Oleh: Ustadz Muhtarifin Sholeh.
Di mushola Nurul Huda, perumahan Gemah Permai, Semarang.
Assalamu'alaikum wa rahmatulah wa barakatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
AL QUR'AN SURAT AL BAQARAH AYAT 211
Di dalam Al Qur'an surat ke-2 yaitu Al-Baqarah : 211 dijelaskan sebagai berikut:
سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ ۗ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:
"Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Barang siapa menukar nikmat Allah setelah (nikmat itu) datang kepadanya, maka sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya."
Ayat ini Allaah Ta'ala memerintahkan kepada Rasulullaah Muhammad Saw untuk bertanya kepada bani Israil mengapa mereka tidak mau beriman padahal bukti-bukti atas kekuasaan Allaah Ta'ala jelas dan nyata serta tidak terbantahkan, bagaimama bisa mereka tetap bertahan di dalam kekafirannya.
Bani Israil adalah keturunan dari Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim As, mereka selain tidak beriman kepada Allaah Ta'ala, mereka juga tidak mengikuti dakwah Rasulullaah Muhammad Saw.
Ayat ini sekaligus juga sebagai teguran kepada bani Israil jika mereka tetap tidak beriman, tidak mengikuti agama yang dibawa Rasulullaah Muhammad Saw, maka Allaah Ta'ala akan menghukum mereka dengan hukuman yang sangat pedih dan keras, baik di dunia atau pun kelak di akhirat.
Kalimat "ni'mat Allaah" di ayat tersebut maknanya adalah ajaran yang dibawa Rasulullaah Muhammad Saw. Lalu "menukar ni'mat Allaah" ini maknanya tidak mengikuti Rasulullaah Muhammad Saw dan malah menuruti hawa nafsu mereka yang memilih dunia.
Seperti yang kita ketahui, ni'mat Allaah Ta'ala ini sangat banyak, tidak terhitung. Ni'mat Allaah Ta'ala adalah segala sesuatu karunia Allaah Ta'ala berupa kebaikan, yang itu membuat kita bahagia dan menghilangkan mudlarat.
Seluruh anggota badan ini bagian dari sedikit ni'mat Allaah Ta'ala, kita sering tidak sadar betapa mahalnya kesehatan, sehingga sering lupa menjaga diri agar tetap sehat. Sadar betapa enaknya sehat setelah kita sakit.
Di ayat tersebut ada kalimat "...bukti nyata yang telah Kami berikan...", dipakai kata "Kami" karena Allaah Ta'ala dalam mengkaruniakan ni'mat melibatkan banyak hal, banyak proses. Misal ni'mat sehat, ada banyak hal yang berperan serta agar kesehatan kita rasakan. Selain kita sendiri harus mengupayakan hidup sehat, juga sekitar kita harus sehat, tidak mungkin kita menjadi sehat dengan sekitar kita kotor tidak sehat. Itu berarti kotoran-kotoran harus dibersihkan, butuh alat pembersih maka akan diadakan orang yang menjual alat pembersih, lalu penjual alat pembersih ambil contoh sapu lidi maka harus ada orang menanam pohon kelapa, maka akan ada orang menjual bibit pohon kelapa, penjual tanah, penyedia alat-alat transportasi dan seterusnya. Untuk menjadi sehat melibatkan banyak hal dan proses. Ada banyak contoh tentang ni'mat Allaah Ta'ala.
Ni'mat Allaah Ta'ala terbesar adalah hidayah untuk mengikuti Rasulullaah Muhammad Saw, maka diturunkannya para Nabi dan Rasul itu juga salah satu bentuk ni'mat Allaah Ta'ala, mereka menunjukkan jalan yang lebih baik kepada kita.
Jadi bukti-bukti nyata atas ni'mat Allaah Ta'ala ini benar-benar nyata dan kita rasakan, tidak terbantahkan. Mestinya kita memikirkan hal-hal tersebut yang mana akan menjadikan kita lebih iman pada Allaah Ta'ala dan beriman pada para Nabi serta Rasul.
Ayat ini tidak hanya untuk bani Israil saja, tetapi juga nasehat untuk kita bahwa barang siapa mengingkari ni'mat Allaah Ta'ala ini, maka mereka termasuk kufur ni'mat, menutupi kebenaran (menutupi itu tahu itu benar tapi menolaknya dengan alasan keduniawian), bagi mereka hukuman yang pedih dan keras sejak di dunia ini sampai ke akhirat.
Ada banyak bentuk hukuman, bisa susah mendapatkan rejeki, susah mencari pasangan hidup, musibah atau bisa berupa tidak merasakan ni'mat saat kita melakukan kebaikan (hambar).
---------
AL QUR'AN SURAT AL BAQARAH AYAT 212
Kemudian di ayat selanjutnya di surat Al-Baqarah : 212 dijelaskan sebagai berikut:
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا ۘ وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya:
"Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan."
Diterangkan bahwa orang-orang yang ingkar terhadap perintah Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw, mereka merasa baik, mereka merasa cara hidup mereka indah, padahal tidak. Itu termasuk hukuman atas mereka yaitu tidak merasa sedang dalam kondisi bermaksiat padahal sedang tenggelam dalam kemaksiatan.
Mereka yang ingkar pada Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw, akan memandang maksiat itu sangat indah sehingga mereka menghina orang-orang yang beriman.
Pagi bagi mereka enak nyaman untuk tidur, orang-orang beriman justru sholat Subuh, bagi orang-orang yang ingkar, itu suatu hal yang tidak menyenangkan, tidur tanpa sholat Subuh itu lebih menyenangkan mereka. Apalagi terdengar adzan Subuh, itu akan sangat mengganggu orang-orang yang ingkar terhadap perintah Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw.
Atau jum'at siang bagi mereka orang-orang yang ingkar enak untuk istirahat atau berbisnis, orang-orang yang beriman malah sholar jum'at. Orang-orang yang ingkar akan merasa terganggu. Hal-hal semacam itu membuat mereka tidak suka bahkan menghina orang-orang yang beriman.
Itu yang dimaksud dengan "menukar ni'mat Allaah dengan dunia".
Perkara-perkara dunia memang penting tetapi perintah-perintah Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw harus didahulukan. Oleh karenanya, dunia itu bagi orang-orang yang beriman hanya pendukung dalam rangka beribadah kepada Allaah Ta'ala, sedangkan bagi mereka yang imgkar justru dunia itu tujuan mereka.
Sebagaimana dijelaskan di Al Qur'an surat Aali 'Imraan : 14 sebagai berikut:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya:
"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik."
Begitulah, orang-orang yang ingkar akan merasa sangat indah dengan keduniawian, apapun yang melepaskan mereka dari keduniawian dan mengajak mereka bertaubat maka akan mereka tolak, bahkan mereka hina dan cemooh.
Di sisi lain, di ayat tersebut dijelaskan ada sunnatullaah yaitu Allaah Ta'ala menjadikan semua akan terlihat indah bagi kita, akan terasa indah dan akan terdengar indah jika kita mencintainya, jika kita menginginkannya. Jika kita mencintai atau menginginkan perempuan, maka itu akan menjadi indah bagi kita, mendengar atau melihat atau merasakan apapun yang berhubungan dengan perempuan itu maka akan indah semua. Mencintai lainnya pun begitu, maka harus waspada terhadap apa yang kita cintai atau kita inginkan.
Jangan sampai kita mencintai dunia lebih besar daripada mencintai Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw!
Mencintai Allaah dan Rasulullaah Muhammad Saw itu utama. Ketika kita mencintai Allaah Ta'ala, maka apapun yang terhubung atau mengingatkan kita kepada Allaah Ta'ala, akan terasa terdengar terlihat sangat indah bagi kita.
Dari sini jelas derajat orang-orang beriman jauh di atas orang-orang yang ingkar kepada Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw di akhirat kelak. Sebagai gambaran jarak satu derajat dengan derajat lainnya itu seperti jauhnya bumi dan langit.
Kemudian di Al Qur'an surat ke-49 Al-Hujaraat : 11 dijelaskan sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dlalim."
Kebiasaan orang-orang beriman itu selalu mematuhi perintah Allaah Ta'ala dan menjauhi larangan Allaah Ta'ala. Dilarang mencela orang lain, jangan menghina, jangan mengolok-olok, jangan mem-bully dan seterusnya, maka orang-orang yang beriman akan mematuhinya. Sedangkan kebiasaan orang-orang yang ingkar kepada Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw itu sebaliknya. Jelas sekali bedanya.
Dan bagi orang-orang yang beriman, maka bagi mereka solusi atas semua masalah dan bagi mereka rejeki yang datangnya tidak terduga (tidak terduga jumlahnya atau tidak terduga asalnya dan waktunya), seperti yang dijelaskan di Al Qur'an surat At Tholaq ayat 2-3 sebagai berikut:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Artinya:
Barangsiapa bertaqwa kepada Allaah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."
Rejeki yang tidak disangka-sangka ini karena memang manusia tidak tahu seluruh cerita kehidupan, cerita kehidupan pribadinya saja tidak tahu apalagi cerita kehidupan orang lain yang mana itu terkoneksi secara langsung atau tidak langsung kepadanya. Tetapi bagi Allaah Ta'ala tidak, Allaah Ta'ala Maha Mengetahui semuanya.
Di ayat selanjutnya yaitu ke-4 dari surat At Tholaq ayat 4 dijelaskan sebagai berikut:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Artinya:
"Dan barang -siapa yang bertaqwa kepada Allaah, niscaya Allaah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."
Setiap manusia mempunyai masalah, solusinya adalah dengan beriman kepada Allaah Ta'ala. Bertaqwalah maka Allaah Ta'ala akan memudahkan semua urusan kita.
Manusia hidup di dunia hendaknya selalu merasa cukup, jangan selalu merasa kurang dan kurang! Di dalam Al Qur'an surat ke-102 At-Takaaṡur : 1 kita diingatkan sebagai berikut:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
Artinya:
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu."
Lalu bagaimana caranya agar tidak lagi merasa kurang dan selalu kurang (bermegah-megahan harta benda) padahal secara harta dia punya banyak (karena kecukupan itu tempatnya di hati)? Bertaqwalah kepada Allaah Ta'ala, in syaa Allaah kita akan terhindar dari sifat tersebut dan akan dicukupkan.
Di dalam Al Qur'an surat ke-28 Al-Qashas : 77 dijelaskan bahwa kita selama di bumi tetap butuh dunia, tetapi kita tidak boleh membuat kerusakan di bumi (maknanya tidak boleh merusak diri sendiri dan tidak merusak sekitar kita):
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya:
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."
Kalimat "...janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia..." maknanya kita ambil dunia sebatas keperluan saja, contoh kalau kita lapar maka makanlah secukupnya, kalau kita haus maka minumlah secukupnya, kalau mengantuk maka tidurlah secukupnya dan seterusnya. Ambil dunia sekedar memenuhi kebutuhan kita selama hidup. Jangan untuk makan kita butuhnya 1 piring misalnya, tapi kita mencari 10 piring dengan segala cara, pokoknya harus sesuai target 10 piring. Ini namanya bermegah-megahan yang dimaksud di Al Qur'an surat At Takatsur ayat 1 tadi.
---------
AL QUR'AN SURAT AL BAQARAH AYAT 213
Kita lanjut ayat berikutnya dari Al Qur'an surat ke-2 Al-Baqarah : 213 yaitu:
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya:
"Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus."
Ayat tersebut menjelaskan umat manusia ini dahulu satu umat maksudnya berasal dari Nabi Adam As, kemudian menjadi banyak dan tersebar ke seluruh penjuru bumi. Seiring berjalannya waktu, sebagian manusia ada yang bermaksiat, oleh sebab itu diturunkan para Nabi dan Rasul agar manusia menjadi baik lagi. Tetapi karena terlalu dalam mereka tenggelam dalam maksiat, mereka menolak ajakan para Nabi dan Rasul.
Meskipun begitu, para Nabi dan Rasul tidak putus asa, mereka tetap melakukan tugas-tugas mereka mengajak manusia ke jalan yang lebih benar. Untuk hasil, hanya Allaah Ta'ala yang menentukan. Adalah hak Allaah Ta'ala kepada siapa akan dikaruniaikan hidayahNya, maka sungguh beruntung orang-orang yang mendapatkan hidayahNya untuk menempuh jalan yang lurus (shirotol mustaqim).
Tentang hidayah, di Al Qur'an surat ke-2 Al Baqarah ayat 1 - 5 dijelaskan sebagai berikut:
الٓمٓ (١) ذَٲلِكَ ٱلۡڪِتَـٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدً۬ى لِّلۡمُتَّقِينَ (٢) ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣) وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأَخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ (٤) أُوْلَـٰٓٮِٕكَ عَلَىٰ هُدً۬ى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٥)
Artinya:
“Alif Laam Miim (1); Kitab ini tidak ada yang diragukan, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2); Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, menegakkan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan (3); Mereka juga beriman kepada kitab yang Kami turunkan kepadamu dan yang diturunkan sebelum kamu, mereka juga yakin akan datangnya hari Akhirat (4); Mereka itulah yang berada pada petunjuk Allah dan merekalah orang-orang yang berbahagia”. (5).
Ada beberapa macam makna hidayah, antara lain:
1. Petunjuk
2. Tambahan iman
3. Amal sholeh.
Pendapat lain tentang hidayah dari Imam Ghozali:
1. Hidayah itu ada awalnya dan ada akhirnya, awal hidayah adalah ilmu dan akhir hidayah itu amal. Jadi untuk mendapatkan hidayah, manusia harus berusaha menuntut ilmu dan kemudian diamalkan.
2. Hidayah itu ada sisi luar dan ada sisi dalamnya, sisi luar hidayah adalah syari'at dan sisi dalam hidayah adalah hakikat ma"rifat. Seperti buah, ada kulit buah, ada daging buah dan ada bijinya. Untuk mencapai daging buah, harus mengupas kulit buah dulu. Kemudian dinikmati kelezatan daging buah. Setelah itu baru kita tahu biji buahnya.
Itu semua dilakukan manusia meneladani Rasulullaah Muhammad Saw, itu sama saja dengan mematuhi perintah-perintah Allaah Ta'ala. Itulah jalan yang lurus (shirotol mustaqim).
---------
AL QUR'AN SURAT AL BAQARAH AYAT 214
Di Al Qur'an surat ke-2 Al-Baqarah : 214 dijelaskan sebagai berikut:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Artinya:
"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."
Disebutkan bahwa untuk pantas masuk Surga itu setelah lulus dari cobaan atau ujian hidup, sebenarnya ini merujuk kepada pengendalian nafsu. Sifat dasar nafsu itu tidak mau susah, ingin enak sendiri, ingin senang terus, tidak mau mengalah (ingin selalu menang) dan seterusnya, itu harus dikendalikan agar bisa hidup seperti yang diajarkan oleh Rasulullaah Muhammad Saw.
Seperti dijelaskan di atas, kebiasaan orang-orang yang beriman itu tidak mau menghina orang lain meski diri mereka dihina, itu butuh pengendalian diri untuk tidak balas menghina. Sifat nafsu itu tidak mau mengalah, ketika dihina maka pada dasarnya nafsu mengajak untuk balas menghina. Di sinilah letak ujian manusia: menuruti Allaah Ta'ala tidak balas menghina atau mengikuti nafsu balas menghina?
Kendalikan nafsu, jangan selalu diikuti! Ketika dilanda musibah atau masalah, kembalikan kepada Allaah Ta'ala, mohon solusi kepada Allaah Ta'ala disertai kita usaha maksimal. Itu kebiasaan orang-orang yang beriman.
Jika kita berhasil sabar dalam menghadapi musibah dan masalah, maka tetaplah mengendalikan nafsu karena nafsu rawan bergejolak, di kemudian hari akan ada ujian-ujian semacam ini yang mana ini meningkatkan keimanan kita.
Perindahan tingkat keimanan ini akan disertai dengan gejolak nafsu lebih halus lagi, karena nafsu belum terbiasa dengan tingkatan yang lebih tinggi. Jika berhasil naik tingkat, akan ada gejolak nafsu yang lebih halus, ketika berhasil mengendalikan nafsu maka kita akan naik kelas. Begitu seterusnya. Nafsu dan setan yang menggoda manusia semakin tinggi tingkatan imannya makin berat dikalahkan.
Ujian-ujian untuk naik tingkat keimanan kita dicontohkan dibayat 214 surat Al Baqarah, yaitu kemelaratan, penderitaan (sakit, kecelakaan, dirampok, dan lain-lain) dan berbagai masalah lainnya.
Jika orang-orang yang beriman terkena musibah, itu akan menjadi pengampun atas dosa-dosanya, tentu dengan syarat harus ridlo bahwa ini kehendak Allaah Ta'ala, harus ikhlas menghadapinya, tidak mengeluh, tidak putus asa dan tidak ingkar.
Celakalah bagi orang-orang yang terkena musibah lalu menjadikan mereka ingkar, tidak menerima sebagai ketetapan Allaah Ta'ala. Semoga kita dihindarkan dari sifat seperti ini.
Hikmahnya adalah perjuangan bagi manusia itu harus, berjuang melawan hawa nafsu, berjuang hidup lebih baik. Kapankah datang pertolongan Allaah Ta'ala? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allaah Ta'ala itu dekat.
Sebagaimana dijelaskan di Al Qur'an surat ke-94 Asy-Syarḥ : 6 sebagai berikut"
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya:
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
Ini pasti, setelah kesulitan maka ada kemudahan. Jadi ketika sekarang misal kita sedang mengalami kesulitan, maka akan datang kemudahan. Tidak perlu khawatir, kita sabar ikhlas ridlo atas semua ketetapan Allaah Ta'ala sembari kita usaha maksimal, itu tawakal yang sebenarnya.
Di ayat selanjutnya dari Al Qur'an surat ke-94 Asy-Syarḥ : 7 yaitu:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya:
"Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)."
Kita diperintahkan ketika ada masalah, setelah tawakal tadi, kita harus tetap bekerja keras untuk menyelesaikan urusan kita berikutnya. Tidak boleh putus asa!
Wassalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Subhaana kallaahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika”
Artinya:
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu."
No comments:
Post a Comment
Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.