“Silahkan kalau ada yang mau tanya masalah agama.”, kata habib Shodiq bin Abubakar Baharun mempersilahkan kami sehabis majlis pembacaan maulid Simthud Durrar di mushola RT saya.
Temanku mengacungkan tangan dan bertanya, “Bib, lebih utama mana sholat berjama’ah di mushola / masjid dibandingkan dengan sholat di rumah berjama’ah dengan anak istri?”.
“Bagi laki-laki lebih utama sholat berjama’ah di mushola atau masjid. Bagi perempuan lebih utama sholat di rumah. Tapi kalau istri kita sholat sendirian di rumah sedangkan anak kita masih belum baligh maka lebih utama sholat berjama’ah dengan mereka di rumah. Kalau kalau ditinggal dia bisa berjama’ah dengan anak kita dsb maka lebih utama sholat berjama’ah di mushola atau masjid.”
“Bib, apa masjid tidak lalu menjadi sepi karena laki-laki sholat berjama’ah di rumah masing-masing?”.
“Tidak! Sebab ada banyak hal yang menyebabkan laki-laki masih bisa sholat di mushola atau masjid meski di rumahnya si istri tidak bisa sholat berjama’ah, antara lain si laki-laki pulang kerja belum sampai di rumah sudah keburu datang waktu sholat maka dia lebih baik sholat berjama’ah di mushola atau masjid. Lalu perempuan tiap bulannya mengeluarkan darah kotor / haid yang pada masing-masing mereka tidak sama waktunya, maka laki-laki lebih utama sholat berjama’ah di mushola atau masjid saat istri haid. Ketidak-samaan waktu haid antar perempuan ini bisa dimanfaatkan suami untuk sholat di masjid.”
“Kenapa perempuan lebih utama sholat di rumah, bib?”.
“Karena kalau perempuan sholat di mushola atau masjid akan rawan menimbulkan godaan pada laki-laki padanya. Suaranya, dandannya, pakaiannya, bau parfumnya bahkan gaya jalannya pun bisa membangkitkan hawa nafsu laki-laki, kecuali perempuan yang sudah tua. Seperti kebiasaan banyak laki-laki kalau melihat wanita sering digoda, apalagi kalau dia masih muda. Sudah tahu mau ke pasar eh masih ditanya mau ke mana mbak dsb.”
“Mungkin si laki-laki itu supel, bib…”.
”Ah ya tidak, kalau seorang laki-laki benar-benar supel maka seharusnya dia tidak akan pandang bulu, kepada siapa pun akan dia sapa, tua atau muda, cantik atau tidak. Kenyataannya kalau yang lewat nenek tua tidak akan ditanya dan digoda.”
”Apa itu tidak tergantung pada masing-masing orangnya, bib?”.
”Tidak! Hanya orang gila dan berpenyakitan saja yang tidak tergoda oleh hawa nafsu, tidak tergoda oleh perempuan. Tapi kenyataannya orang gila pun bisa tergoda oleh perempuan bahkan memperkosanya. Hanya orang yang sudah mati saja yang tidak mengikuti hawa nafsunya. Sudah sering kita lihat bahwa banyak perempuan menyusui anaknya tanpa menutupi payudaranya, hal ini dianggap biasa. Kalau hal ini dianggap biasa maka suatu saat akan ada kesempatan laki-laki untuk tergoda saat melihat payudara perempuan itu. Sebuah kesempatan akan terwujud kalau ada kesempatan untuk melakukannya, hingga suatu saat kesempatan untuk melakukan zinah akan bisa terlaksana.”
”Apa ini tidak berarti perempuan dikalahkan, bib?”.
”Tidak! Justru islam meninggikan martabat dan derajat kaum permpuan. Kalau ada perempuan berpakaian dengan sangat berlebihan maka bisa jadi akan dikatakan dicitrakan buruk. Coba seorang perempuan berpakaian dengan baik menutupi auratnya dan menjaganya pasti akan lebih dihargai oleh orang lain.”
”Apa tidak gosipkan oleh masyarakat, bib, misal dikatakan sok alim dsb?”.
”Jangan mengikuti apa kata masyarakat kalau bertentangan dengan perintah Allah Swt. Masyarakat memandang kita pasti buruk meski kita sudah berbuat baik sesuai aturan. Masyarakat ada 4 jenis kata Abunawas Suatu ketika Abunawas mengajak anaknya keluar jalan-jalan. Si anak disuruh membawa keledai lalu Abunawas jalan di samping keledai menuntunnya, sedang anaknya naik keledai. Ketika melewati kerumunan orang, mereka berkata bahwa si anak tidak sopan sebab naik di atas keledai dan membiarkan orang tuanya berjalan menuntun keledai.
’Lihat apa kata masyarakat wahai anakku!’, kata Abunawas kepada anaknya. ’Sekarang kau turunlah, biar aku yang naik keledai. Lalu jalanlah kau sambil menuntun keledai ini.’ Ketika melewati kerumunan orang mereka berkata bahwa Abunawas tidak tahu diri membiarkan anaknya berjalan menuntun keledai sementara dia duduk enak di atas keledai.
’Lihat apa kata masyarakat wahai anakku!’, kata Abunawas, lalu dia turun dan berjalan berdua bersama anaknya sambil menuntun keledai. Ketika melewati orang mereka berkata bahwa Abunawas dan anaknya tidak bisa memanfaatkan keledai yang seharusnya bisa ditunggangi malah dituntun saja.
’Lihat apa kata masyarakat wahai anakku!’, kata Abunawas. Abunawas dan anaknya lalu menaiki keledai itu berdua. Ketika melewati orang mereka berkata bahwa Abunawas dan anaknya tidak kasihan pada keledai kecil dinaiki berdua begitu. ’Lihat kata masyarakat wahai anakku!’, kata Abunawas.
Masyarakat pasti memandang keburukan kita meski kita sudah berbuat terbaik yang kita bisa. Jadi lebih baik jangan mendengar kata masyarakat selama kita benar sesuai perintah Allah Swt maka cukup ini yang kita perhatikan.”
”Bib, apa orang alim bisa mengikuti hawa nafsunya?”.
”Bisa seperti yang dikisahkan oleh Nabi Saw bahwa dulu di kalangan bani israil ada seorang alim yang punya banyak murid yang wali semua. Kalau murid-muridnya saja wali maka gurunya tentu masya Allah, maqomnya di atas wali biasa. Tapi meski begitu guru tersebut bisa tergoda oleh syaithan dan hawa nafsunya. Dia suatu ketika melihat muridnya yang sebenarnya syaithan yang ingin menjerumuskan sang guru. Murid itu dilihat sang guru seharian bahkan lama sekali berdzikir dan menikmatinya tanpa makan dsb. Lalu ditanyalah muridnya itu apa yang membuat dia berdzikir begitu nikmat. Murid menjawab bahwa dia bisa begini karena rasa penyesalannya akan dosa-dosanya dulu, sehingga dia bisa khusyuk berdzikir setelah bertaubat. Si guru bertanya apa dia bisa seperti itu, bisa kata muridnya. Caranya?
‘Guru harus berbuat dosa lebih dulu agar bisa bertaubat lalu baru bisa berdzikir nikmat sepertiku.’, kata si murid.
‘Tidak bisa itu dosa!’, kata guru.
’Ya terserah guru, itu caraku. Kalau mau bisa sepertiku ya guru harus ikut cara ini.’, kata murid.
Sang guru pergi tapi pikirannya terus memikirkan perkataan muridnya. Suatu saat guru pergi tanya hal dosa apa yang dulu dilakukan muridnya itu.
’Minum minuman yang dilarang Allah, kata murid, ’Di tempat itu (sambil menunjukkan arah) ada warung yang jual minuman keras yang tidak memabukan meski minum banyak.’
’Bagaimana kalau aku mabuk.’, tanya guru.
’Tidak, di sana dijual minuman keras yang tidak membuat mabuk.’, kata muridnya.
Sang guru pergi ke tempat itu lalu memesan satu gelas minuman keras yang dimaksud muridnya, lalu meminumnya dan benar dia tidak mabuk. Dia pesan lagi hingga banyak gelas minuman keras dia minum. Akhirnya guru itu mabuk dan ketika melihat penjual minuman ini cantik, tergoda lalu memperkosanya. Selesai, dia ketahuan suami dan anak dari wanita yang diperkosa sang guru itu. Karena merasa dia orang terkenal maka dia khawatir suami dan anak dari wanita yang diperkosanya ini akan menyebarkan apa yang sudah dilakukannya, maka dibunuhnya mereka beserta si wanita. Sudah, dia stress lalu bunuh diri.”, habib Shodiq panjang lebar menjelaskannya pada kami.
Beliau mengakhiri penjelasannya dengan berpesan jangan kita meremehkan hal dosa meski kecil sekalipun. Sebab begitu kita melakukan dosa kecil maka suatu saat kalau ada kesempatan baik karena diusahakan sendiri atau karena orang lain yang melakukan dosa maka dia akan berbuat dosa yang lebih besar dari apa yang sudah dia lakukan.
Dosa kecil akan menarik dosa yang lain yang lebih besar.
No comments:
Post a Comment
Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.