Tulisan sebelumnya, silahkan klik di sini.
Sebagaimana dijelaskan di bagian pertama lalu bahwa berdagang saat berhaji itu tidak terlarang, berikut penjelasannya dari ayat 198 surat Albaqarah:
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allaah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat".
(Q.S. Albaqarah : 198)
Menurut suatu riwayat, pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullaah SAW tentang hal itu. Maka turunlah "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (awal ayat surat Albaqarah ayat 198) yang membenarkan mereka berdagang di musim haji.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas).
Menurut riwayat lain Abi Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullaah SAW yang seketika itu juga turun "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Rasulullaah SAW memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji."
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari Abi Umamah at-Taimi.)
Demikian yang diajarkan oleh Rasulullaah Saw.
Kemudian, saat wuquf di Arafah, boleh kita tidak mendengarkan khotbah wuquf tetapi ini berarti kita meninggalkan keutamaan wuquf. Jadi wuquf ini semuanya sudah jelas yaitu caranya jelas dan waktunya juga jelas.
Di keyakinan lain selain Islam, terdapat juga mengucapkan keyakinan mereka sebagaimana layaknya umat Islam mengucapkan syahafat, ada yang melakukan penyembahan terhadap Tuhan mereka dengan gerakan seperti sholat, lalu puasa mereka juga ada, tetapi mereka tidak punya ritual seperti ibadah haji. Inilah salah sati keindahan Islam yang tidak dimiliki keyakinan lain.
Di Arafah ini semua golongan berada di satu tempat dengan berpakaian yang sama tanpa memandang apakah mereka kaya atau miskin, pejabat atau rakyat dsb, semua diperlakukan sama. Ini menandakan bahwa semua sama di dalam pandangan Allaah Swt, yang membedakan cuma ketaqwaan kita saja. Taqwa ini bisa ada di orang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tetapi karena hatinya bebas dari kesombongan, keangkuhan, tidak meremehkan sesamanya dan hatinya cuma terpaut kepada Allaah Swt, do'a orang yang seperti ini dikabulkan oleh Allaah Swt.
Kemudian habib Ghozi menasehati agar kita memperbanyak dzikir kita jangan sampai merasa sudah cukup dzikir kita sewaktu di Arafah. Ada dua amalan yang tidak tertolak oleh Allaah Swt, yaitu:
1. Sholawat kepada Rasulullaah Muhammad Saw.
2. Istighfar kepada Allaah Swt.
Akui semua dosa kita lalu perbanyaklah istighfar kita, jangan sampai kita merasa tidak berdosa, bahkan Rasulullaah Saw pun yang maksum tetap ber-istighfar maka kita harus tetap beristighfar jangan sampai kita kehilangan sesuatu dulu baru mau istighfar, atau jangan sampai kita kena musibah dulu baru mau istighfar. Ini untuk kesempurnaan amal-amal kita. Kebaikan untuk kaum awam merupakan kekurangan kaum muqorrobin.
Timbul pertanyaan kenapa kaum muqorrobin malah lebih sering beristighfar daripada kaum awam, padahal amal mereka jelas sudah lebih baik daripada kaum awam. Kaum muqorrobin beristighfar karena merasa sholat mereka belum khusyuk, atau hati mereka belum sepenuhnya terpaut kepada Allaah Swt dst.
Jangan sampai kita merasa santai karena Allaah Swt Maha Pengampun, padahal kita punya banyak sekali dosa. Benar Allaah Swt Maha Pengampun tetapi ketika ini dilakukan terus menerus maka ini yang dikatakan mengolok-olok Allaah Swt yaitu mengaku ber-Tuhan tetapi tetap saja melakukan larangan-Nya.
Dari Arafah ini, jama'ah haji menuju ke Musdalifah yang mana tempat itu termasuk daerah yang diistimewakan oleh Allaah Swt. Disaat naik kendaraan menuju Muzdalifah, perbanyaklah membaca "Labaik Allaahumma labaik, labaikala la sarikalaka labaik, inal hamda wa nikmata laka wal mulk la sarikala.". Lafadl yang berarti "aku datang memenuhi pangilan Mu ya Allaah".
Bermalam di Musdalifah ini termasuk wajib haji, di sana kita perbanyak berdzikir kepada Allaah Swt. Kemudian dari Muasdalifah ini, jama'ah haji pergi ke Mina. Sebenarnya jaraknya dekat tetapi karena banyaknya jama'ah sehingga perjalanan menjadi lama bahkan sampai berjam-jam, maka perbanyaklah berdzikir selama perjalanan tersebut dan agungkan tempat-tempat yang diangungkan oleh Allaah Swt, ini yang dimaksud berdzikir terus menerus. Kita akan rugi kalau tidak mau berdzikir.
Musdalifah itu adalah tempat untuk kita mengambil batu kerikil yang akan digunakan untuk lempar jumrah di Mina.
Sebagaimana dijelaskan di bagian pertama lalu bahwa berdagang saat berhaji itu tidak terlarang, berikut penjelasannya dari ayat 198 surat Albaqarah:
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allaah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat".
(Q.S. Albaqarah : 198)
Menurut suatu riwayat, pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullaah SAW tentang hal itu. Maka turunlah "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (awal ayat surat Albaqarah ayat 198) yang membenarkan mereka berdagang di musim haji.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas).
Menurut riwayat lain Abi Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullaah SAW yang seketika itu juga turun "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Rasulullaah SAW memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji."
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari Abi Umamah at-Taimi.)
Demikian yang diajarkan oleh Rasulullaah Saw.
Kemudian, saat wuquf di Arafah, boleh kita tidak mendengarkan khotbah wuquf tetapi ini berarti kita meninggalkan keutamaan wuquf. Jadi wuquf ini semuanya sudah jelas yaitu caranya jelas dan waktunya juga jelas.
Di keyakinan lain selain Islam, terdapat juga mengucapkan keyakinan mereka sebagaimana layaknya umat Islam mengucapkan syahafat, ada yang melakukan penyembahan terhadap Tuhan mereka dengan gerakan seperti sholat, lalu puasa mereka juga ada, tetapi mereka tidak punya ritual seperti ibadah haji. Inilah salah sati keindahan Islam yang tidak dimiliki keyakinan lain.
Di Arafah ini semua golongan berada di satu tempat dengan berpakaian yang sama tanpa memandang apakah mereka kaya atau miskin, pejabat atau rakyat dsb, semua diperlakukan sama. Ini menandakan bahwa semua sama di dalam pandangan Allaah Swt, yang membedakan cuma ketaqwaan kita saja. Taqwa ini bisa ada di orang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tetapi karena hatinya bebas dari kesombongan, keangkuhan, tidak meremehkan sesamanya dan hatinya cuma terpaut kepada Allaah Swt, do'a orang yang seperti ini dikabulkan oleh Allaah Swt.
Kemudian habib Ghozi menasehati agar kita memperbanyak dzikir kita jangan sampai merasa sudah cukup dzikir kita sewaktu di Arafah. Ada dua amalan yang tidak tertolak oleh Allaah Swt, yaitu:
1. Sholawat kepada Rasulullaah Muhammad Saw.
2. Istighfar kepada Allaah Swt.
Akui semua dosa kita lalu perbanyaklah istighfar kita, jangan sampai kita merasa tidak berdosa, bahkan Rasulullaah Saw pun yang maksum tetap ber-istighfar maka kita harus tetap beristighfar jangan sampai kita kehilangan sesuatu dulu baru mau istighfar, atau jangan sampai kita kena musibah dulu baru mau istighfar. Ini untuk kesempurnaan amal-amal kita. Kebaikan untuk kaum awam merupakan kekurangan kaum muqorrobin.
Timbul pertanyaan kenapa kaum muqorrobin malah lebih sering beristighfar daripada kaum awam, padahal amal mereka jelas sudah lebih baik daripada kaum awam. Kaum muqorrobin beristighfar karena merasa sholat mereka belum khusyuk, atau hati mereka belum sepenuhnya terpaut kepada Allaah Swt dst.
Jangan sampai kita merasa santai karena Allaah Swt Maha Pengampun, padahal kita punya banyak sekali dosa. Benar Allaah Swt Maha Pengampun tetapi ketika ini dilakukan terus menerus maka ini yang dikatakan mengolok-olok Allaah Swt yaitu mengaku ber-Tuhan tetapi tetap saja melakukan larangan-Nya.
Dari Arafah ini, jama'ah haji menuju ke Musdalifah yang mana tempat itu termasuk daerah yang diistimewakan oleh Allaah Swt. Disaat naik kendaraan menuju Muzdalifah, perbanyaklah membaca "Labaik Allaahumma labaik, labaikala la sarikalaka labaik, inal hamda wa nikmata laka wal mulk la sarikala.". Lafadl yang berarti "aku datang memenuhi pangilan Mu ya Allaah".
Bermalam di Musdalifah ini termasuk wajib haji, di sana kita perbanyak berdzikir kepada Allaah Swt. Kemudian dari Muasdalifah ini, jama'ah haji pergi ke Mina. Sebenarnya jaraknya dekat tetapi karena banyaknya jama'ah sehingga perjalanan menjadi lama bahkan sampai berjam-jam, maka perbanyaklah berdzikir selama perjalanan tersebut dan agungkan tempat-tempat yang diangungkan oleh Allaah Swt, ini yang dimaksud berdzikir terus menerus. Kita akan rugi kalau tidak mau berdzikir.
Musdalifah itu adalah tempat untuk kita mengambil batu kerikil yang akan digunakan untuk lempar jumrah di Mina.
No comments:
Post a Comment
Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.