Monday, February 24, 2020

Ilmu dan Akhlaq dalam Islam



Oleh : Ustadz Agus Irfan
Di mushola Nurul Huda, perumahan Gemah Permai, Sendang Guwo, Semarang.


Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Kita akan bahas tentang ilmu dan akhlaq dalam kaitannya dengan pesona peradaban Islam. Jaman sekarang sangat relevan tentang ilmu dan alhlaq, ada orang pintar tapi akhlaq kurang baik, ada juga orang berakhlaq baik tapi kurang pintar, ada lagi orang pintar dan alhlaqnya baik, ada orang tidak pintar sekaligus akhlaqnya tidak baik. Dan ada banyak contoh tentang hubungan manusia dengan ilmu dan amal.

Semisal di sekitar kita ada tawuran, siapa yang salah? Kalau melihat data statistik, kejahatan makin meningkat dari tahun ke tahun. Harusnya kalau kita ingin baik maka ajak sekitar kita menjadi baik pula. Jangan menjadi baik itu sendirian, dan membiarkan sekitar kita tetap tidak baik. Itu selain bukan ajaran Rasulullah Saw, juga lambat laun kita rawan ikut menjadi jelek karena membiarkan sekitar kita jelek. Ingat, manusia itu mudah beradaptasi dengan lingkungan, mudah tergoda. Oleh karena itu, kalau kita ingin jadi baik maka ajak sekitar kita menjadi baik juga. Menjadi baik secara berjama'ah. Itu jauh lebih kokoh!

Di Al Qur'an surat At-Tin : 4 dijelaskan sebagai berikut:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Artinya:
"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Allaah Ta'ala menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk, sebaik-baiknya ciptaan. Kenapa dipakai kata "Kami"?

Di ayat lain di Al Qur'an surat Shaad : 75 dijelaskan Allaah Ta'ala menciptakan Nabi Adam As dan dipakai kata "Aku" sebagai berikut:

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

Artinya:
"(Allah) berfirman, "Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kekuasaan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?".

Istilah "Kami" dipakai karena ada proses sunnatullaah dalam rangka hal tersebut terjadi. Misal Al Qur'an surat At Tin ayat 4 tadi, untuk menjadi manusia yang terbaik dibutuhkan peran serta banyak hal, contoh peran serta orang tua, peran serta lingkungan, peran serta teman-temannya, peran serta buku bacaannya dan seterusnya. Ada banyak hal yang berperan dalam rangka menjadi manusia yang terbaik. Tidak bisa dilakukan sendirian, tapi butuh bantuan banyak pihak.

Dengan begitu, akan timbul rasa peduli, simpati dan empati. Mengajarkan kita untuk tidak cuek dan tidak seenaknya sendiri dan berdalih "Aku begini karena Allaah Ta'ala menghendakiku jadi begini", itu sama tidak mendidik nafsu untuk menjadi baik, justru kita menjerumuskan diri kita sendiri di dalam keburukan.

Sedang di Al Qur'an surat Shaad ayat 75 dipakai kata "Aku" itu karena tidak ada peran serta makhkuq lain dalam menciptakan Nabi Adam As.

Jadi usaha manusia itu sangat penting dalam merubah kondisi mereka sendiri, sebagaimana dijelaskan di dalam Al Qur'an surat Ar-Ra'd : 11 sebagai berikut:

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

Artinya:
"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.".

Allaah Ta'ala tidak merubah keadaan manusia jika manusia merubah keadaan mereka sendiri, ini maksudnya manusia harus menimbulkan semangat keinginan kemauan ketekunan untuk berubah jadi lebih baik, kalau malas ya bagaimana bisa berubah? Memang ada manusia tidak berusaha tapi dapat hikmah lalu jadi sebab awal di berubah membaik, itu keberuntungan. Keberuntungan tidak bisa ditunggu, tapi dijemput. Berlajarlah ilmu, amalkan lalu istiqomah, in syaa Allaah kita akan beruntung.

Ayat Al Qur'an berikut menjelaskan hubungan antara ilmu pengetahuan dan spiritual, yaitu Al Qur'an surat Al-'Alaq : 1 sebagai berikut:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Artinya:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.".

Kata iqra' di ayat tersebut mengacu kepada ilmu pengetahuan (di kajian lalu dijelaskan ada 2 macam bentuk ilmu pengetahuan, silahkan klik link berikut) dan kata "bismi robbika" itu mengacu ke spiritual (tauhid).

Orang paham ilmu idealnya diikuti dengan spiritualitas yang bagus agar imbang. Spiritual ini agama Islam. Alangkah tidak seimbangnya jika orang 'alim (punya ilmu) tapi tidak beragama atau rendah keberagamaannya. Orang seperti itu rawan menjadi acuh terhadap agama bahkan tidak mau tahu, dia akan memisahkan oh ini bagian agama dan itu tidak ada sangkutannya dengan agama. Sekuler.

Barang siapa tidak peduli pada agama, maka dia akan mudah putus asa, dalam Islam dilarang putus asa karena ada Allaah Ta'ala yang maha mengetahui segalanya, maha mengatur, maha mengabulkan doa, dan seterusnya. Ketika ada masalah, langsung dikembalikan pada Allah Ta'ala, bahwa semua itu terjadi atas kehendakNya, maka hanya Allaah Ta'ala saja yang mampu memberikan solusi. Ada masalah, maka pasrah dan tawakal. Orang seperti itu tidak akan putus asa.

Allaah Ta'ala maha menentukan berbagai kerjadian, tidak ada kewajiban dari orang jenius harus lahir anak jenius pula, tidak ada kepastian dari orang tidak pandai maka anaknya harus tidak pandai juga. Itu hak Allaah Ta'ala dalam mengatur makhluqNya. Manusia wajib menerima dan bersyukur atas apapun yang ditaqdirkan terjadi padanya.

Di Al Qur'an ada banyak ayat tentang pentingnya bersyukur atas karunia Allaah Ta'ala, semua ini karunia Allaah Ta'ala. Diantara ayat tentang keharusan bersyukur adalah Al Qur'an surat Al-Baqarah : 152 berikut:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya:
"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."

Kalimat "ingatlah Allaah Ta'ala maka Allaah Ta'ala akan mengingat kita" itu maknanya manusia harus berusaha secara maksimal untuk menjadi lebih baik, Allaah Ta'ala mau manusia untuk berusaha, usahalah yang maksimal. Hasil itu urusan Allaah Ta'ala. Allaah Ta'ala tidak menilai hasil amal kita, usaha kitalah yang dinilai.

Berusahalah untuk bersyukur atas karunia Allaah Ta'ala.

Kata "syukur" itu artinya menerima apapun yang dikaruniakan Allaah Ta'ala, kemudian legowo atau ridlo dengan ketetapan Allaah Ta'ala lalu berterima kasih pada Allaah Ta'ala sudah dikaruniai banyak hal.

Rasulullah Saw. bersabda,
"Barangsiapa yang ridlo (kepada ketentuan Allah) maka Allah akan ridlo kepadanya..” .
(HR. Tirmidzi).

Di hadits ini jelas manusia harus berusaha, tidak "doing nothing" (tidak melakukan apapun). Berusahalah untuk ridlo atas semua ketentuan Allaah Ta'ala dahulu, baru Allaah Ta'ala ridlo padanya.

Pemahaman tentang itu semua didapat dengan mempelajari agama, untuk kemudian dibawa ke hal-hal lainnya termasuk ilmu pengetahuan (knowledge dan science). Jadi ilmu dan agama tidak terpisahkan, justru hubungannya erat sekali.

Hati-hati dengan pemahamam sekuler, rawan menjadikan kita atheis!

Untuk diketahui, sekarang ini jumlah orang atheis sudah mencapai 1.2 miliar orang lebih. Makin bertambah banyak. Angka itu sekitar 16% dari penduduk dunia.

Mengapa orang menjadi atheis? Karena mereka sudah tidak percaya lagi dengan agama, salah satu sebabnya adalah saat ini mereka melihat alih-alih agama menjadi sebab tentramnya hati pikiran manusia, tapi justru orang-orang yang mengaku beragama malah mempertontonkan konflik. Tentu saja itu karena oknum, tapi mereka mengasumsikan mereka melakukan itu karena itulah ajaran agama mereka, padahal bukan! Hanya sedikit oknum, tapi merusak citra agama.

Di Al Qur'an surat Al-'Alaq : 6 dijelaskan sebagai berikut:

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ

Artinya:
"Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas."

Dilanjutlan ayat selanjutnya masih di Al Qur'an surat Al-'Alaq : 7 sebagai berikut:

أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ

Artinya:
"Apabila melihat dirinya serba cukup."

Jika orang hanya usaha belajar ilmu pengetahuan saja tanpa dilandasi dengan agama maka dia termasuk melampaui batas seperti yang dijelaskan ayat di atas. Dia akan sombong dan merasa cukup tanpa agama, dia akan merasa bisa menjawab semua persoalan tanpa dasar agama, tidak diperlukan lagi agama oleh orang semacam ini. Ini bahaya!

Sebaliknya, kurang sempurna juga orang bergama tapi tidak belajar tentang ilmu pengetahuan. Orang seperti ini akan bisa merasa paling benar juga karena dia punya dalil sebagai pembenaran atas perbuatannya.

Ulama jaman dulu, jika mereka berpendapat maka akan mempelajari dulu tentang ilmu pengetahuan, kemudian disampaikan dengan ilmiah, artinya bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan.

Imam Ghazali berkata bahwa semua yang diajarkan oleh agama Islam itu ilmiah, artinya bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan itu syari'at.

Ambil contoh tentang larangan agama bahwa harom minum khamr, secara ilmiah memang khamr itu merusak tubuh manusia bahkan membuat hilang kesadaran, itu alasan mengapa khamr dilarang oleh agama. Sebaliknya, ilmu pengetahuan mengatakan barang siapa terlalu banyak makan akan rawan membuat kita lebih mudah mengantuk bahkan bisa jadi penyakit, inipun dijelaskan dalam syari'at. Jadi hubungan ilmu pengetahuan dan agama sangat erat.

Bisa disimpulkan bahwa ajaran Rasulullah Saw itu logis, masuk akal dan sangat ilmiah. Tidak ada ajaran Rasulullah Saw yang tidak bermanfaat bagi kita.

Imam Ghazali membagi manusia menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri (Seseorang yang berilmu dan dia sadar kalau dirinya punya ilmu). Orang ini disebut orang 'alim (berilmu), jika kita bertemu orang seperti ini maka kita wajib mengikuti pendapatnya, jadikan rujukan, jangan tinggalkan.

Agama itu sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, caranya bagaimana? Kita tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah Saw. Caranya kita paham agama lewat guru kita, kemudian guru kita paham lewat gurunya, gurunya guru kita paham dari gurunya lagi dan seterusnya sampai kepada Rasulullah Saw. Itu mutawatir namanya.

Oleh sebab itu, kalau kita bertemu dengan orang yang tahu bahwa dirinya paham agama atau ilmu pengetahuan maka ikuti dia, belajar dengan dia, teladani dia dan jangan lepaskan.

Ulama terdahulu selalu berpesan sebagai berikut:
"Inna hadzal ‘ilma diinun, falyanzhur ahadukum ‘amman ya’khudzu diinahu”.
Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka hendaklah kita memperhatikan dari siapa akan mengambil agamanya.

Jadi ambillah ilmu dari orang yang seperti ini. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ghazali,
"Ini adalah jenis manusia yang paling baik. Jenis manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat,”.

2. Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri (Seseorang yang berilmu, tapi dia tidak sadar kalau dirinya punya ilmu).

Untuk manusia ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita.

Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di akhirat.

3. Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri (Seseorang yang tidak atau belum berilmu, dan dia sadar kalau dia tidak atau belum berilmu).

Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar.

Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat.

4. Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri (Seseorang yang tidak berilmu, dan dia tidak tahu kalau dirinya tidak punya ilmu).

Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu apa-apa.

Repotnya manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat.

Karena itu penting untuk belajar agama dan ilmu pengetahuan, agar kita dipahamkan oleh Allaah Ta'ala. Agar kita dikarunia kepahaman, harus kita usahakan secara maksimal, diantaranya adalah adanya lembaga pendidikan, seperti sekolahan formal atau pondok pesantren atau majelis dan seterusnya tempat mengajarkan ilmu.

Dari lembaga pendidikan yang baik, in syaa Allaah akan menghasilkan orang-orang yang luar biasa, maka penting menjaga kemurnian lembaga pendidikan dari hal-hal buruk, jagalah selalu akhlaq agar ilmu tersampaikan dengan baik dan menjadi sebab lahirnya murid-murid berakhlaq baik yang paham ilmu pengetahuan. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang buruk, tidak tercemin akhlaq yang baik, akan rawan menghasilkan orang-orang yang berakhlaq buruk pula.

Wassalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

“Subhaana kallaahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika”

Artinya:
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu.

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.