Thursday, September 19, 2019

Bergantung pada Allah Ta'ala


Sering didengar kalimat "bersandar pada Allah Ta'ala" atau "bergantung pada Allah Ta'ala", tapi seperti apa makna kedua tersebut?

Bagaimana kita merasakan oh ini lho yang disebut bergantung atau bersandar pada Allah Ta'ala?

Satu ciri adalah ketentraman dan ketenangan, orang yang bergantung atau bersandar pada Allah Ta'ala akan tentram dan tenang qalbunya, pikirannya dan perbuatannya pun akan baik bagi dirinya ataupun bagi sekitarnya.

Itu terjadi karena kebahagian dirasakan ketika semua dikembalikan pada Allah Ta'ala, semua selainNya adalah perantara, tidak lebih.

Kita berdoa mohon rejeki kepada Allah Ta'ala, perantaranya bisa dagangan kita, bisa pekerjaan kita di kantor, bisa teman kita, bisa bos kita, bisa orang tua kita, anak dan seterusnya.

Semua rejeki itu karunia Allah Ta'ala, jika perantara yang satu gagal maka teruslah berusaha ke perantara lainnya sampai berhasil dengan tetap meminta pada Allah Ta'ala dan memperbaiki diri (cara kita mungkin salah, perbaiki ibadah kita).

Jangan menyalahkan bos kalau usaha kita gagal, jangan menyalahkan teman yang tidak mau membantu kita, jangan menyalahkan siapapun tetapi tetaplah berusaha mencari perantara-perantara lainnya dan memperbaiki ibadah kita.

Mungkin kita kurang yakin, mungkin kita ragu-ragu, mungkin cara kita salah, mungkin kita membuat teman kita kecewa sehingga tidak mau membantu kita, mungkin kerja kita kurang maksimal sehingga bos kita tidak mau memenuhi permintaan kita dan teruslah mengkoreksi diri sendiri.

Sebelumnya perlu dan harus disadari bahwa Allah Ta'ala itu Al-Mukhalafatu lil Hawaditsi, yakni berbeda dengan mahluqNya baik dzatNya, sifat-sifatNya maupun perbuatan-perbuatanNya. Pasti tidak sama dengan kita, jauh di luar bayangan kita.

Sering kita membayangkan oh kalau cara begini maka hasilnya bagitu, belum tentu menurut Allah Ta'ala seperti itu bahkan sering kali jauh dari dugaan kita.
Yang bisa kita lakukan adalah terus memperbaiki diri dalam penghambaan pada Allah Ta'ala.

Dan mungkin kita dalam berusaha kurang memperhatikan kepentingan orang lain alias kita terlalu egois hanya mementingkan kepentingan pribadi saja maka usaha kita masih gagal.

Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

"Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.”
(HR. Muslim no. 2699).

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.