Oleh: Ustadz Muhtarifin Sholeh
Di mushola Nurul Huda, perumahan Gemah Permai, Sendang Guwo, Semarang.
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Beberapa waktu yang lalu kita mendengar kabar ada orang berpendapat bahwa agama itu musuh besar Pancasila, ini membuat sedih, bagaimana tidak karena sesungguhnya kelima sila di Pancasila itu ajaran Islam semua.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa kata Islam itu berasal dari kata Aslama artinya berserah diri, tunduk patuh, atau Salima artinya selamat menyelamatkan. Jadi Islam itu adalah sikap berserah diri tunduk patuh pada Allaah Ta'ala dalam semua hal sehingga ini menyelamatkan kita di kehidupan dunia dan akhirat.
Di Al Qur'an surat Ali 'Imraan : 19 dijelaskan sebagai berikut:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Artinya:
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.".
Kemudian di Al Qur'an surat Ali 'Imraan : 83 disebutkan:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Artinya:
"Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?".
Lalu di ayat selanjutnya masih di Al Qur'an surat Ali 'Imraan : 84 sebagai berikut:
قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya:
"Katakanlah (Muhammad), "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.".
Di ayat selanjutnya Al Qur'an surat Ali 'Imraan: 85 disampaikan sebagai berikut:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya:
"Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.".
Jelaslah bahwa Islam itu agama yang haq di sisi Allaah Ta'ala, yang tidak membeda-bedakan siapapun itu, hanya ketaqwaan yang membedakan. Islam adalah agama yang menyelamatkan kita, agama fitrah, tapi sayangnya ada manusia yang tidak mengetahuinya bahkan tidak mau tahu meski padahal dia tahu Islam itu haq, seperti yang dijelaskan di Al Qur'an surat 3Ar-Ruum : 30 sebagai berikut:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.".
Pelajarilah semua hal tentang Islam, Islam sebagai agama (ad din).
Ulama menjelaskan ada banyak makna kata Ad Din (agama), di bukunya An Nahlawi kata Ad Din dibagi jadi 4 makna, kemudian kyai Munawar Kholil di dalam kitabnya menjelaskan kata Ad Din punya 10 makna, dan seterusnya. Kata Ad Din itu artinya diantaranya begini:
1. Adat
2. Cara
3. Undang-undang
4. Peraturan
5. Taat
6. Patuh
7. Menunggalkan
8. Pembalasan
9. Perhitungan
10. Nasehat
11. Agama
Kita lihat, kata "agama" itu adalah sebagian kecil makna dari kata "Ad Din" (di sisi lain, kata "agama" itu berasal dari bahasa Sansakerta, A artinya tidak, Gama artinya kacau, jadi kata Agama artinya tidak kacau. Manusia yang beragama itu artinya manusia yang tidak kacau hidupnya, juga tidak membuat kacau hidup makhluq lain).
Dari sini, kita mestinya memahami Islam itu tidak hanya dalam makna agama saja, karena kata Agama hanya sebagian kecil dari makna Ad Din. Tapi idealnya kita memahami Islam itu sebagai Ad Din karena kata Ad Din itu maknanya lebih luas dari kata Agama.
Menurut saya, Ad Din itu Way of Life (cara hidup) dan Way of Die (cara mati). Jadi Ad Din itu meliputi kehidupan dan kematian, yaitu bagaimana untuk dapat hidup dengan indah sempurna, lalu bagaimana untuk dapat mati dengan baik (husnul khotimah), juga bagaimana cara hidup di alam qubur dengan nyaman dan bagaimana hidup di alam setelah di alam qubur (Barzah) dengan nyaman indah, semua itu dijelaskan oleh Islam sebagai Ad Din.
Kemudian, yang dijelaskan oleh Islam tidak hanya tentang manusia, tapi juga menyangkut makhkuq lainnya dengan perilakunya, bumi diciptakan bagaimana dikisahkan, bumi jadi kacau juga dijelaskan, bumi jadi tentram aman nyaman dijelaskan, gerakan bumi, bentuk bumi dst itu dijelaskan, itu fitrah bumi, itu Ad Din bagi bumi. Lalu bagaimama sikap bumi? Bumi menyerahkan dirinya pada Allaah Ta'ala, bumi ikut kehendakNya.
Tidak hanya bumi, semua makhluq sudah diatur oleh Allaah Ta'ala dan mereka tunduk patuh pada perintah Alalah Ta'ala.
Sehingga bisa dikatakan bahwa Islam itu adalah Ideal System of Living for All Mankind, jadi Islam itu sebuah sistem yang ideal untuk semua manusia, untuk manusia semua makhkuq diperintahkan Allaah Ta'ala untuk tunduk pada manusia. Pernah membayangkan jika bumi protes tidak mau digali sembarangan tanpa aturan? Atau orang buang sampah seenaknya saja? Bumi tidak protes, andai bumi tidak ditundukkan oleh Allaah Ta'ala pada manusia, tentu bumi akan protes diperlakukan buruk oleh manusia seperti itu. Meski bumi tidak protes, tapi sunnatullah berlaku, barang siapa tebang hutan seenaknya saja maka akan rawan longsor, banjir, kebakaran dsb.
Agar bumi nyaman ditinggali, tentu harus dirawat, dijaga, tidak melakukan hal yang rawan menimbulkan musibah, itu tugas manusia sebagai kholifah (wakil Allaah Ta'ala di bumi). Semua itu dijelaskan oleh Islam sebagai Ad Din.
Sekarang tentang Pancasila, Pancasila adalah lambang negara Republik Indonesia yang disimbolkan dengan burung garuda yang di dadanya membawa perisai berisi simbol 5 sila, seperti ini:
Berikut isi kelima sila Pancasila:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebjaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sila pertama adalah ketuhanan yang maha esa, ini bermakna tauhid karena kata Esa itu maknanya tunggal (hanya satu, tidak ada lainnya). Di dalam sila pertama, ada butir-butir inti yaitu:
1. Percaya dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing individu yang didasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Saling menghormati dan tolong-menolong antar umat beragama & penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati setiap umat beragama yang sedang menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksa orang lain untuk mempercayai suatu agama atau kepercayaan.
Butir-butir sila pertama Pancasila itu sesuai dengan Islam seperti yang dijelaskan di Al Qur'an surat Al-Kaafiruun : 6 yaitu:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya:
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Jadi masyarakat Indonesia sepakat untuk berbeda dalam hal keyakinan beragama, saling menghormati, saling menghargai keyakinan masing-masing dan tidak boleh saling menganggu mereka yang berbeda agama dengan kita.
Kemudian, sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, di sila kedua ini juga ada butir-butir sebagai berikut:
1. Sebagai manusia harus bisa mengakui persamaan hak, persamaan kewajiban maupun persamaan derajat.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Butir-butir sila kedua ini sangat bagus dan jelas diajarkan dalam Islam. Sebagaimana dijelaskan di hadits shahih tentang sebaik-baik manusia ini diriwayatkan dari Jabir.
عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المؤمن يألف ويؤلف ، ولا خير فيمن لا يألف ، ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس »
Artinya:
Dari Jabir, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.”.
(HR. Thabrani dan Daruquthni).
Butir-butir sila kedua Pancasila ini menggambarkan bagaimana kita menjadi bermanfaat bagi manusia lainnya.
Saya mengibaratkan dua kata yaitu AKU dan KAU, dua kata yang sama jumlah hurufnya, maknanya adalah AKU harus memperlakukan KAU itu sama sebagaimana AKU ingin diperlakukan. Jika AKU ingin diperlakukan baik, maka AKU harus memperlakukannya KAU dengan baik pula. Dengan seperti ini, kita akan saling memperlakukan orang lain dengan baik, ini berarti kita memberikan manfaat kepada orang lain.
Jika kita ingin sehat, maka sekitar kita harus sehat juga, caranya antara lain dengan membantu orang lain untuk hidup lebih sehat. Kalau setiap orang begini, maka semua akan saling membantu, saling menolong dst. Akhirnya kesehatan akan lebih mudah didapatkan. Jika kita tidak mau membantu orang lain di sekitar kita untuk hidup sehat, maka kita juga yang akan merasakan ketidaknyamanan, kesehatan akan susah didapatkan.
Kalau kita ingin ringan beban kita, maka ringankanlah beban orang lain dulu. Kalau kita ingin aman, maka bantu orang lain menjaga keamanan. Dan seterusnya.
Itu beberapa contoh, ada banyak hal lainnya yang lebih mudah didapatkan dengan saling bekerja sama, saling memberikan manfaat kepada sesama. Di hadits juga dijelaskan sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًـا ، سَهَّـلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَـى الْـجَنَّةِ ، وَمَا اجْتَمَعَ قَـوْمٌ فِـي بَـيْتٍ مِنْ بُـيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ ، وَيَتَدَارَسُونَـهُ بَيْنَهُمْ ، إِلَّا نَـزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ ، وَغَشِـيَـتْـهُمُ الرَّحْـمَةُ ، وَحَفَّـتْـهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ ، وَذَكَـرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ ، وَمَنْ بَطَّـأَ بِـهِ عَمَلُـهُ ، لَـمْ يُسْرِعْ بِـهِ نَـسَبُـهُ
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.”
Jelas perintah Rasulullah Saw agar kita selalu memberikan manfaat pada orang lain karena sesungguhnya manfaat itu akan kembali kepada kita, jika kita menyusahkan orang lain maka sesungguhnya kita menyusahkan diri kita sendiri. Sebagaimana di dalam Al Qur'an surat Al-Hujaraat : 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.".
Allaah Ta'ala berfirman bahwa manusia jelas diciptakan berbeda (berbangsa-bangsa), tidak sama kebiasaannya, tidak sama sifatnya, tidak sama keinginannya dst. Untuk kemudian kita diperintah untuk sebagai berikut:
1. Ta'aruf, saling mengenal satu dengan lainnya, kenali sifatnya, kenali kebiasaannya, kenali semua tentang orang lain.
2. Tafahum, saling memahami. Setelah saling mengenal satu dengan lainnya, ditingkatkan agar kita saling memahami. Pahami sifatnya, pahami kebiasaannya, pahami tabiatnya, pahami kesukaannya, pahami ketidaksukaannya dst. Dengan saling memahami maka tidak akan saling memaksakan kehendak, karena memaksa itu berarti tidak memahami.
3. Ta'awun, saling tolong menolong. Setelah saling memahami, maka akan timbul rasa saling tolong menolong, satu susah maka lainnya membantu, satunya repot maka lainnya meringankan.
4. Tafakul, saling menjamin. Setelah saling tolong menolong maka akan timbul rasa percaya, kepercayaan ini akan menimbulkan keberanian menjamin demi orang lain bahagia, sehingga kebahagian orang lain adalah juga kebahagiaannya, kesusahan orang lain adalah juga kesusahannya.
Semua itu tadi merupakan kemuliaan bagi orang yang melakukannya, merupakan perilaku orang yang bertaqwa karena bertaqwa itu diwujudkan dengan memperlakukan makhkuq lain dengan baik sebagaimana kita ingin diperlakukan dan itu tercermin dari sikapnya sehari-hari.
Orang yang mulia bukan orang yang hartanya banyak, bukan pula yang paling ganteng, juga bukan yang paling cantik dst, orang mulia adalah orang yang bertaqwa.
Dinukil dari tafsir Al Baghowi. (Ma’alimut Tanzil, 7: 348), sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.
Artinya:
“Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya. Namun mulianya seseorang di akhirat karena taqwanya.”.
Di hadits lain dijelaskan:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِـنْ يَنْظُرُ إِلَى قُــــلُوبِكُمْ وَأَعْمَــالِكُمْ “
Artinya:
Sungguh Allaah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian.”.
(HR. Muslim)
Di hadits lain dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takwa itu terletak di sini”, sambil beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk ke dada/hati beliau tiga kali.
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Artinya:
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)”.
(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Organ jantung wujud dlohir nya, wujud batinnya adalah hati nurani.
Handaknya hati nurani selalu diajak, selalu dibawa ke mana saja. Ketika melihat, bawa hati nurani. Ketika berbicara, bawa hati nurani. Ketika mendengar, bawa hati nurani. Ketika bergerak, berjalan dsb bawa hati nurani ke mana saja dalam gerak dan dalam diam kita.
Bawa hati nurani ke mana saja agar terhindar dari kesombongan, takabbur, ujub dan riya'. Di Al Qur'an surat Luqmaan : 18 dijelaskan:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya:
"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.".
Kemudian sila ketiga dari Pancasila adalah persatuan Indonesia. Butir-butir di sila ini adalah:
1. Mendahulukan kepentingan negara, kesatuan, persatuan, dan keselamatan bangsa daripada kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.
5. Memperluas pergaulan demi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa.
Negara Indonesia ini ciptaan Allaah Ta'ala, karunia Allah Ta'ala. Di Al Qur'an surat Al-Hujaraat : 10 dijelaskan:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.".
Kemudian di Al Qur'an surat Ali Imraan : 105 dijelaskan:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ.
Artinya:
"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat adzab yang berat,”
Hendaknya kita semua selalu bersatu, selalu dahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Sila keempat dari Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan. Butir-butir di sila keempat ini adalah sebagai berikut:
1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Mempunyai rasa tanggung jawab dan selalu siap menerima serta melaksanakan hasil musyawarah.
6. Musyawarah harus dilaksanakan dengan menggunakan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Harus bisa mempertanggung jawabkan segala keputusan yang telah dicapai dan diambil kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia bersama nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Menurut profesor Quraish Shihab, kata musyawarah terambil dari akar kata sy, w, r, yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah.
Masih menurut beliau, makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.
Madu bukan saja manis, melainkan juga obat untuk banyak penyakit, sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Itu sebabnya madu dicari di mana pun dan oleh siapa pun.
Madu dihasilkan oleh lebah. Jika demikian, yang bermusyawarah mesti bagaikan lebah: makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan, makanannya sari kembang, dan hasilnya madu. Di mana pun hinggap, lebah tak pernah merusak. Ia takkan mengganggu kecuali diganggu. Bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Seperti itulah makna permusyawarahan, dan demikian pula sifat yang melakukannya. Tak heran jika Rasulullah Saw. menyamakan seorang mukmin dengan lebah.
Dari Abdullah bin Amru radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تَكْسِر ولم تُفْسِد
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah yang selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak.”.
(HR Ahmad, shahih)
Itulah mukmin bagaikan lebah, mukmin hanya memakan yang halal dan menjauhi makanan yang haram.
Mukmin selalu mengeluarkan ucapan dan perbuatan yang baik dan bermanfaat sebagimana lebah yang mengeluarkan madu yang bermanfaat untuk manusia.
Dimanapun mukmin berada, tidak pernah berbuat kerusakan. Bahkan menjadi pintu pintu pembuka kebaikan untuk manusia.
Mukmin selalu rajin berusaha dan tidak pernah malas. Ulet dan tidak pernah menyerah. Bahkan ia tidak mau makan dari hasil kerja keras orang lain.
Di Al Qur'an surat Ali 'Imraan : 159 dijelaskan:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya:
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."
Dan sila terakhir yaitu kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Butir-butir sila kelima ini sebagai berikut:
1. Melaksanakan kegiatan seperti gotong royong demi mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
5. Menghormati hak-hak orang lain.
6. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
7. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
8. Tidak bersifat boros.
9. Tidak bergaya hidup mewah.
10. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
11. Suka bekerja keras.
12. Menghargai hasil karya orang lain.
13. Berusaha mewujudkan kemajuan dan keadilan sosial bersama-sama sebagai rakyat Indonesia.
Keadilan itu menempatkan sesuatu pada tempatnya, pada porsinya. Sandal itu ditempatkan di kaki sesuai fungsinya, topi itu ditempatkan di kepala sesuai fungsinya dst. Lawan dari keadilan adalah dlolim, arti dlolim adalah tidak menempatkan sesuatu pada porsinya, tidak sesuai fungsinya, tidak semestinya, misal menempatkan topi di kaki untuk berjalan atau sandal ditempatkan di kepala, itu perbuatan dlolim atau tidak menempatkan sesuatu pada porsinya.
Di Al Qur'an surat An-Nisaa : 58 dijelaskan:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.".
Adil itu belum tentu sama nominalnya, adil sesuai porsinya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Menurut kyai Mustofa Bisri, adil itu perwujudan dari akhlaq yang baik. Dalam bahasa Jawa, adil itu "jejeg" (lurus). Di Al Qur'an surat Al-Maa'idah : 8 dijelaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Lalu di Al Qur'an surat An-Nisaa : 135 juga dijelaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan."
Di kedua ayat itu ada yang menarik, keadilan dihubungkan dengan lillaah (karena Allaah), dimaknai jika kita tidak adil maka kita tidak bisa "lillaah", dan jika kita bisa "lillaah" maka kita mudah untuk bisa adil.
Akan tetapi menurut gus Mus, kita susah untuk adil karena manusia mempunyai yang namanya Atifah, atifah itu emosi yang karakternya cenderung mudah condong ke sana ke mari, condong ke sana benci dan condong ke sini cinta, berbolak-balik.
Oleh sebab itu, Rasulullah Saw mengajarkan kita tidak boleh terlalu benci dan tidak boleh terlalu cinta, karena kalau terlalu cinta atau benci maka akan susah untuk bisa adil karena mudah terpengaruh.
Kita terlalu cinta, tidak bisa adil. Kita terlalu benci juga tidak bisa adil. Karena adil itu di tengah-tengah antara benci dan cinta.
Allaah Ta'ala memerintahkan kita untuk menjadi penegak kebenaran di bumi, untuk menegakkan kebenaran dibutuhkan sikap yang adil, itu keharusan. Adil yang karena Allaah Ta'ala, jangan adil karena nafsu atau karena apapun. Tegakkan keadilan kepada siapapun juga.
Wassalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Subhaana kallaahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika”
Artinya:
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu.
No comments:
Post a Comment
Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.