib Hadad yang juga terkenal di seluruh dunia. Baik Ratib Alatas maupun Ratib Al-Haddad, dua-duanya menjadi bacaan wirid kaum muslimin, terutama di pesantren-pesantren.
Dalam kitab Sullam al-Thalib lil al-Maratib, yang juga dikenal sebagai Syarh al-Ratib, karya Sayid Ali bin Abdullah Al-Haddad, disebutkan, Ratib Al-Haddad ditulis pada bulan Ramadhan tahun 1071 H. Ratib tersebut kemudian menjadi pendamping wirid-wirid terkenal lainnya, seperti Hizb al-Nashr karya Imam Abu Hasan As-Sadzili (wafat 656 H / 1258 M), dan Hizb al-Nawawi karya Imam Syarafuddin An-Nawawi (wafat 676 H / 1277 M).
Ulama masyhur lainnya ialah Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, penyusun qasidah yang terkenal, Simtud Durar (Untaian Mutiara). Qasidah ini disusun sebagai puisi panjang dengan bahasa yang indah. Setiap kali para habib menyelenggarakan peringatan Maulid, mereka lazim membaca qasidah ini. Bahkan tak sedikit yang hafal.
Itulah dunia para habib, anak cucu keturunan Rasulullah SAW yang pada umumnya gigih berdakwah, alim dalam beribadah, berilmu tinggi, dan santun dalam pergaulan. Rasulullah SAW memang menyatakan, orang Arab, juga keturunan beliau, tak ada bedanya dengan orang ajam alias non-Arab. Namun, para habib yang adalah keturunan Rasulullah SAW - berusaha meneladani akhlakul karimah (budi pekerti luhur) Rasulullah SAW.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13, Inna akramakum 'indallahi atqakum (Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa). Apalagi, Rasulullah SAW juga menyatakan, Bu'itstu li utammima makarimal akhlaq (Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).
Maksudnya, siapa pun mereka, keturunan siapa pun juga, yang terpenting ialah mutu ketakwaan kepada Allah SAW dan kualitas pribadi seseorang dalam meneladani keluhuran budi Rasulullah SAW.
Maka, seperti kata Habib Husein Mulachela, salah seorang santri Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, "Memang, anak cucu Rasulullah SAW itu harus lebih berkualitas dalam meneladani akhlak Rasululah SAW."
Thursday, December 11, 2008
Kedatangan Habib Umar bin Hafidz
Oleh : Sekretariat Robithoh Alawiyah
JADWAL KEDATANGAN HABIB UMAR BIN HAFIDZ
TGL 10 JANUARI 2009 - 18 JANUARI 2009
( 13 MUHARRAM 1430 H - 21 MUHARRAM 1430 H )
Sabtu 10 Januari 2009 ( 13 Muharram 1430 H )
Tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta
Minggu 11 Januari 2009 ( 14 Muharram 1430 H )
09.00 WIB Khaul Habib Syech Abubakar bin Salim di Cidodol
14.00 WIB Kunjungan ke Hb. Jindan di Al Fakhriyah
Senin 12 Januari 2009 ( 15 Muharram 1430 H )
09.00 WIB Acara di Rumah Habib Husin bin Ali Alatas
12.00 WIB Pertemuan dengan Alumni Daarul Mustofa
15.00 WIB Pertemuan dengan para Eksekutif dan Pejabat di Bidakara
19.00 WIB Acara bersama dengan Majlis Rasulullah ( Hb. Mundzir
bin Fuad Musawa ) di Monas
Selasa 13 Januari 2009 ( 16 Muharram 1430 H )
Multaqo di Puncak
Rabu 14 Januari 2009 ( 17 Muharram 1430 H )
Multaqo di Puncak
Kamis 15 Januari 2009 ( 18 Muharram 1430 H )
06.00 WIB Rauhah ba'dal Shubuh di rumah Hb. Umar bin Muhammad
Mulachela11.00 WIB Kunjungan ke Rumah Hb. Abdurrahman bin Syeh Alatas
15.00 WIB Pertemuan dengan tohoh-tokoh AL IRSYAD
19.00 WIB Ijtima' di Masjid Nur Muhammad (Hb. Umar bin Muhammad
Mulachela)
Jum'at 16 Januari 2009 ( 19 Muharram 1430 H )
Sholat Jum'at di Al Hawi Condet
14.30 WIB Kunjungan ke rumah Hb. Syech bin Ali Al-Jufri
15.00 WIB Pembacaan Do'a untuk pembangunan gedung Rabithah
Alawiyah
Sabtu 17 Januari 2009 ( 20 Muharram 1430 H )
09.00 WIB Kunjungan ke rumah Hb. Zen bin Umar Smith
11.30 WIB Kunjungan ke rumah Kel. Alm. Hb. Muhammad bin Husin
Al Hamid ( Sholat Dhuhur Berjamaah )
15.00 WIB Kunjungan ke Hb. Ali bin Abdurrahman Assegaf (Tebet)
Minggu 18 Januari 2009 ( 21 Muharram 1430 H )
08.00 WIB Kunjungan dan Ziarah ke Kwitang
Sore Kembali
*Catatan : Jadwal dapat berubah sewaktu-waktu. Demikianlah, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
JADWAL KEDATANGAN HABIB UMAR BIN HAFIDZ
TGL 10 JANUARI 2009 - 18 JANUARI 2009
( 13 MUHARRAM 1430 H - 21 MUHARRAM 1430 H )
Sabtu 10 Januari 2009 ( 13 Muharram 1430 H )
Tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta
Minggu 11 Januari 2009 ( 14 Muharram 1430 H )
09.00 WIB Khaul Habib Syech Abubakar bin Salim di Cidodol
14.00 WIB Kunjungan ke Hb. Jindan di Al Fakhriyah
Senin 12 Januari 2009 ( 15 Muharram 1430 H )
09.00 WIB Acara di Rumah Habib Husin bin Ali Alatas
12.00 WIB Pertemuan dengan Alumni Daarul Mustofa
15.00 WIB Pertemuan dengan para Eksekutif dan Pejabat di Bidakara
19.00 WIB Acara bersama dengan Majlis Rasulullah ( Hb. Mundzir
bin Fuad Musawa ) di Monas
Selasa 13 Januari 2009 ( 16 Muharram 1430 H )
Multaqo di Puncak
Rabu 14 Januari 2009 ( 17 Muharram 1430 H )
Multaqo di Puncak
Kamis 15 Januari 2009 ( 18 Muharram 1430 H )
06.00 WIB Rauhah ba'dal Shubuh di rumah Hb. Umar bin Muhammad
Mulachela11.00 WIB Kunjungan ke Rumah Hb. Abdurrahman bin Syeh Alatas
15.00 WIB Pertemuan dengan tohoh-tokoh AL IRSYAD
19.00 WIB Ijtima' di Masjid Nur Muhammad (Hb. Umar bin Muhammad
Mulachela)
Jum'at 16 Januari 2009 ( 19 Muharram 1430 H )
Sholat Jum'at di Al Hawi Condet
14.30 WIB Kunjungan ke rumah Hb. Syech bin Ali Al-Jufri
15.00 WIB Pembacaan Do'a untuk pembangunan gedung Rabithah
Alawiyah
Sabtu 17 Januari 2009 ( 20 Muharram 1430 H )
09.00 WIB Kunjungan ke rumah Hb. Zen bin Umar Smith
11.30 WIB Kunjungan ke rumah Kel. Alm. Hb. Muhammad bin Husin
Al Hamid ( Sholat Dhuhur Berjamaah )
15.00 WIB Kunjungan ke Hb. Ali bin Abdurrahman Assegaf (Tebet)
Minggu 18 Januari 2009 ( 21 Muharram 1430 H )
08.00 WIB Kunjungan dan Ziarah ke Kwitang
Sore Kembali
*Catatan : Jadwal dapat berubah sewaktu-waktu. Demikianlah, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Wednesday, December 10, 2008
Manfaat Sholawat
Oleh : Kyai Budi Harjono (PonPes Al-Ishlah - Semarang)
ISTIGHOZAH QUBRO dan PENGAJIAN AKBAR
[Disampaikan di Masjid Baitussalam - Perum Kinijaya, Semarang, dihadiri oleh para Masyayih, Habaib, Ulama di semarang dan sekitarnya]
Assalamu'alaikum wr wb. Para Habaib yang saya muliakan, dan saya jalankan perintah-perintahnya, khususnya kepada para Kyai, dan khususnya kepada Mbah K.H. Munif Zuhri yang selalu saya jalankan perintah-perintahnya, dan juga kepada para jama'ah Maulid Dziba', bapak-bapak ibu-ibu yang dimuliakan Allah Swt.
Malam ini hati saya sangat bahagia sekali dalam keadaan sehat di hadapan anda semua, dan anda dengan berduyun-duyun menghadiri majlis ini dengan membawa mahabbah kepada kanjeng Nabi Muhammad Saw dari daerah yang jauh ke sini demi berdesak-desakan di sini. Atas amal anda semua ini (yang hadir di sini) semoga menjadi washilah dan do'a, semoga dikaruniakan panjang umur, rajin ibadah, dikaruniakan mudah barokah lancar semuanya, semoga anda semua dikaruniakan kesempatan ziarah ke Mekkah Madinah, semoga anak cucu kita dikaruniakan anak yang sholehah dan sholehah, dan saya lihat banyak anak-anak muda yang hadir (kalau ada orang tua yang taat itu bagus, tapi kalau ada anak muda yang taat itu lebih bagus) maka semoga para anak-anak muda yang sampai sekarang belum menikah cepat menikah, sedang yang sudah tua saya do'akan semoga lebih istiqomah. Kalau sewaktu-waktu kita dikehendaki Allah untuk meninggal, kita semua mohon agar dikaruniakan selalu bermohon kepada Allah, semoga kita ini dikaruniakan khusnul khotimah.
Kita mau apa lagi, di dunia ini diulang-ulang seperti apa pun ya tetap seperti ini, makan nasi pun lama-lama juga bosan kalau tidak ada bulan Ramadhan, dan banyak kenikmatan yang sudah tidak kita miliki lagi, dulu kuat tapi sudah jadi lemah sekarang, khususnya orang tua. Bahkan ada orang yang karena cintanya pada istri sampai pingsan karena mengenang kebaikkannya disaat kematiannya, apalagi orang yang cinta terhadap kanjeng Nabi.
Mengingat kasih-sayang kanjeng Nabi pada kita, seandainya saja perasaan semua itu diperlihatkan maka kita haturkan rasa terima kasih yang tiada terkira. Oleh sebab itulah kita ber-sholawat di sini, kanjeng Nabi bersabda bahwa kalau kita membaca sholawat di makam beliau Saw maka beliau mendengarkan sholawat yang kita bacakan dari makam beliau, tapi kalau kita membaca sholawat di tempat yang jauh dari tempat kanjeng Nabi maka kanjeng Nabi yang akan mendatangi tempat kita. Maka kalau kita membaca sholawat diharapkan kita tata pakaian kita dengan baik, kita tata hati kita dengan baik karena merasa dihadiri kanjeng Nabi, dan beliau hadir mendekati kita, digambarkan dekatnya itu seperti dekatnya pengantin baru.
Mari kita membaca sholawat Annabi sholu alaihi, saya dulu nanti anda ikuti setelah saya:
"Annabi sholu alaih, sholawatullahi alaih..." (red. kemudian kyai Budi bersholawat bersama dengan jama'ah).
Para hadirin, kalau kita duduk di majlis Maulud, cukup perasaan hati jadi kekayaan kita, sebab malaikat Jibril berbicara kepada Allah Swt:
"Ya Allah, mohon diizinkan saya hendak menuntun orang yang membaca sholawat pada kanjeng Nabi melewati shirothol mustaqim dengan selamat."
Malaikat Mikail juga begitu,
"Kepala saya juga tidak akan saya angkat-angkat kalau Engkau belum memberi ampunan untuk orang-orang yang mau membaca sholawat."
Yang lebih anugrah agung lagi, malaikat pencabut nyawa, malaikat Izrail, berbicara pada Allah,
"Gusti, mohon saya diizinkan mencabut nyawa orang-orang yang membaca sholawat ini dengan tata cara mencabut nyawa para Nabi."
Oleh sebab itu, saya melihat anda semua duduk di tanah seperti ini, gembira rasa hati saya, semoga Allah mengkaruniakan kasih sayang-Nya pada anda semua dan saya, seumpama ada yang punya dosa semoga diampuni oleh Allah, kalau Allah menghendaki memberikan ampunan maka dengan melihat amal baik kita, meski amal kebaikkan kita tidak seberapa tapi kalau amal kebaikkan kita yang ada hanya ini, maka semoga ini bisa menjadi washilah ke surga-Nya Allah Swt.
Berdasarkan salah satu kitab Imam Ghozali, di halaman pertama beliau menukil hadits bahwa Allah Swt menciptakan malaikat yang sayapnya itu kalau direntangkan mencapai barat dan timur, kepalanya di bawah Arsy, kakinya tertancap di bumi lapis ke-7, malaikat ini setelah diperintahkan oleh Allah untuk menceburkan diri ke lautan cahaya-Nya Gusti Allah, malaikat itu setelah keluar dari lautan cahaya-Nya itu lalu mengibaskan sayapnya yang jumlah sayap itu jumlahnya sama dengan jumlah semua makhluq, setiap tetes air dari sayap itu menghasilkan hanya maghfiroh-Nya Allah Swt untuk yang mau membaca sholawat kepada kanjeng Nabi Muhammad Saw. Ini sampai hari kiamat. Cukup sampai di sini.
Wassalamu'alaikum wr wb
ISTIGHOZAH QUBRO dan PENGAJIAN AKBAR
[Disampaikan di Masjid Baitussalam - Perum Kinijaya, Semarang, dihadiri oleh para Masyayih, Habaib, Ulama di semarang dan sekitarnya]
Assalamu'alaikum wr wb. Para Habaib yang saya muliakan, dan saya jalankan perintah-perintahnya, khususnya kepada para Kyai, dan khususnya kepada Mbah K.H. Munif Zuhri yang selalu saya jalankan perintah-perintahnya, dan juga kepada para jama'ah Maulid Dziba', bapak-bapak ibu-ibu yang dimuliakan Allah Swt.
Malam ini hati saya sangat bahagia sekali dalam keadaan sehat di hadapan anda semua, dan anda dengan berduyun-duyun menghadiri majlis ini dengan membawa mahabbah kepada kanjeng Nabi Muhammad Saw dari daerah yang jauh ke sini demi berdesak-desakan di sini. Atas amal anda semua ini (yang hadir di sini) semoga menjadi washilah dan do'a, semoga dikaruniakan panjang umur, rajin ibadah, dikaruniakan mudah barokah lancar semuanya, semoga anda semua dikaruniakan kesempatan ziarah ke Mekkah Madinah, semoga anak cucu kita dikaruniakan anak yang sholehah dan sholehah, dan saya lihat banyak anak-anak muda yang hadir (kalau ada orang tua yang taat itu bagus, tapi kalau ada anak muda yang taat itu lebih bagus) maka semoga para anak-anak muda yang sampai sekarang belum menikah cepat menikah, sedang yang sudah tua saya do'akan semoga lebih istiqomah. Kalau sewaktu-waktu kita dikehendaki Allah untuk meninggal, kita semua mohon agar dikaruniakan selalu bermohon kepada Allah, semoga kita ini dikaruniakan khusnul khotimah.
Kita mau apa lagi, di dunia ini diulang-ulang seperti apa pun ya tetap seperti ini, makan nasi pun lama-lama juga bosan kalau tidak ada bulan Ramadhan, dan banyak kenikmatan yang sudah tidak kita miliki lagi, dulu kuat tapi sudah jadi lemah sekarang, khususnya orang tua. Bahkan ada orang yang karena cintanya pada istri sampai pingsan karena mengenang kebaikkannya disaat kematiannya, apalagi orang yang cinta terhadap kanjeng Nabi.
Mengingat kasih-sayang kanjeng Nabi pada kita, seandainya saja perasaan semua itu diperlihatkan maka kita haturkan rasa terima kasih yang tiada terkira. Oleh sebab itulah kita ber-sholawat di sini, kanjeng Nabi bersabda bahwa kalau kita membaca sholawat di makam beliau Saw maka beliau mendengarkan sholawat yang kita bacakan dari makam beliau, tapi kalau kita membaca sholawat di tempat yang jauh dari tempat kanjeng Nabi maka kanjeng Nabi yang akan mendatangi tempat kita. Maka kalau kita membaca sholawat diharapkan kita tata pakaian kita dengan baik, kita tata hati kita dengan baik karena merasa dihadiri kanjeng Nabi, dan beliau hadir mendekati kita, digambarkan dekatnya itu seperti dekatnya pengantin baru.
Mari kita membaca sholawat Annabi sholu alaihi, saya dulu nanti anda ikuti setelah saya:
"Annabi sholu alaih, sholawatullahi alaih..." (red. kemudian kyai Budi bersholawat bersama dengan jama'ah).
Para hadirin, kalau kita duduk di majlis Maulud, cukup perasaan hati jadi kekayaan kita, sebab malaikat Jibril berbicara kepada Allah Swt:
"Ya Allah, mohon diizinkan saya hendak menuntun orang yang membaca sholawat pada kanjeng Nabi melewati shirothol mustaqim dengan selamat."
Malaikat Mikail juga begitu,
"Kepala saya juga tidak akan saya angkat-angkat kalau Engkau belum memberi ampunan untuk orang-orang yang mau membaca sholawat."
Yang lebih anugrah agung lagi, malaikat pencabut nyawa, malaikat Izrail, berbicara pada Allah,
"Gusti, mohon saya diizinkan mencabut nyawa orang-orang yang membaca sholawat ini dengan tata cara mencabut nyawa para Nabi."
Oleh sebab itu, saya melihat anda semua duduk di tanah seperti ini, gembira rasa hati saya, semoga Allah mengkaruniakan kasih sayang-Nya pada anda semua dan saya, seumpama ada yang punya dosa semoga diampuni oleh Allah, kalau Allah menghendaki memberikan ampunan maka dengan melihat amal baik kita, meski amal kebaikkan kita tidak seberapa tapi kalau amal kebaikkan kita yang ada hanya ini, maka semoga ini bisa menjadi washilah ke surga-Nya Allah Swt.
Berdasarkan salah satu kitab Imam Ghozali, di halaman pertama beliau menukil hadits bahwa Allah Swt menciptakan malaikat yang sayapnya itu kalau direntangkan mencapai barat dan timur, kepalanya di bawah Arsy, kakinya tertancap di bumi lapis ke-7, malaikat ini setelah diperintahkan oleh Allah untuk menceburkan diri ke lautan cahaya-Nya Gusti Allah, malaikat itu setelah keluar dari lautan cahaya-Nya itu lalu mengibaskan sayapnya yang jumlah sayap itu jumlahnya sama dengan jumlah semua makhluq, setiap tetes air dari sayap itu menghasilkan hanya maghfiroh-Nya Allah Swt untuk yang mau membaca sholawat kepada kanjeng Nabi Muhammad Saw. Ini sampai hari kiamat. Cukup sampai di sini.
Wassalamu'alaikum wr wb
Tuesday, December 09, 2008
Tidak Cukup dengan Membaca dan Mendengar
Oleh : Kyai Ahmad Baidlowi
(Disampaikan di majlis pembacaan Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror malam Sabtu 5 Desember 2008 di rumah ustadz Muhammad Khumaidzi - Gemah, Semarang)
Akhir-akhir ini banyak acara yang mengatas.namakan Islam padahal bukan, justru acara-acara itu merusak Islam!
Sekarang ini sedang gencar-gencarnya diluncurkan GAS yaitu Gerakan Anti Sholawat, padahal Allah Swt pun ber-sholawat kepada Rosulullah Muhammad Saw, malaikat pun ber-sholawat kepada Rosulullah Muhammad Saw, maka kita pun seharusnya ber-sholawat kepada Rosulullah Muhammad Saw. Kenapa? Apakah Rosulullah Muhammad Saw butuh sholawat kita? Tidak! Justru kitalah yang butuh Rosulullah Muhammad Saw. Dengan ber-sholawat kita mengakui bahwa Rosulullah Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt dan kita ber-washilah lewat beliau Saw kepada Allah Swt.
Dikatakan oleh Alhabib Muhammad Alwi Almaliki Alhasani bahwa washilah (perantara) untuk sampai kepada Allah Swt itu boleh asalkan tetap meyakini bahwa Allah Swt-lah tempat kita bermohon, kepada Allah Swt-lah kita menggantungkan segala urusan kita dan kita meyakini bahwa Rosulullah Muhammad Saw kekasih Allah Swt. Kita berdo'a tetap kepada Allah Swt. Hati tetap yakin kepada Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw, diimbangi dengan anggota badan kita menyebut dan melakukan perbuatan yang menunjukkan bukti pengagungan kita kepada Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw.
Mereka juga menolak memakai penyebutan istilah SAYYIDI (tuanku) kepada Rosulullah Muhammad Saw dengan alasan Rosulullah Muhammad Saw itu manusia biasa, mereka beranggapan bahwa dengan menyebut SAYYIDI kepada Rosulullah Muhammad Saw adalah berlebihan dan menurut mereka ini terlarang. Memang benar Rosulullah Muhammad Saw manusia biasa tapi beliau Saw diistimewakan atau diluar-biasakan oleh Allah Swt dengan kedudukan beliau sebagai kekasih Allah Swt dan pimpinan dari seluruh Rosul dan Nabi.
Penyebutan ini adalah sangat pantas untuk Rosulullah Muhammad Saw karena memang demikianlah Rosulullah Muhammad Saw sebagai kekasih Allah Swt. Jikalau kepada orang yang kita hormati saja kita menyebut dengan YANG TERHORMAT BAPAK PEJABAT kepada pejabat pemerintahan, maka apalagi kepada Rosulullah Muhammad Saw yang merupakan pemimpin para Rosul dan Nabi, adalah sangat pantas beliau disebut demikian. Ini bentuk penghormatan, penghormatan ini tidak akan melebih penghormatan kita kepada Allah Swt yaitu sebagaimana penghormatan atau kepatuhan kita kepada orang tua kita yang tidak akan melebihi penghormatan atau kepatuhan kita kepada Allah Swt.
Sekarang ini sedang gencar-gencarnya diluncurkan GAM yaitu Gerakan Anti Manaqib atau Maulid dengan alasan manaqib dan maulid adalah bid'ah dan semua bid'ah adalah sesat, setiap sesat tempatnya di neraka. Benarkah begitu? Mari kita lihat apa itu manaqib? Manaqib adalah sejenis dengan biografi dari orang-orang yang dikenal alim yang sudah meninggal, yang mana dengan membaca kisah beliau akan menambah iman kita kepada Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw. Dengan membaca atau mendengarkan kitab manaqib dibacakan itu sama dengan kita mengingat orang alim tersebut. Mengingat yang bagaimana? Mengingat untuk kemudian kita lakukan, untuk kita tiru perbuatan beliau, untuk kita tiru ibadah beliau, untuk kita tiru amal beliau, untuk kita tiru bagaimana beliau menuntut ilmu, bagaimana mereka sholat, dzikir beliau, akhlaq beliau, adab beliau dsb.
Beliau meningkatkan rasa syukur beliau dengan memanfaatkan badan beliau untuk ibadah kepada Allah Swt semaksimal mungkin, inilah yang harus kita tiru agar kita makin tambah lebih baik. Untuk bsa meniru maka kita harus membaca sejarah beliau, maka untuk itulah acara manaqib diadakan. Demikian juga dengan acara pembacaan kitab maulid, kitab maulid adalah berisi catatan kisah Rosululah Muhammad Saw. Dengan membaca atau mendengarkan kitab maulid dibacakan maka seharusnya akan meningkatkan rasa cinta kita kepada Rosulullah Muhammad Saw, rasa cinta yang mengantarkan kita kepada Allah Swt. Di kitab maulid ditulis bagaimana Rosulullah Muhammad Saw sebelum hingga sesudah lahir, bagaimana akhlaq beliau dsb.
Apakah cukup dengan membaca dan mendengar kitab manaqib dan maulid saja? Tidak! seharusnya setelah itu kita semakin bertambah ibadah kita, bertambah iman kita, cinta kita, syukur kita, ilmu kita, amal kita, akhlaq kita bertambah baik dsb.
(Disampaikan di majlis pembacaan Rotib Alhaddad dan Maulid Simthud Durror malam Sabtu 5 Desember 2008 di rumah ustadz Muhammad Khumaidzi - Gemah, Semarang)
Akhir-akhir ini banyak acara yang mengatas.namakan Islam padahal bukan, justru acara-acara itu merusak Islam!
Sekarang ini sedang gencar-gencarnya diluncurkan GAS yaitu Gerakan Anti Sholawat, padahal Allah Swt pun ber-sholawat kepada Rosulullah Muhammad Saw, malaikat pun ber-sholawat kepada Rosulullah Muhammad Saw, maka kita pun seharusnya ber-sholawat kepada Rosulullah Muhammad Saw. Kenapa? Apakah Rosulullah Muhammad Saw butuh sholawat kita? Tidak! Justru kitalah yang butuh Rosulullah Muhammad Saw. Dengan ber-sholawat kita mengakui bahwa Rosulullah Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt dan kita ber-washilah lewat beliau Saw kepada Allah Swt.
Dikatakan oleh Alhabib Muhammad Alwi Almaliki Alhasani bahwa washilah (perantara) untuk sampai kepada Allah Swt itu boleh asalkan tetap meyakini bahwa Allah Swt-lah tempat kita bermohon, kepada Allah Swt-lah kita menggantungkan segala urusan kita dan kita meyakini bahwa Rosulullah Muhammad Saw kekasih Allah Swt. Kita berdo'a tetap kepada Allah Swt. Hati tetap yakin kepada Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw, diimbangi dengan anggota badan kita menyebut dan melakukan perbuatan yang menunjukkan bukti pengagungan kita kepada Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw.
Mereka juga menolak memakai penyebutan istilah SAYYIDI (tuanku) kepada Rosulullah Muhammad Saw dengan alasan Rosulullah Muhammad Saw itu manusia biasa, mereka beranggapan bahwa dengan menyebut SAYYIDI kepada Rosulullah Muhammad Saw adalah berlebihan dan menurut mereka ini terlarang. Memang benar Rosulullah Muhammad Saw manusia biasa tapi beliau Saw diistimewakan atau diluar-biasakan oleh Allah Swt dengan kedudukan beliau sebagai kekasih Allah Swt dan pimpinan dari seluruh Rosul dan Nabi.
Penyebutan ini adalah sangat pantas untuk Rosulullah Muhammad Saw karena memang demikianlah Rosulullah Muhammad Saw sebagai kekasih Allah Swt. Jikalau kepada orang yang kita hormati saja kita menyebut dengan YANG TERHORMAT BAPAK PEJABAT kepada pejabat pemerintahan, maka apalagi kepada Rosulullah Muhammad Saw yang merupakan pemimpin para Rosul dan Nabi, adalah sangat pantas beliau disebut demikian. Ini bentuk penghormatan, penghormatan ini tidak akan melebih penghormatan kita kepada Allah Swt yaitu sebagaimana penghormatan atau kepatuhan kita kepada orang tua kita yang tidak akan melebihi penghormatan atau kepatuhan kita kepada Allah Swt.
Sekarang ini sedang gencar-gencarnya diluncurkan GAM yaitu Gerakan Anti Manaqib atau Maulid dengan alasan manaqib dan maulid adalah bid'ah dan semua bid'ah adalah sesat, setiap sesat tempatnya di neraka. Benarkah begitu? Mari kita lihat apa itu manaqib? Manaqib adalah sejenis dengan biografi dari orang-orang yang dikenal alim yang sudah meninggal, yang mana dengan membaca kisah beliau akan menambah iman kita kepada Allah Swt dan Rosulullah Muhammad Saw. Dengan membaca atau mendengarkan kitab manaqib dibacakan itu sama dengan kita mengingat orang alim tersebut. Mengingat yang bagaimana? Mengingat untuk kemudian kita lakukan, untuk kita tiru perbuatan beliau, untuk kita tiru ibadah beliau, untuk kita tiru amal beliau, untuk kita tiru bagaimana beliau menuntut ilmu, bagaimana mereka sholat, dzikir beliau, akhlaq beliau, adab beliau dsb.
Beliau meningkatkan rasa syukur beliau dengan memanfaatkan badan beliau untuk ibadah kepada Allah Swt semaksimal mungkin, inilah yang harus kita tiru agar kita makin tambah lebih baik. Untuk bsa meniru maka kita harus membaca sejarah beliau, maka untuk itulah acara manaqib diadakan. Demikian juga dengan acara pembacaan kitab maulid, kitab maulid adalah berisi catatan kisah Rosululah Muhammad Saw. Dengan membaca atau mendengarkan kitab maulid dibacakan maka seharusnya akan meningkatkan rasa cinta kita kepada Rosulullah Muhammad Saw, rasa cinta yang mengantarkan kita kepada Allah Swt. Di kitab maulid ditulis bagaimana Rosulullah Muhammad Saw sebelum hingga sesudah lahir, bagaimana akhlaq beliau dsb.
Apakah cukup dengan membaca dan mendengar kitab manaqib dan maulid saja? Tidak! seharusnya setelah itu kita semakin bertambah ibadah kita, bertambah iman kita, cinta kita, syukur kita, ilmu kita, amal kita, akhlaq kita bertambah baik dsb.
Jenazah
Oleh : Habib Shodiq bin Abubakar Baharun
Bab : Jenazah - Kitab Safinatun Najah
Maksud dari jenazah di sini adalah manusia yang sudah meninggal yang nanti akan digotong menuju pemakaman.
Sunnah mendekati orang-orang yang sedang naza' adalah sebagai berikut :
1. Untuk keluarga dari orang yang sedang naza' adalah berwudlu dan bacakan Al-qur'an kepada orang tersebut di telinga kirinya dan bacakan talqin (la illaha illallah) di telinga kanannya. Boleh juga dibalik, bacakan Al-qur'an di telinga kanan dan bacakan talqin di telinga kiri.
2. Lalu kepala orang yang sedang naza' diangkat dan ditetesi dengan air ke mulutnya sebab disaat itu ruh-nya sangat kepanasan dan sedang mengalami kehausan yang teramat sangat. Iblis datang menawari air minum kepadanya, jikalau dia menerima tawaran iblis untuk minum dari air yang dibawanya maka dia akan meninggal dalam keadaan buruk. Oleh karena itu sering-seringlah menetesi air minum ke mulut orang yang sedang naza' agar dia tidak kehausan.
3. Pakaikan siwak kepada orang yang sedang naza' di mulut atau di bibirnya, sunnah-nya 3x gerakan. Salah satu fungsi bersiwak adalah memudahkan orang dari naza'.
Tanda-tanda orang akan meninggal salah satunya adalah 40 hari sebelumnya dia terlihat pucat atau sakit.
Wajib bagi mayat adalah sebagai berikut :
1. Dimandikan.
Yang berhak memandikan mayat adalah keluarga dari mayat tersebut. Sebaiknya dihadirkan ulama untuk mendampingi agar benar tata cara memandikannya yaitu minimal dengan mengguyurkan air ke seluruh tubuh mayat.
2. Dibungkus dengan kain kafan.
3. Disholatkan.
4. Dikuburkan.
Orang kafir (yaitu orang yang tidak beriman kepada Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan dan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya) hanya diwajibkan untuk dikuburkan saja. Sedangkan untuk orang yang jarang sholat hanya diwajibkan untuk dimandikan, dibungkus dengan kain kafan dan dikuburkan saja.
Sunnah bagi mayat yang baru meninggal adalah sebagai berikut :
1. Tutup kedua kelopak matanya.
2. Tutup semua lubang yang ada di tubuhnya.
3. Lepas sesegera mungkin semua pakaian yang dikenakan di tubuhnya, karena ruh akan merasa kepanasan dalam perpindahan alam.
4. Kipasi mayat itu.
5. Tindihi perut mayat dengan sesuatu benda, karena agar angin di tubuhnya keluar semua.
6. Bacakan Alqur'an setelah kelima sunnah di atas dilakukan.
Dan, harom bagi keluarga mayat untuk menangisi mayat tersebut dengan berlebihan.
Bab : Jenazah - Kitab Safinatun Najah
Maksud dari jenazah di sini adalah manusia yang sudah meninggal yang nanti akan digotong menuju pemakaman.
Sunnah mendekati orang-orang yang sedang naza' adalah sebagai berikut :
1. Untuk keluarga dari orang yang sedang naza' adalah berwudlu dan bacakan Al-qur'an kepada orang tersebut di telinga kirinya dan bacakan talqin (la illaha illallah) di telinga kanannya. Boleh juga dibalik, bacakan Al-qur'an di telinga kanan dan bacakan talqin di telinga kiri.
2. Lalu kepala orang yang sedang naza' diangkat dan ditetesi dengan air ke mulutnya sebab disaat itu ruh-nya sangat kepanasan dan sedang mengalami kehausan yang teramat sangat. Iblis datang menawari air minum kepadanya, jikalau dia menerima tawaran iblis untuk minum dari air yang dibawanya maka dia akan meninggal dalam keadaan buruk. Oleh karena itu sering-seringlah menetesi air minum ke mulut orang yang sedang naza' agar dia tidak kehausan.
3. Pakaikan siwak kepada orang yang sedang naza' di mulut atau di bibirnya, sunnah-nya 3x gerakan. Salah satu fungsi bersiwak adalah memudahkan orang dari naza'.
Tanda-tanda orang akan meninggal salah satunya adalah 40 hari sebelumnya dia terlihat pucat atau sakit.
Wajib bagi mayat adalah sebagai berikut :
1. Dimandikan.
Yang berhak memandikan mayat adalah keluarga dari mayat tersebut. Sebaiknya dihadirkan ulama untuk mendampingi agar benar tata cara memandikannya yaitu minimal dengan mengguyurkan air ke seluruh tubuh mayat.
2. Dibungkus dengan kain kafan.
3. Disholatkan.
4. Dikuburkan.
Orang kafir (yaitu orang yang tidak beriman kepada Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan dan Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya) hanya diwajibkan untuk dikuburkan saja. Sedangkan untuk orang yang jarang sholat hanya diwajibkan untuk dimandikan, dibungkus dengan kain kafan dan dikuburkan saja.
Sunnah bagi mayat yang baru meninggal adalah sebagai berikut :
1. Tutup kedua kelopak matanya.
2. Tutup semua lubang yang ada di tubuhnya.
3. Lepas sesegera mungkin semua pakaian yang dikenakan di tubuhnya, karena ruh akan merasa kepanasan dalam perpindahan alam.
4. Kipasi mayat itu.
5. Tindihi perut mayat dengan sesuatu benda, karena agar angin di tubuhnya keluar semua.
6. Bacakan Alqur'an setelah kelima sunnah di atas dilakukan.
Dan, harom bagi keluarga mayat untuk menangisi mayat tersebut dengan berlebihan.
Thursday, December 04, 2008
Keutamaan Ahlul Bait Nabi Saw
Diambil dari rubrik Istifta', majalah bulanan Cahaya Nabawiy (CN) - Pasuruan, Jawa Timur.
Tanya :
Tolong terangkan keutamaan Habaib daripada yang lain, sebutkan dalil dan Hadits-nya?
(Moch. Yasir, PP az-Zahrul Muhibbin, Kusambi-Kalsel)
Jawab :
Ketika al-Imam Syafi'i dituduh termasuk pengikutgolongan Rofidloh (Syi'ah), karena beliau mencintai dan menghormati Ahlu Bait, beliau menjawab dengan syair yang artinya :
"Jika yang dimaksud dengan golongan Rafidloh hanya semata-mata mereka yang mencintai Ahlu Bait, maka saksikanlah wahai bumi dan langit, bahwa aku adalah termasuk dari golongan Rofidloh."
Ada banyak sekali dalil Hadits yang menyatakan keutamaan Ahlu Bait, bahkan al-Imam as-Suyuthi menulis sebuah kitab yang khusus memuat beberapa Hadits yang menunjukkan keutamaan Ahlu Bait.
Berikut saya kutib beberapa Hadits.
"Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam."
(H.R. Thabrani)
"Aku meninggalkan kalian yang apabila kalian pegang teguh tidak akan tersesat. Kitab Allah, dan keturunanku."
(H.R. Turmudzi)
"Umatku yang pertama kali aku beri pertolongan (Syafa'at) kelak di hari Kiamat, adalah yang mencintai Ahli bait-ku."
(H.R. al-Dailami)
"Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal. Mencintai Nabi kalian. Mencintai Ahli bait-ku. Membaca al-Qur'an.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardaweih, dan at-Thabrani dalam kitab tafsir-nya)
Ketika turun ayat:
"Katakanlah wahai Muhammad, Aku tidak meminta balasan apapun dari kalian kecuali mencintai kerabat."
Kemudian Ibnu Abbas ra bertanya pada Rasulullah:
Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan kerabat yang wajib kami cintai? Rasulullah SAW menjawab: Ali, Fatimah, dan anak keturunannya.
Demikian sebagian dalil-dalil dari Hadits Rasulullah SAW yang secara jelas menyatakan keutamaan Ahlu Bait. Bagaimana tidak, di dalam jasad mereka mengalir darah yang bersambung kepada makhluk yang paling utama, kekasih Allah, Rasulullah SAW.
Untuk lebih jelasnya lagi, saya persilahkan anda untuk membaca sendiri kitabnya al-Imam as-Suyuthi yang berjudul Ihya' al-Mayt fi Fadlo'il Ahli al-Bait, yang memuat 60 Hadits tentang keutamaan Ahlu Bait.
Semoga penjelasan ini, menjadikan anda dan kita semua ditakdirkan sebagai pecinta Rasulullah SAW dan para keturunannya, sehingga kelak akan mendapat Syafa'at dari Rasulullah SAW, sebagaimana yang Beliau SAW janjikan. Amin.
(Ustadz Muhibbul Aman)
Tanya :
Tolong terangkan keutamaan Habaib daripada yang lain, sebutkan dalil dan Hadits-nya?
(Moch. Yasir, PP az-Zahrul Muhibbin, Kusambi-Kalsel)
Jawab :
Ketika al-Imam Syafi'i dituduh termasuk pengikutgolongan Rofidloh (Syi'ah), karena beliau mencintai dan menghormati Ahlu Bait, beliau menjawab dengan syair yang artinya :
"Jika yang dimaksud dengan golongan Rafidloh hanya semata-mata mereka yang mencintai Ahlu Bait, maka saksikanlah wahai bumi dan langit, bahwa aku adalah termasuk dari golongan Rofidloh."
Ada banyak sekali dalil Hadits yang menyatakan keutamaan Ahlu Bait, bahkan al-Imam as-Suyuthi menulis sebuah kitab yang khusus memuat beberapa Hadits yang menunjukkan keutamaan Ahlu Bait.
Berikut saya kutib beberapa Hadits.
"Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam."
(H.R. Thabrani)
"Aku meninggalkan kalian yang apabila kalian pegang teguh tidak akan tersesat. Kitab Allah, dan keturunanku."
(H.R. Turmudzi)
"Umatku yang pertama kali aku beri pertolongan (Syafa'at) kelak di hari Kiamat, adalah yang mencintai Ahli bait-ku."
(H.R. al-Dailami)
"Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal. Mencintai Nabi kalian. Mencintai Ahli bait-ku. Membaca al-Qur'an.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardaweih, dan at-Thabrani dalam kitab tafsir-nya)
Ketika turun ayat:
"Katakanlah wahai Muhammad, Aku tidak meminta balasan apapun dari kalian kecuali mencintai kerabat."
Kemudian Ibnu Abbas ra bertanya pada Rasulullah:
Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan kerabat yang wajib kami cintai? Rasulullah SAW menjawab: Ali, Fatimah, dan anak keturunannya.
Demikian sebagian dalil-dalil dari Hadits Rasulullah SAW yang secara jelas menyatakan keutamaan Ahlu Bait. Bagaimana tidak, di dalam jasad mereka mengalir darah yang bersambung kepada makhluk yang paling utama, kekasih Allah, Rasulullah SAW.
Untuk lebih jelasnya lagi, saya persilahkan anda untuk membaca sendiri kitabnya al-Imam as-Suyuthi yang berjudul Ihya' al-Mayt fi Fadlo'il Ahli al-Bait, yang memuat 60 Hadits tentang keutamaan Ahlu Bait.
Semoga penjelasan ini, menjadikan anda dan kita semua ditakdirkan sebagai pecinta Rasulullah SAW dan para keturunannya, sehingga kelak akan mendapat Syafa'at dari Rasulullah SAW, sebagaimana yang Beliau SAW janjikan. Amin.
(Ustadz Muhibbul Aman)
Wednesday, December 03, 2008
Dakwah Sepanjang Hayat, Teladan Sepanjang Jalan
Majalah Alkisah No. 14 / 5 - 18 Juli 2004
Dunia Muhibin sepertinya penuh dengan perasaan cinta. Kecenderungan rindu kepada Rasulullah SAW mendorong orang memuliakan para Habib. Kota Solo ternyata bukan hanya pusat kebudayaan Jawa. Kota yang jugapunya nama lain Surakarta ini juga mampu menampilkan warna lain: wajah keislaman yang khas. Itulah yang terkesan ketika 9 Juni lalu berlangsung haul (peringatan ulang tahun wafat) untuk Habib Al-lmam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, ulama besar yang juga dikenal sebagai penulis puisi puja-puji bagi Rasulullah SAW, berjudul Simtud Durar(Untaian Mutiara).
Puluhan ribu orang, dari berbagai penjuru tanah air, berdatangan sembari merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, sehari kemudian. Acara ini memang lain dari yang lain: ribuan habib - para ulama yang masih memiliki nasab (garis keturunan) sampai ke Rasulullah SAW berdatangan dari berbagai kota, bahkan dari luar negeri. Acara di Jalan Gurawan, Pasar kliwon, yang memang dikenal sebagai permukiman kaum muslimin keturunan Arab itu, rupanya tak terlepas dari peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW sebelumnya yang digelar di berbagai kota.
Bagi para habib, peringatan Maulid memang merupakan tradisi yang cukup istimewa. Jika kaum muslimin pada umumnya merayakan Maulid - baik dengan mendendangkan puisi Barzanji atau Diba'i maupun tidak - hanyalah peringatan biasa, bagi komunitas habaib (jamak habib) cara seperti itu merupakan sebuah ritus tersendiri. Puisi puja-puji bagi keteladanan akhlak Rasulullah SAW pun dibacakan, khususnya Simtud Durrar. Dalam kesempatan lain mereka juga membaca beberapa ratib (dari rathibul wirid), terutama Ratib Al-Haddad atau Ratib Alatas.
Dunia habaib mempunyai ciri dan warna yang sangat khas. Dalam keseharian, mereka rata-rata mengenakan jubah, sarung (atau celana panjang) dan sorban serba putih. Sebagian diantaranya memelihara cambang nan subur atau menenteng tasbih kecil untuk selalu berzikir. Aroma minyak wangi misyik tercium semerbak manakala mereka lewat, salam dan senyum selalu bertebaran, terasa sangat santun. Setiap kali bertemu dengan sesama habib atau ulama, mereka bersalaman disertai saling peluk, bahkan mencium kedua belah pipi. Tutur kata mereka pun lembut, tapi berisi. Satu lagi yang tak bakal ketinggalan: dalam sebuah acara rokhah - pengajian kitab klasik tentang salah satu ilmu agama – selalu terhidang nasi kebuli, kopi jahe, kadang-kadang juga "nasi minyak". Sebagian dari komunitas ini juga masih melanggengkan tradisi khas Arab - "makan berjemaah" : duduk mengelilingi nampan berisi nasi kebuli menggunakan tangan, bukan sendok, yang memang menggambarkan keakraban. Terutama, jika jumlah hadirin cukup banyak. Dan yang hampir selalu ada: aroma asap gaharu (dalam acara resmi) atau luban alias dupa (di rumah tangga) yang menyeruak di seantero ruangan.
Sehari sebelum acara resmi - pembacaan rawi Maulid (biografi Rasulullah SAW), diikuti tausiah (ceramah, nasihat) dan doa - mereka biasanya menggelar samar, yaitu acara santai: hadirin duduk beramah-tamah sembari mendengarkan musik berirama Timur Tengah, seperti qosidah atau gambus.Pada kesempatan itu biasanya ada beberapa anak muda (selalu lelaki!) yang menari tarian khas Yaman yang disebut zapin. Dan yang pasti, ada semacam rasa tanggung jawab di kalangan para habib sebagai cicit Rasulullah SAW untuk selalu meneladani keluhuran akhlak kakek moyang mereka yang sangat mulia: Rasulullah Muhammad SAW.
Bukan hanya itu, mereka juga merasa berkewajiban melanjutkan misi dakwah Rasulullah SAW ke segenap penjuru bumi. Bisa dimaklumi jika banyak diantara mereka yang kemudian termasyhur sebagai ulama, sufi, atau mubalig besar. Bahkan ada diantara mereka yang tampil sebagai pejuang kemerdekaan atau sultan di kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Secara harfiah, habib berarti "kekasih" - tiada lain lantaran mereka mempunyai nasab langsung kepada Rasulullah SAW. Dan memang, istilah habib atau habaib sering dimaksudkan sebagai cucu-cicit Rasulullah SAW.
"Tapi, sebetulnya istilah untuk keturunan Rasulullah SAW tidak hanya habib. Ada pula syarif bagi laki-laki dan syarifah bagi perempuan. Dan banyak lagi istilah lainnya. Yang jelas, para habib, meskipun memang keturunan Rasulullah SAW, sama saja dengan manusia yang lain, tidak eksklusif. Yang menandai ketidak-samaannya adalah keturunan RasulullahSAW saja.", kata Habib Abdurrahman Abdulkadir Basurrah, salah seorang pengurus Rabithah Alawiyah, himpunan para habib di Indonesia.
Di Indonesia, tidak sedikit habib yang dikenal sebagai sultan, pejuang atau intelektual yang cukup menonjol. Diantaranya Sultan Pontianak IX (Sultan Syarif Abubakar bin Machmud Alkadrie), Sultan Siak (Sultan Syarif Kasim II), Sultan Ternate (Sultan Mudzaffari Syah), Sultan Cirebon (Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung jati), atau Sultan Banten (Maulana Hasanuddin). Sementara Sayid Utsman dikenal sebagai ulama besar dan penulis kitab yang produktif, dan Raden Saleh Syarif Bustaman adalah pelukis kesohor, bahkan telah dinobatkan sebagai perintis seni rupa Indonesia.
Ulama besar, antara lain, Habib Ali Al-Habsyi (Kwitang,Jakarta) dan Habib Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo), Habib Hasan Al-Haddad (Koja, Tanjung Priok), Habib Husein Abubakar Al-‘Aydrus (Luar batang, Pasar Ikan). Dua habib yang terakhir juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Sesudah generasi tersebut, belakangan lahirlah sejumlah ulama termasyhur, seperti Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo), Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf (Jakarta), Habib Abdurrahman bin AIi Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), dan Habib Luthfi bin Yahya (Pekalongan) - ketua Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah.
Sementara ada pula yang tampil sebagai politikus atau intelektual, seperti Hamid Al-Gadri, Ali Alatas, Alwi Syihab, dan Quraish Shihab. Para habib di Indonesia umumnya datang dari beberapa kota di Hadramaut - Yaman (kawasan barat daya Jazirah Arab), seperti Sewun, Huraidhah, 'Inat, Ghurfah, dan Syibam. Sementara yang berasal dari Tarim, puluhan kilometer di sebelah barat daya Hadramaut, ibu kota Yaman itu, tak terlalu banyak.
Mereka adalah keturunan Rasulullah SAW dari garis Ali bin Abi Thalib yang disebut ahlul bait. Dari sanalah mereka menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Nusantara. Umumnya mereka pedagang merangkap mubalig, tapi belakangan di tempat berdakwah tidak sedikit di antara mereka yang tampil sebagai penguasa, pejuang, juga intelektual.
"Sebagian besar waktu mereka untuk berdakwah. Hal itu sesuai dengan perintah Rasulullah SAW dan para leluhur kami, bahwa sebagian besar dari masa hidup kami dihabiskan untuk berdakwah demi syiar Islam", kataHabib Abdurrahman Abdulkadir Basurrah lagi.
Dengan kata lain, mereka berdakwah dan memberikan keteladanan berupa akhlak Rasulullah SAW sepanjang hayat. Tapi, mengapa mereka hijrah, menyebar ke seluruh dunia? Bermula dari Basrah, Irak, yang pada abad keempat Hijri kacau balau. Pemberontakan, krisis ekonomi, pertikaian antar penganut mazhab, bencana alam, datangsilih berganti. Pemerintahan Khalifah Abbasiyah yang sempat mencapai kejayaan di era Khalifah Harun Alrasyid, mengalami dekadensi dan berangsur-angsur lemah. Pada tahun 317 H, Khalifah Al-Muqtadir Billah dilengserkan, lalu digantikan oleh saudaranya, Muhammad bin Mu'tadhid.
Namun, pada tahun itu juga, Al-Muqtadir berhasil merebut kembali kekhalifahannya. Saat itulah Imam Ahmad bin Isa - tokoh terkemuka para ahlulbait - hijrah dari Basrah ke Medinah bersama sekitar 70 orang, terdiri dari anggota keluarga dan para sahabatnya. Mereka menghindar dari berbagai konflik, pertikaian, musibah dan fitnah, selain untuk menyelamatkan keluarga dan agama - sebagaimana kakek moyang mereka, Rasulullah SAW, yang berhijrah dari Mekah ke Medinah untuk menyelamatkan diri dan keluarga, sahabat dan pengikutnya, serta agama. la adalah keturunan langsung Rasulullah SAW dari garis Husein, cucu Nabi. Salah seorang kakeknya ialah ulama besar Imam Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah Az-Zahra binti Rasulillah SAW.
Bermukim selama setahun di Medinah, Imam Ahmad - yang oleh generasi sesudahnya digelari Al-Muhajir (Yang Hijrah Pertama Kali dari Basrah) melanjutkan perjalanan ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji pada 318 H. Dari Mekah ia meneruskan perjalanan ke Yaman menempuh perjalanan sekitar 1.000 kilometer dengan mengendarai kuda dan unta. Maka sampailah ia di Lembah Dau'an di Al-Jubail, lalu singgah beberapa saat. Tak lama kemudian ia membawa kafilahnya menuju Al-Hajrain, sebuah kota yang masyhur. Di sana ia membeli sebidang tanah; tapi tak lama kemudian pindah lagi ke kota bandar Al-Husaisah, antara Sewun dan Tarim.
Di Husaisah inilah Imam Ahmad wafat pada 345 H. Makamnya yang hingga kini diziarahi, terletak di puncak sebuah bukit kecil hingga terlihat dari semua arah. Mengapa ia memilih ke Yaman? Sebab, negeri ini telah lama ditunjuk oleh Rasulullah SAW sebagai tempat yang diberkati oleh Allah SWT, tempat berlindung bagi kaum muslimin yang dilanda fitnah.
"Warganya pengasih, tanahnya diberkati, ibadah di sana pahalanya besar.", sabda Rasulullah SAW.
Dari Tarim, Sewun dan Husaisah inilah keturunan Imam Ahmad menyebar ke segenap penjuru dunia. Salah seorang keturunannya ialah Imam Alawibin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
"Dari sinilah bermula munculnya nama Alawiyin.", tutur Habib Abdurrahman Abdulkadir Basurrah.
Khusus bagi kaum Alawiyin asal Hadramaut ini, mereka disebut juga Keluarga Besar Ba'Alawi. Sementara kaum Alawiyin di Syria belakangan menjadi Sekte Alawiyah. Presiden Republik Syria sekarang (tahun 2004), Hafidz Assad, adalah keturunan Alawiyin Syria. Dan yang sangat istimewa ialah, banyak diantara keturunan Imam Alawi bin Ubaidillah yang kemudian menjadi ulama besar yang berilmu tinggi. Mereka rata-rata bermazhab Syafi'i, tidak sedikit pula yang menjadi mubalig kesohor. Maka gerakan dakwah mereka pun menyebar sampai ke Afrika Timur dan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, keturunan mereka menguasai beberapa kawasan yang kemudian menjadi sangat penting, baik dari segi politik, ekonomi maupun budaya. Mereka tidak hanya menjadi penguasa atau sultan di beberapa daerah di Indonesia, tapi juga di Campa(Kampuchea atau Kamboja), Moro (Filipina Selatan), Brunei dan Malaysia. Hampir semua sultan di negara bagian Malaysia, misalnya, adalah kaum Alawiyin. Mereka keturunan langsung nasal (marga) Jamalulail, termasuk raja Malaysia sekarang (tahun 2004), Yang Dipertuan Agong As-Sayid Sirajuddin Jamalulail. Merekalah pula yang pertama kali berdakwah sampai ke Asia Tenggara.
Dalam bukunya Adat Istiadat Bangsa Moro dan Agamanya, Dr. Naggeb Syaliby menulis, para mubalig di Filipina adalah keturunan Alwi bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Alwy bin Abdillah bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Sementara mubalig yang berdakwah sampai di Campa(Kampuchea), Semenanjung Malaya, Sumatra hingga Jawa, adalah Sunan Auliya atau Syarif Auliya, keturunan langsung Syekh Ahmad bin Abdullahbin Abdul Malik bin Alwi. Dalam pada itu, pada tahun 30 H / 651 M - selang 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW - Khalifah Utsman ibn Affan mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islamiyah yang belum lama berdiri.
Dalam perjalanan selama empat tahun, para utusan Khalifah sempat singgah di kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya 674 M, Dinasti Umayah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatra. Pada saat itulah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Mula-mula mubalig dari Hadramaut itu datang sebagai pedagang. Di belakang hari, mereka diikuti oleh beberapa kafilah, baik para pelaut maupun pedagang muslim. Mereka membeli hasil bumi dari negeri setempat sambil berdakwah. Dakwah mereka sangat persuasif, damai, sehingga terjadi akulturasi antara Islam dan budaya setempat. Lambat laun penduduk pribumi banyak yang memeluk Islam meski belum secara besar-besaran.
Dalam kitab Tarikh Hadhralmaut, migrasi kaum Alawiyin itu disebut sebagai yang terbesar di sepanjang sejarah Hadramaut. Dalam pada itu muncul beda pendapat di kalangan sejarawan, apakah Islam masuk ke Nusantara dari Hadramaut, Yaman, atau dari Gujarat, India. Melihat banyaknya jumlah migran dari Hadramaut, dan pola pikir kaum muslimin Nusantara serta mazhab yang mereka anut, yaitu mazhab Syafi'i, kiranya tak salah jika dakwah Islam yang pertama kali marak di Nusantara berasal dari Hadramaut.
Tapi, ada juga sejarawan yang berpendapat, mubalig yang berdakwah di Nusantara, khususnya Jawa, berasal dari Gujarat. Salah seorang di antara mereka ialah Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal sebagai salah seorang dari Wali Sanga alias Sembilan Wali. Menurut Sayid Ahmad Abdullah Assegaf dalam kitab Al-Hikmatul 'Asyirah, Maulana Malik Ibrahim bermarga Khan, karena ia berasal dari Gujarat. Sayid Ahmad juga menulis novel Fatat Garut (Solo, 1929) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Gadis Garut (Jakarta, 1997).
Bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Gujarat, sesungguhnya masuk akal juga. Sebab, begitu menurut versi sejarawan yang lain, sebelum sampai ke Nusantara, (sebagian) mubalig asal Hadramaut itu ada pula yang singgah dan berdakwah di India. Maka bisa dimaklumi jika banyak pula ulama India dan Pakistan yang mempunyai nasab sampai ke Rasulullah, seperti Sayid Muhammad Ali An-Nadwi (India) - yang bersama Mohamad Natsir (Indonesia) mendapat penghargaan sebagai ulama atau zuama dari (alm.) Raja Arab Saudi, Faishal bin Abdul Aziz (1978). Sementara di Pakistan kita mengenal ulama besar yang sangat terkenal di Indonesia, yaitu Sayid Abul A'la Al-Maududi, seorang ulama modernis.
Singkat kata, pada abad ke-14 dan 15 itulah fajar Islam mulai marak di Nusantara. Adalah Aceh, kawasan paling barat Nusantara, yang pertama kali menerima dakwah Islam. Bahkan di sana pula kerajaan Islam yang pertama di Indonesia berdiri, yakni Kerajaan Samudera Pasai, dengan penguasanya seorang muslim, Sultan Malikus Shalih. Menurut catatan Marcopolo, seorang pengelana yang masyhur dari Italia, ketika singgah di Pasai pada 1292 M / 692 H, ia menyaksikan sejumlah mubalig asal Hadramaut yang berdakwah di sana. Catatan Ibnu Batuthah, pengembara muslim dari Maghribi (Maroko), juga menyebutkan, ketika singgah di Aceh pada 1345 M / 746 H, ia menyaksikan kaum muslimin beribadah berdasarkan mazhab Imam Syafi'i.
Generasi ulama dan mubalig itu tentu saja juga meninggalkan jejak sejarah. Salah satunya, yang tertua, ditemukan di Gresik, Jawa Timur, pada abad ke-11. Peninggalan itu antara lain makam seorang muslimah bernama Fathimah binti Maimun yang pada nisannya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, sezaman dengan Kerajaan Hindu / Buddha Singasari. Diperkirakan, yang terkubur di sana bukanlah pribumi, melainkan pendatang dari Hadramaut.
Sampai tiga abad kemudian setelah Fathimah binti Maimun wafat, proses pengislaman penduduk pribumi Nusantara belum terjadi secara besar-besaran. Baru pada abad kesembilan H / 14 M, penduduk pribumi Nusantara memeluk Islam secara massal. Itu berarti, basis keislaman di Nusantara berhasil ditanamkan selama tiga-empat abad secara terus-menerus, Menurut para sejarawan, faktor keberhasilan pengislaman secara massal tersebut, antara lain, karena saat itu kaum muslimin memiliki kekuatan politik yang cukup berarti.
Ketika itu memang sudah berdiri beberapa kerajaan Islam seperti di Malaka, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Siak, Pontianak, Demak, Cirebon, dan Ternate. Para sultan yang berkuasa di kerajaan-kerajaan tersebut berdarah campuran, keturunan raja pribumi Pra-lslam dan para pendatang dari Hadramaut. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M itu, antara lain, juga lantaran semakin surutnya kekuatan dan pengaruh beberapa kerajaan Hindu / Buddha di Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Parahiyangan.
Mubalig besar yang pertama kali mensyiarkan Islam di tanah Jawa ialah Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, yang adalah salah seorang Wali Sanga - sebagaimana telah disebut. Salah seorang putra Syekh Maulana ialah Raden Rahmat alias Sunan Ampel di Surabaya. Raden Rahmat menurunkan Sunan Giri - yang di belakang hari juga terkenal sebagai "anggota" Wali Sanga, berkedudukan di Tuban. Dua lagi "anggota" Wali Sanga yang juga masih keturunan Rasulullah SAW ialah Sayid Ja'far Shadiq alias Sunan Kudus di Kudus; dan Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunungjati di Cirebon. Adapun Sunan Kalijaga, berdarah Jawa asli.
Dan yang sangat menarik ialah, ternyata Jaka Tingkir juga masih mempunyai nasab sampai ke Rasulullah SAW. Jaka Tingkir yang juga dikenal sebagai Pangeran Hadiwijaya adalah pendiri Kerajaan Pajang, beberapa saat setelah surutnya kerajaan Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak Bintara. Jaka Tingkir punya nama yang menyiratkan bahwa dia seorang habib: Sayid Abdurrahman Basyaiban. Tahun lalu wartawan Alkisah, Musthafa Helmy, yang berziarah ke makam Mbah Sambu di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, melihat prasasti marmer ukuran kecil dalam bahasa Arab yang menyebutkan bahwa nama Mbah Sambu yang sebenarnya ialah Sayid Abdurrahman bin Hasyim bin Sayid Abdurrahman
Basyaiban.
Menurut H.A. Hamid Wijaya, mantan khatib am Syuriah NahdlatuI Ulama dan anggota DPR-GR dari Partai NU tahun 1960-an, Sayid Abdurrahman Basyaiban adalah Jaka Tingkir. Hamid Wijaya sendiri mengaku sebagai keturunan Jaka Tingkir. Itu sebabnya ia menggunakan nama belakang Wijaya (dari Hadiwijaya). Setidaknya ada tiga orang keturunan Mbah Sambu yang menjadi orang besar: Kiai Mutamakkin (Pati), penulis kitab tasawuf dalam bahasa Jawa (Serat Cabolek), Kiai Saleh Darat (Semarang); dan K.H. Hasyim Asy'ari;(Jombang), pendiri Nahdlatul Ulama.
Begitulah, sepanjang lima abad - dan abad ke-14 / 15 sampai abad ke-20 Islam telah memperkaya khazanah budaya dan kerohanian bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Dan itu semua tiada lain berkat perjuangan dan dakwah yang gigih, tak kenal lelah, dari para ulama dan mubalig yang sungguh ikhlas, baik yang hijrah dari Hadramaut, Gujarat, maupun yang pribumi asli.
Semuanya itu mengikuti wasiat Rasulullah SAW, li i'la-i kalimatillah hiyal 'ulya (demi meninggikan kalimah Allah yang sungguh agung). Seorang diantaranya Habib Abubakar Alaydrus, yang dimakamkan di Luarbatang, Pasar Ikan, Jakarta Barat. Dia berdakwah pada abad ke-18, sekaligus memberdayakan kekuatan potitik kaum pribumi melawan kolonialis kafir Belanda.
Adapun dewasa ini, para ulama dan mubalig - terutama dari komunitas habaib - masih terus berdakwah, mengikuti jejak kakek moyang mereka. Diantara mereka, Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Gurawan, Pasar Kliwon, Solo) dan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Bukit Duri, Tebet, Jakarta Pusat). Habib Anis adalah ulama dan mubalig dengan banyak murid; sementara Habib Abdurrahman dikenal sebagai seorang intelektual dengan referensi ribuan kitab.
Keistimewaan pribadi Habib Anis ialah, ia mampu melestarikan dakwah yang pernah dirintis oleh ayahandanya secara konsisten, mengelola dengan baik semua kegiatan ibadah di Masjid Riyadh di Gurawan, kegiatan ilmiah dan sosial di Zawiyah yang terletak di samping masjid. Habib Anis dikenal sebagai ulama yang bersahaja dan tawaduk. Bisa dimaklumi jika ia dianggap sebagai salah seorang yang layak diteladani. Wajahnya yang teduh, tutur katanya yang lembut, senyumnya yang ramah, merupakan ciri khas pribadinya.
"Habib Anis selalu tampak gembira ketika bertemu dengan siapa pun. Tamu dan kenalannya dari berbagai kalangan, kelas atas maupun bawah. Meskipun sudah lelah, ia selalu menghormati tamu dengan perasaan gembira.", ujar Habib Husain Mulachela, salah seorang santrinya.
Sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, menghormati dan memuliakan tamu - siapa pun dia - sangat dianjurkan, karena merupakan akhlak yang mulia.
"Kesederhanaan itu, misalnya, bisa kita lihat dari kamarnya. Bandingkan dengan kamar tamu yang sengaja ia buat di Masjid Ar-Riyadh yang tidak kalah dengan kamar hotel kelas berbintang. Itu baru salah satu contoh bagaimana Habib Anis meneladani perikehidupan Rasulullah SAW. Menurut Habib Anis, keturunan Rasulullah SAW harus meniru akhlak mulia Rasulullah SAW lebih dari orang lain.", kata Habib Husain Mulachela lagi.
Lain lagi dengan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, 96, dari Bukitduri, Tebet, Jakarta Selatan. Ulama yang satu ini sangat tekun dalam ilmu pengetahuan agama. Di lingkungan kaum muslimin, khususnya di Jakarta, Habib Abdurrahman menjadi rujukan dalam ilmu-ilmu keislaman. Hari-harinya pun tak pernah lepas dari kegiatan mengajarkan berbagai kitab. "Sejak muda Walid memang selalu tekun dan bersemangat dalam belajar" kata Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, putra kedua Habib Abdurrahman, yang selalu memanggil ayahandanya dengan sebutan walid (ayah). Semangat itu tampak memancar ketika acara pengajian tiba. Meski usianya sudah lanjut, ia akan tampak bugar untuk datang dalam setiap pengajian.
Di rumahnya, setiap hari ia mengajarkan ilmu agama dari segudang "kitab kuning". Disebut "kitab kuning" karena memang kertasnya berwarna agak kekuning-kuningan. Kitab jenis itu memuat ilmu-ilmu agama, dan lazim disebut kitab klasik. Muridnya ribuan, datang dari berbagai penjuru Jakarta.
Siapakah ulama dan intelektual yang sudah sangat langka ini? la lahir di Bogor dari pasangan Habib Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Utsman dan Syarifah Fatimah. Di masa mudanya ia mencicipi ilmu agama dari sejumlah ulama kesohor, seperti Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad, salah seorang mufti Johor (Malaysia), Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad, Habib Ali bin Husein Alatas (Bungur), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi dan Habib Abdullah bin Muhsin Alatas - yang juga dikenal sebagai Habib Empang, Bogor.
Di masa mudanya, salah satu kelebihan Habib Abdurrahman Assegaf ialah kemampuannya yang luar biasa dalam memahami nahwu sharaf alias paramasastra atau tata bahasa Arab, ketika mendalami sejumlah kitab kuning. Sebab, memang hanya dengan cara itulah seorang sastri akan mampu memahami bahasa klasik kitab kuning. Sekitar tahun 1960-an Habib Abdurrahman menderita buta selama lima tahun. Namun, kendala seperti itu ternyata tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap menegakkan syiar Islam. Pada masa-masa itulah ia menyusun serangkaian puisi indah berupa puja-puji terhadap keagungan Allah SWT dalam rangka bertawasul. Belakangan, doa tawasul itu diberinya judul Tawasul Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf
Itulah sekelumit rangkaian berkah dan rahmat yang tak tepermanai indahnya dari abad ke abad, sebuah anugerah Allah SWT bagi bumi Nusantara, melalui amal ibadah para utama dan mubalig yang tak kunjung kenal lelah menunaikan dakwah Islamiah. Semoga segala amal ibadah mereka mendapat rida dan magfirah dari Allah SWT. Amin.
Dunia Muhibin sepertinya penuh dengan perasaan cinta. Kecenderungan rindu kepada Rasulullah SAW mendorong orang memuliakan para Habib. Kota Solo ternyata bukan hanya pusat kebudayaan Jawa. Kota yang jugapunya nama lain Surakarta ini juga mampu menampilkan warna lain: wajah keislaman yang khas. Itulah yang terkesan ketika 9 Juni lalu berlangsung haul (peringatan ulang tahun wafat) untuk Habib Al-lmam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, ulama besar yang juga dikenal sebagai penulis puisi puja-puji bagi Rasulullah SAW, berjudul Simtud Durar(Untaian Mutiara).
Puluhan ribu orang, dari berbagai penjuru tanah air, berdatangan sembari merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, sehari kemudian. Acara ini memang lain dari yang lain: ribuan habib - para ulama yang masih memiliki nasab (garis keturunan) sampai ke Rasulullah SAW berdatangan dari berbagai kota, bahkan dari luar negeri. Acara di Jalan Gurawan, Pasar kliwon, yang memang dikenal sebagai permukiman kaum muslimin keturunan Arab itu, rupanya tak terlepas dari peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW sebelumnya yang digelar di berbagai kota.
Bagi para habib, peringatan Maulid memang merupakan tradisi yang cukup istimewa. Jika kaum muslimin pada umumnya merayakan Maulid - baik dengan mendendangkan puisi Barzanji atau Diba'i maupun tidak - hanyalah peringatan biasa, bagi komunitas habaib (jamak habib) cara seperti itu merupakan sebuah ritus tersendiri. Puisi puja-puji bagi keteladanan akhlak Rasulullah SAW pun dibacakan, khususnya Simtud Durrar. Dalam kesempatan lain mereka juga membaca beberapa ratib (dari rathibul wirid), terutama Ratib Al-Haddad atau Ratib Alatas.
Dunia habaib mempunyai ciri dan warna yang sangat khas. Dalam keseharian, mereka rata-rata mengenakan jubah, sarung (atau celana panjang) dan sorban serba putih. Sebagian diantaranya memelihara cambang nan subur atau menenteng tasbih kecil untuk selalu berzikir. Aroma minyak wangi misyik tercium semerbak manakala mereka lewat, salam dan senyum selalu bertebaran, terasa sangat santun. Setiap kali bertemu dengan sesama habib atau ulama, mereka bersalaman disertai saling peluk, bahkan mencium kedua belah pipi. Tutur kata mereka pun lembut, tapi berisi. Satu lagi yang tak bakal ketinggalan: dalam sebuah acara rokhah - pengajian kitab klasik tentang salah satu ilmu agama – selalu terhidang nasi kebuli, kopi jahe, kadang-kadang juga "nasi minyak". Sebagian dari komunitas ini juga masih melanggengkan tradisi khas Arab - "makan berjemaah" : duduk mengelilingi nampan berisi nasi kebuli menggunakan tangan, bukan sendok, yang memang menggambarkan keakraban. Terutama, jika jumlah hadirin cukup banyak. Dan yang hampir selalu ada: aroma asap gaharu (dalam acara resmi) atau luban alias dupa (di rumah tangga) yang menyeruak di seantero ruangan.
Sehari sebelum acara resmi - pembacaan rawi Maulid (biografi Rasulullah SAW), diikuti tausiah (ceramah, nasihat) dan doa - mereka biasanya menggelar samar, yaitu acara santai: hadirin duduk beramah-tamah sembari mendengarkan musik berirama Timur Tengah, seperti qosidah atau gambus.Pada kesempatan itu biasanya ada beberapa anak muda (selalu lelaki!) yang menari tarian khas Yaman yang disebut zapin. Dan yang pasti, ada semacam rasa tanggung jawab di kalangan para habib sebagai cicit Rasulullah SAW untuk selalu meneladani keluhuran akhlak kakek moyang mereka yang sangat mulia: Rasulullah Muhammad SAW.
Bukan hanya itu, mereka juga merasa berkewajiban melanjutkan misi dakwah Rasulullah SAW ke segenap penjuru bumi. Bisa dimaklumi jika banyak diantara mereka yang kemudian termasyhur sebagai ulama, sufi, atau mubalig besar. Bahkan ada diantara mereka yang tampil sebagai pejuang kemerdekaan atau sultan di kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Secara harfiah, habib berarti "kekasih" - tiada lain lantaran mereka mempunyai nasab langsung kepada Rasulullah SAW. Dan memang, istilah habib atau habaib sering dimaksudkan sebagai cucu-cicit Rasulullah SAW.
"Tapi, sebetulnya istilah untuk keturunan Rasulullah SAW tidak hanya habib. Ada pula syarif bagi laki-laki dan syarifah bagi perempuan. Dan banyak lagi istilah lainnya. Yang jelas, para habib, meskipun memang keturunan Rasulullah SAW, sama saja dengan manusia yang lain, tidak eksklusif. Yang menandai ketidak-samaannya adalah keturunan RasulullahSAW saja.", kata Habib Abdurrahman Abdulkadir Basurrah, salah seorang pengurus Rabithah Alawiyah, himpunan para habib di Indonesia.
Di Indonesia, tidak sedikit habib yang dikenal sebagai sultan, pejuang atau intelektual yang cukup menonjol. Diantaranya Sultan Pontianak IX (Sultan Syarif Abubakar bin Machmud Alkadrie), Sultan Siak (Sultan Syarif Kasim II), Sultan Ternate (Sultan Mudzaffari Syah), Sultan Cirebon (Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung jati), atau Sultan Banten (Maulana Hasanuddin). Sementara Sayid Utsman dikenal sebagai ulama besar dan penulis kitab yang produktif, dan Raden Saleh Syarif Bustaman adalah pelukis kesohor, bahkan telah dinobatkan sebagai perintis seni rupa Indonesia.
Ulama besar, antara lain, Habib Ali Al-Habsyi (Kwitang,Jakarta) dan Habib Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo), Habib Hasan Al-Haddad (Koja, Tanjung Priok), Habib Husein Abubakar Al-‘Aydrus (Luar batang, Pasar Ikan). Dua habib yang terakhir juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Sesudah generasi tersebut, belakangan lahirlah sejumlah ulama termasyhur, seperti Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo), Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf (Jakarta), Habib Abdurrahman bin AIi Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), dan Habib Luthfi bin Yahya (Pekalongan) - ketua Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah.
Sementara ada pula yang tampil sebagai politikus atau intelektual, seperti Hamid Al-Gadri, Ali Alatas, Alwi Syihab, dan Quraish Shihab. Para habib di Indonesia umumnya datang dari beberapa kota di Hadramaut - Yaman (kawasan barat daya Jazirah Arab), seperti Sewun, Huraidhah, 'Inat, Ghurfah, dan Syibam. Sementara yang berasal dari Tarim, puluhan kilometer di sebelah barat daya Hadramaut, ibu kota Yaman itu, tak terlalu banyak.
Mereka adalah keturunan Rasulullah SAW dari garis Ali bin Abi Thalib yang disebut ahlul bait. Dari sanalah mereka menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Nusantara. Umumnya mereka pedagang merangkap mubalig, tapi belakangan di tempat berdakwah tidak sedikit di antara mereka yang tampil sebagai penguasa, pejuang, juga intelektual.
"Sebagian besar waktu mereka untuk berdakwah. Hal itu sesuai dengan perintah Rasulullah SAW dan para leluhur kami, bahwa sebagian besar dari masa hidup kami dihabiskan untuk berdakwah demi syiar Islam", kataHabib Abdurrahman Abdulkadir Basurrah lagi.
Dengan kata lain, mereka berdakwah dan memberikan keteladanan berupa akhlak Rasulullah SAW sepanjang hayat. Tapi, mengapa mereka hijrah, menyebar ke seluruh dunia? Bermula dari Basrah, Irak, yang pada abad keempat Hijri kacau balau. Pemberontakan, krisis ekonomi, pertikaian antar penganut mazhab, bencana alam, datangsilih berganti. Pemerintahan Khalifah Abbasiyah yang sempat mencapai kejayaan di era Khalifah Harun Alrasyid, mengalami dekadensi dan berangsur-angsur lemah. Pada tahun 317 H, Khalifah Al-Muqtadir Billah dilengserkan, lalu digantikan oleh saudaranya, Muhammad bin Mu'tadhid.
Namun, pada tahun itu juga, Al-Muqtadir berhasil merebut kembali kekhalifahannya. Saat itulah Imam Ahmad bin Isa - tokoh terkemuka para ahlulbait - hijrah dari Basrah ke Medinah bersama sekitar 70 orang, terdiri dari anggota keluarga dan para sahabatnya. Mereka menghindar dari berbagai konflik, pertikaian, musibah dan fitnah, selain untuk menyelamatkan keluarga dan agama - sebagaimana kakek moyang mereka, Rasulullah SAW, yang berhijrah dari Mekah ke Medinah untuk menyelamatkan diri dan keluarga, sahabat dan pengikutnya, serta agama. la adalah keturunan langsung Rasulullah SAW dari garis Husein, cucu Nabi. Salah seorang kakeknya ialah ulama besar Imam Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fathimah Az-Zahra binti Rasulillah SAW.
Bermukim selama setahun di Medinah, Imam Ahmad - yang oleh generasi sesudahnya digelari Al-Muhajir (Yang Hijrah Pertama Kali dari Basrah) melanjutkan perjalanan ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji pada 318 H. Dari Mekah ia meneruskan perjalanan ke Yaman menempuh perjalanan sekitar 1.000 kilometer dengan mengendarai kuda dan unta. Maka sampailah ia di Lembah Dau'an di Al-Jubail, lalu singgah beberapa saat. Tak lama kemudian ia membawa kafilahnya menuju Al-Hajrain, sebuah kota yang masyhur. Di sana ia membeli sebidang tanah; tapi tak lama kemudian pindah lagi ke kota bandar Al-Husaisah, antara Sewun dan Tarim.
Di Husaisah inilah Imam Ahmad wafat pada 345 H. Makamnya yang hingga kini diziarahi, terletak di puncak sebuah bukit kecil hingga terlihat dari semua arah. Mengapa ia memilih ke Yaman? Sebab, negeri ini telah lama ditunjuk oleh Rasulullah SAW sebagai tempat yang diberkati oleh Allah SWT, tempat berlindung bagi kaum muslimin yang dilanda fitnah.
"Warganya pengasih, tanahnya diberkati, ibadah di sana pahalanya besar.", sabda Rasulullah SAW.
Dari Tarim, Sewun dan Husaisah inilah keturunan Imam Ahmad menyebar ke segenap penjuru dunia. Salah seorang keturunannya ialah Imam Alawibin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.
"Dari sinilah bermula munculnya nama Alawiyin.", tutur Habib Abdurrahman Abdulkadir Basurrah.
Khusus bagi kaum Alawiyin asal Hadramaut ini, mereka disebut juga Keluarga Besar Ba'Alawi. Sementara kaum Alawiyin di Syria belakangan menjadi Sekte Alawiyah. Presiden Republik Syria sekarang (tahun 2004), Hafidz Assad, adalah keturunan Alawiyin Syria. Dan yang sangat istimewa ialah, banyak diantara keturunan Imam Alawi bin Ubaidillah yang kemudian menjadi ulama besar yang berilmu tinggi. Mereka rata-rata bermazhab Syafi'i, tidak sedikit pula yang menjadi mubalig kesohor. Maka gerakan dakwah mereka pun menyebar sampai ke Afrika Timur dan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, keturunan mereka menguasai beberapa kawasan yang kemudian menjadi sangat penting, baik dari segi politik, ekonomi maupun budaya. Mereka tidak hanya menjadi penguasa atau sultan di beberapa daerah di Indonesia, tapi juga di Campa(Kampuchea atau Kamboja), Moro (Filipina Selatan), Brunei dan Malaysia. Hampir semua sultan di negara bagian Malaysia, misalnya, adalah kaum Alawiyin. Mereka keturunan langsung nasal (marga) Jamalulail, termasuk raja Malaysia sekarang (tahun 2004), Yang Dipertuan Agong As-Sayid Sirajuddin Jamalulail. Merekalah pula yang pertama kali berdakwah sampai ke Asia Tenggara.
Dalam bukunya Adat Istiadat Bangsa Moro dan Agamanya, Dr. Naggeb Syaliby menulis, para mubalig di Filipina adalah keturunan Alwi bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Alwy bin Abdillah bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir. Sementara mubalig yang berdakwah sampai di Campa(Kampuchea), Semenanjung Malaya, Sumatra hingga Jawa, adalah Sunan Auliya atau Syarif Auliya, keturunan langsung Syekh Ahmad bin Abdullahbin Abdul Malik bin Alwi. Dalam pada itu, pada tahun 30 H / 651 M - selang 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW - Khalifah Utsman ibn Affan mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islamiyah yang belum lama berdiri.
Dalam perjalanan selama empat tahun, para utusan Khalifah sempat singgah di kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya 674 M, Dinasti Umayah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatra. Pada saat itulah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Mula-mula mubalig dari Hadramaut itu datang sebagai pedagang. Di belakang hari, mereka diikuti oleh beberapa kafilah, baik para pelaut maupun pedagang muslim. Mereka membeli hasil bumi dari negeri setempat sambil berdakwah. Dakwah mereka sangat persuasif, damai, sehingga terjadi akulturasi antara Islam dan budaya setempat. Lambat laun penduduk pribumi banyak yang memeluk Islam meski belum secara besar-besaran.
Dalam kitab Tarikh Hadhralmaut, migrasi kaum Alawiyin itu disebut sebagai yang terbesar di sepanjang sejarah Hadramaut. Dalam pada itu muncul beda pendapat di kalangan sejarawan, apakah Islam masuk ke Nusantara dari Hadramaut, Yaman, atau dari Gujarat, India. Melihat banyaknya jumlah migran dari Hadramaut, dan pola pikir kaum muslimin Nusantara serta mazhab yang mereka anut, yaitu mazhab Syafi'i, kiranya tak salah jika dakwah Islam yang pertama kali marak di Nusantara berasal dari Hadramaut.
Tapi, ada juga sejarawan yang berpendapat, mubalig yang berdakwah di Nusantara, khususnya Jawa, berasal dari Gujarat. Salah seorang di antara mereka ialah Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal sebagai salah seorang dari Wali Sanga alias Sembilan Wali. Menurut Sayid Ahmad Abdullah Assegaf dalam kitab Al-Hikmatul 'Asyirah, Maulana Malik Ibrahim bermarga Khan, karena ia berasal dari Gujarat. Sayid Ahmad juga menulis novel Fatat Garut (Solo, 1929) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Gadis Garut (Jakarta, 1997).
Bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Gujarat, sesungguhnya masuk akal juga. Sebab, begitu menurut versi sejarawan yang lain, sebelum sampai ke Nusantara, (sebagian) mubalig asal Hadramaut itu ada pula yang singgah dan berdakwah di India. Maka bisa dimaklumi jika banyak pula ulama India dan Pakistan yang mempunyai nasab sampai ke Rasulullah, seperti Sayid Muhammad Ali An-Nadwi (India) - yang bersama Mohamad Natsir (Indonesia) mendapat penghargaan sebagai ulama atau zuama dari (alm.) Raja Arab Saudi, Faishal bin Abdul Aziz (1978). Sementara di Pakistan kita mengenal ulama besar yang sangat terkenal di Indonesia, yaitu Sayid Abul A'la Al-Maududi, seorang ulama modernis.
Singkat kata, pada abad ke-14 dan 15 itulah fajar Islam mulai marak di Nusantara. Adalah Aceh, kawasan paling barat Nusantara, yang pertama kali menerima dakwah Islam. Bahkan di sana pula kerajaan Islam yang pertama di Indonesia berdiri, yakni Kerajaan Samudera Pasai, dengan penguasanya seorang muslim, Sultan Malikus Shalih. Menurut catatan Marcopolo, seorang pengelana yang masyhur dari Italia, ketika singgah di Pasai pada 1292 M / 692 H, ia menyaksikan sejumlah mubalig asal Hadramaut yang berdakwah di sana. Catatan Ibnu Batuthah, pengembara muslim dari Maghribi (Maroko), juga menyebutkan, ketika singgah di Aceh pada 1345 M / 746 H, ia menyaksikan kaum muslimin beribadah berdasarkan mazhab Imam Syafi'i.
Generasi ulama dan mubalig itu tentu saja juga meninggalkan jejak sejarah. Salah satunya, yang tertua, ditemukan di Gresik, Jawa Timur, pada abad ke-11. Peninggalan itu antara lain makam seorang muslimah bernama Fathimah binti Maimun yang pada nisannya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, sezaman dengan Kerajaan Hindu / Buddha Singasari. Diperkirakan, yang terkubur di sana bukanlah pribumi, melainkan pendatang dari Hadramaut.
Sampai tiga abad kemudian setelah Fathimah binti Maimun wafat, proses pengislaman penduduk pribumi Nusantara belum terjadi secara besar-besaran. Baru pada abad kesembilan H / 14 M, penduduk pribumi Nusantara memeluk Islam secara massal. Itu berarti, basis keislaman di Nusantara berhasil ditanamkan selama tiga-empat abad secara terus-menerus, Menurut para sejarawan, faktor keberhasilan pengislaman secara massal tersebut, antara lain, karena saat itu kaum muslimin memiliki kekuatan politik yang cukup berarti.
Ketika itu memang sudah berdiri beberapa kerajaan Islam seperti di Malaka, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Siak, Pontianak, Demak, Cirebon, dan Ternate. Para sultan yang berkuasa di kerajaan-kerajaan tersebut berdarah campuran, keturunan raja pribumi Pra-lslam dan para pendatang dari Hadramaut. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M itu, antara lain, juga lantaran semakin surutnya kekuatan dan pengaruh beberapa kerajaan Hindu / Buddha di Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Parahiyangan.
Mubalig besar yang pertama kali mensyiarkan Islam di tanah Jawa ialah Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, yang adalah salah seorang Wali Sanga - sebagaimana telah disebut. Salah seorang putra Syekh Maulana ialah Raden Rahmat alias Sunan Ampel di Surabaya. Raden Rahmat menurunkan Sunan Giri - yang di belakang hari juga terkenal sebagai "anggota" Wali Sanga, berkedudukan di Tuban. Dua lagi "anggota" Wali Sanga yang juga masih keturunan Rasulullah SAW ialah Sayid Ja'far Shadiq alias Sunan Kudus di Kudus; dan Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunungjati di Cirebon. Adapun Sunan Kalijaga, berdarah Jawa asli.
Dan yang sangat menarik ialah, ternyata Jaka Tingkir juga masih mempunyai nasab sampai ke Rasulullah SAW. Jaka Tingkir yang juga dikenal sebagai Pangeran Hadiwijaya adalah pendiri Kerajaan Pajang, beberapa saat setelah surutnya kerajaan Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak Bintara. Jaka Tingkir punya nama yang menyiratkan bahwa dia seorang habib: Sayid Abdurrahman Basyaiban. Tahun lalu wartawan Alkisah, Musthafa Helmy, yang berziarah ke makam Mbah Sambu di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, melihat prasasti marmer ukuran kecil dalam bahasa Arab yang menyebutkan bahwa nama Mbah Sambu yang sebenarnya ialah Sayid Abdurrahman bin Hasyim bin Sayid Abdurrahman
Basyaiban.
Menurut H.A. Hamid Wijaya, mantan khatib am Syuriah NahdlatuI Ulama dan anggota DPR-GR dari Partai NU tahun 1960-an, Sayid Abdurrahman Basyaiban adalah Jaka Tingkir. Hamid Wijaya sendiri mengaku sebagai keturunan Jaka Tingkir. Itu sebabnya ia menggunakan nama belakang Wijaya (dari Hadiwijaya). Setidaknya ada tiga orang keturunan Mbah Sambu yang menjadi orang besar: Kiai Mutamakkin (Pati), penulis kitab tasawuf dalam bahasa Jawa (Serat Cabolek), Kiai Saleh Darat (Semarang); dan K.H. Hasyim Asy'ari;(Jombang), pendiri Nahdlatul Ulama.
Begitulah, sepanjang lima abad - dan abad ke-14 / 15 sampai abad ke-20 Islam telah memperkaya khazanah budaya dan kerohanian bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Dan itu semua tiada lain berkat perjuangan dan dakwah yang gigih, tak kenal lelah, dari para ulama dan mubalig yang sungguh ikhlas, baik yang hijrah dari Hadramaut, Gujarat, maupun yang pribumi asli.
Semuanya itu mengikuti wasiat Rasulullah SAW, li i'la-i kalimatillah hiyal 'ulya (demi meninggikan kalimah Allah yang sungguh agung). Seorang diantaranya Habib Abubakar Alaydrus, yang dimakamkan di Luarbatang, Pasar Ikan, Jakarta Barat. Dia berdakwah pada abad ke-18, sekaligus memberdayakan kekuatan potitik kaum pribumi melawan kolonialis kafir Belanda.
Adapun dewasa ini, para ulama dan mubalig - terutama dari komunitas habaib - masih terus berdakwah, mengikuti jejak kakek moyang mereka. Diantara mereka, Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Gurawan, Pasar Kliwon, Solo) dan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Bukit Duri, Tebet, Jakarta Pusat). Habib Anis adalah ulama dan mubalig dengan banyak murid; sementara Habib Abdurrahman dikenal sebagai seorang intelektual dengan referensi ribuan kitab.
Keistimewaan pribadi Habib Anis ialah, ia mampu melestarikan dakwah yang pernah dirintis oleh ayahandanya secara konsisten, mengelola dengan baik semua kegiatan ibadah di Masjid Riyadh di Gurawan, kegiatan ilmiah dan sosial di Zawiyah yang terletak di samping masjid. Habib Anis dikenal sebagai ulama yang bersahaja dan tawaduk. Bisa dimaklumi jika ia dianggap sebagai salah seorang yang layak diteladani. Wajahnya yang teduh, tutur katanya yang lembut, senyumnya yang ramah, merupakan ciri khas pribadinya.
"Habib Anis selalu tampak gembira ketika bertemu dengan siapa pun. Tamu dan kenalannya dari berbagai kalangan, kelas atas maupun bawah. Meskipun sudah lelah, ia selalu menghormati tamu dengan perasaan gembira.", ujar Habib Husain Mulachela, salah seorang santrinya.
Sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, menghormati dan memuliakan tamu - siapa pun dia - sangat dianjurkan, karena merupakan akhlak yang mulia.
"Kesederhanaan itu, misalnya, bisa kita lihat dari kamarnya. Bandingkan dengan kamar tamu yang sengaja ia buat di Masjid Ar-Riyadh yang tidak kalah dengan kamar hotel kelas berbintang. Itu baru salah satu contoh bagaimana Habib Anis meneladani perikehidupan Rasulullah SAW. Menurut Habib Anis, keturunan Rasulullah SAW harus meniru akhlak mulia Rasulullah SAW lebih dari orang lain.", kata Habib Husain Mulachela lagi.
Lain lagi dengan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, 96, dari Bukitduri, Tebet, Jakarta Selatan. Ulama yang satu ini sangat tekun dalam ilmu pengetahuan agama. Di lingkungan kaum muslimin, khususnya di Jakarta, Habib Abdurrahman menjadi rujukan dalam ilmu-ilmu keislaman. Hari-harinya pun tak pernah lepas dari kegiatan mengajarkan berbagai kitab. "Sejak muda Walid memang selalu tekun dan bersemangat dalam belajar" kata Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, putra kedua Habib Abdurrahman, yang selalu memanggil ayahandanya dengan sebutan walid (ayah). Semangat itu tampak memancar ketika acara pengajian tiba. Meski usianya sudah lanjut, ia akan tampak bugar untuk datang dalam setiap pengajian.
Di rumahnya, setiap hari ia mengajarkan ilmu agama dari segudang "kitab kuning". Disebut "kitab kuning" karena memang kertasnya berwarna agak kekuning-kuningan. Kitab jenis itu memuat ilmu-ilmu agama, dan lazim disebut kitab klasik. Muridnya ribuan, datang dari berbagai penjuru Jakarta.
Siapakah ulama dan intelektual yang sudah sangat langka ini? la lahir di Bogor dari pasangan Habib Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Utsman dan Syarifah Fatimah. Di masa mudanya ia mencicipi ilmu agama dari sejumlah ulama kesohor, seperti Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad, salah seorang mufti Johor (Malaysia), Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad, Habib Ali bin Husein Alatas (Bungur), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi dan Habib Abdullah bin Muhsin Alatas - yang juga dikenal sebagai Habib Empang, Bogor.
Di masa mudanya, salah satu kelebihan Habib Abdurrahman Assegaf ialah kemampuannya yang luar biasa dalam memahami nahwu sharaf alias paramasastra atau tata bahasa Arab, ketika mendalami sejumlah kitab kuning. Sebab, memang hanya dengan cara itulah seorang sastri akan mampu memahami bahasa klasik kitab kuning. Sekitar tahun 1960-an Habib Abdurrahman menderita buta selama lima tahun. Namun, kendala seperti itu ternyata tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap menegakkan syiar Islam. Pada masa-masa itulah ia menyusun serangkaian puisi indah berupa puja-puji terhadap keagungan Allah SWT dalam rangka bertawasul. Belakangan, doa tawasul itu diberinya judul Tawasul Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf
Itulah sekelumit rangkaian berkah dan rahmat yang tak tepermanai indahnya dari abad ke abad, sebuah anugerah Allah SWT bagi bumi Nusantara, melalui amal ibadah para utama dan mubalig yang tak kunjung kenal lelah menunaikan dakwah Islamiah. Semoga segala amal ibadah mereka mendapat rida dan magfirah dari Allah SWT. Amin.