Sunday, March 08, 2020

Al Baqarah Ayat 214 - 217


Oleh: Ustadz Muhtarifin Sholeh.
Di mushola Nurul Huda, perumahan Gemah Permai, Semarang.


Assalamu'alaikum wa rahmatulah wa barakatuh.

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

AL QUR'AN SURAT KE-2 AL BAQARAH AYAT 214

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Artinya:
"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allaah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allaah itu dekat.".

Di ayat ini dijelaskan bahwa untuk masuk Surga dibutuhkan usaha yang sangat keras dan sungguh-sungguh, tidak malas-malasan, tidak putus asa, pantang menyerah dan istiqomah (rutin).

Jadi bisa dikatakan hidup ini ujian, jika manusia berhasil melewati ujian-ujian hidup maka manusia pantas masuk Surga. Ujian ini berupa upaya mengendalikan hawa nafsu pribadi dan bagaimana kita menyikapi berbagai kejadian hidup seperti musibah gempa misal, atau banjir, kecelakaan, kematian dan sebagainya, bahkan termasuk harta benda, kekayaan, ketenaran.

Ketika ditimpa musibah, hendaknya manusia mengembalikan kepada Allaah Ta'ala, sebagaimana dijelaskan di Al Qur'an surat ke-2 Al Baqarah : 155 - 157 sebaga berikut:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ﴿١٥٥﴾الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴿١٥٦﴾أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Artinya:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."

Semua ini milik Allaah Ta'ala, dikehendaki oleh Allaah Ta'ala untuk terjadi, maka kembalikan kepada Allaah Ta'ala jika kita menghadapi masalah. Ini maksud kalimat "inna lillaahi wa inna ilaihi roji'uun". Di hati diyakini tanpa ragu, pikiran membenarkan, lesan mengucapkan dan diwujudkan lewat perbuatan.

Memohon ampunan pada Allaah Ta'ala dan solusi atas semua masalah. Kemudian kita sebagai orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menerima apapun karunia Allaah Ta'ala, baik yang kita anggap baik atau buruk.

Di Al Qur'an surat ke-57 Al Hadid 22 - 23 Allaah Ta'ala berfirman sebagai berikut:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)

Artinya:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri".

Jadi semua kejadian di dunia baik yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi, semua tercatat di Lauh Mahfudl. Rasulullaah Muhammad Saw bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Artinya:
“Allah mencatat taqdir setiap makhluq 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
(HR. . Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).

Di dalam hadits lainnya disebutkan sebagai berikut:

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

Artinya:
“Sesungguhnya awal yang Allaah ciptakan (setelah ‘Arsy, air dan angin), adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah taqdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya”.
(HR. Tirmidzi no. 2155).

Kalimat "Lauh Mahfudl" artinya adalah lembaran (lauh) yang terjaga (mahfudl). Lembaran di sini bukan kertas seperti yang kita pahami, tetapi suatu bentuk lain yang di sana Qolam menulis taqdir berbagai kerjadian yang mana ini tidak berubah, tidak dikurangi, tidak direvisi, tetap seperti itu sebagaimana Allaah Ta'ala tetapkan.

Allaah Ta’ala berfirman dalam Al Qur'an surat ke-57 ayat 23 sebagai berikut:

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ

Artinya:
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu".

Jadi dengan demikian, kita harus ridlo (menerima) semua kejadian yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi. Jangan berduka, tawakal kepada Allaah Ta'ala.

Kalau dikaruniai musibah, bersabarlah. Kalau dikaruniai kebahagiaan, bersyukurlah. Sebaiknya kesabaran dan kesyukuran itu tidak dipisahkan, tapi semua kita lakukan. Sungguh luar biasa efeknya kalau itu bisa dilakukan.

Misal begini, ketika kita dikaruniai sakit, biasanya kita bersabar tapi kalau ditambah dengan syukur maka sungguh luar biasa. Syukur-nya di mana di saat sakit? Yaitu dengan menyadari bahwa sakit ini dikehendaki oleh Allaah Ta'ala, in syaa Allaah ini akan menghapus dosa-dosanya.

Di Al Qur'an surat ke-3 Aali 'Imraan : 142 dijelaskan sebagai berikut:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ

Artinya:
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allaah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.".

Ayat ini serupa dengan Al Baqarah ayat 214, yaitu manusia membutuhkan perjuangan (usaha maksimal) agar terbukti nyata bahwa manusia itu pantas masuk Surga.

Dijelaskan oleh mufasir ayat ini berlatar belakang perang Uhud di jaman Rasulullaah Muhammad Saw, bahwa sahabat-sahabat Rasulullaah Muhammad Saw harus bersungguh-sungguh dalam perang Uhud dan harus bersabar dalam menghadapi masalah agar masuk Surga.

Akan tetapi, kata "jihad" di sini makna luasnya adalah bersungguh-sungguh di jalan Allaah Ta'ala, bersungguh-sungguh mempelajari jalan Allaah Ta'ala, bersungguh-sungguh mengamalkannya, bersungguh-sungguh mendakwahkannya dan seterusnya.

Jadi kita sekarang kalau ingin masuk Surga maka kita harus berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki niat, belajar, mengamalkannya, mendakwahkannya dan bersabar atas semua kesusahan.

Di ayat lain di Al Qur'an surat ke-9 At-Taubah : 16 juga dijelaskan juga bahwa manusia harus berusaha sungguh-sungguh dalam semua hal, sebagai berikut:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَا رَسُولِهِ وَلَا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya:
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allaah belum mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman yang setia selain Allaah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Kalimat "...Allaah belum mengetahui orang-orang yang berjihad..." ini maknanya secara kemanusiaan, misal si fulan, dari sisi kemanusiaan, orang ini belum terlihat bahwa dia bersungguh-sungguh membuktikan keimanannya, kepatuhannya pada Allaah Ta'ala, pada Rasulullaah Muhammad Saw dan mengikuti ulama atau orang-orang yang beriman. Dia masih bermalas-malasan, menunda-nunda berbuat baik dan selalu beralasan yang dibuat-buat bahkan masih suka bermaksiat.

Orang seperti itu belum pantas masuk Surga, bahkan tidak bisa masuk Surga karena dia tidak berusaha sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, bersungguh-sungguhlah duhai manusia untuk membuktikan kita layak masuk Surga dengan kita mematuhi Allaah Ta'ala lewat Rasulullaah Muhammad Saw, dengan cara mengikuti ulama dan orang-orang yang beriman.

---------
AL QUR'AN SURAT KE-2 AL BAQARAH AYAT 215

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Artinya:
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infaqkan. Katakanlah, "Harta apa saja yang kamu infaqkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.". Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allaah Maha Mengetahui.".

Seorang mufasir menjelaskan ayat ini menceritakan sahabat Rasulullaah Muhammad Saw bernama 'Amr bin Al-Jamuh dan ia adalah pria tua yang kaya, bertanya kepada Rasulullaah Muhammad Saw tentang apa yang harus ia infaqkan dan kepada siapa ia harus menginfaqkan.

Maka turunlah ayat ini sebagai jawaban pertanyaannya, menerangkan bahwa yang harus dia infaqkan adalah harta dan seluruh bentuk kebaikan (bisa berupa nasehat, bantuan, kalau di masa sekarang busa berbagai artikel yang baik, mengingatkan teman agar terhindar dari dosa, menyingkirkan pengganggu di tengah jalan agar orang lain tidak celaka, dan sebagainya).

Sedangkan orang yang paling berhak menerima infaqnya dijelaskan secara berurutan yaitu dimulai dari kedua orang tuanya kemudian kerabat-kerabat dekatnya (misal suami, istri, anak-anaknya, adik kakaknya, nenek kakeknya), setelah itu anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta orang yang kekurangan bekal perjalanan.

Allaah Ta’ala memberitahukan kepadanya segala jenis kebaikan yang dilakukan seorang hamba itu diketahui oleh Nya, dan Allaah Ta’ala memberikan balasan pahala dan mendorong mereka untuk berbuat kebaikan secara mutlak.

Ayat 215 dari surat Al Baqarah ini merupakan penjelasan bagaimana bentuk amal dalam rangka mematuhi Allaah Ta'ala, Rasulullaah Muhammad Saw, ulama dan orang-orang yang beriman. Sebagaimana sabda Rasulullaah Muhammad Saw:

خير الناس أنفعهم للناس

Artinya:
"Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
(HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni)

Iman kita dibuktikan dengan cara kita bermanfaat bagi orang lain. Kita lebih sering memberi, bukan meminta terus. Kita lebih sering membantu, bukan minta dibantu terus. Kita lebih sering menolong, bukan kita minta ditolong terus. Dan sebagainya. Intinya kita harus aktif, peduli terhadap orang lain. Semoga kita dimampukan memahami dan mengamalkannya.

---------
AL QUR'AN SURAT KE-2 AL BAQARAH AYAT 216

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya:
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allaah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.".

Setalah di ayat sebelumnya, yaitu ayat 215 yang mencontohkan bagaiamana taat pada Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw, di ayat 216 ini juga menjelaskan contoh lain dari taat pada Allaah Ta'ala dan Rasulullaah Muhammad Saw yaitu perintah untuk berjihad.

Jadi di masa sebelum hijrah ke-2 ke Madinah, semasa di Makkah, umat Islam tidak diperintahkan untuk berperang melawan musuh karena kondisi umat Islam belum kuat, umat Islam saat itu diperintahkan untuk menahan diri. Setelah hijrah ke Madinah, umat Islam makin banyak dan makin solid, maka Allaah Ta'ala memerintahkan mereka untuk berjihad melawan musuh. Jihad di sini maksudnya perang fisik melawan musuh.

Di saat itu, para sahabat merasa enggan untuk berjihad perang, karena memandang perang itu menyusahkan, menghabiskan harta benda bahkan rawan ditinggal mati keluarga. Tentu perang menyedihkan tetapi memerangi musuh saat itu diperlukan agar syiar Islam berkembang luas, itu butuh perjuangan. Memang perang itu tidak enak, tapi orang-orang kafir akan makin leluasa menjajah jika musuh tidak dilawan, sehingga Islam makin tertekan dan susah berkembang. Jadi perang yang saat itu dianggap susah, ternyata mengandung hikmah yang baik. Ini yang dulu tidak diketahui para sahabat.

Untuk kita sekarang, kalimat "...boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allaah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" itu bermakna kita harus berbaik sangka kepada Allaah Ta'ala atas segala kejadian, dan kita terus berpikir apa hikmah dari kejadian-kejadian tersebut sebagai pembelajaran.

Berbaik sangka kepada Allaah Ta'ala dan mengolah pikiran untuk mencari hikmah atas semua kejadian ini merupakan ciri-ciri orang berakal, seperti yang dijelaskan di kajian lalu.

Sungguh ada hikmah kebaikan di dalam setiap musibah, baik sangka kepada Allaah Ta'ala maka kita akan ridlo dengan semua ketetapanNya.

Ada kisah, seseorang sedang menuju bandara, dia buru-buru pulang ke kampung halaman, karena urgent sesuatu urusan. Karena macet di jalan, akhirnya dia terlambat sampai di bandara, pesawat sudah keburu terbang. Orang ini tentu sangat jengkel, marah. Tetapi beberapa saat kemudian dia mendengar pesawat yang rencananya dia tumpangi tadi mengalami kecelakaan. Baru orang ini sadar ternyata ada hikmahnya dia datang terlambat, dia lolos dari kecelakaan tersebut. Yang awal disangka tidak baik (macet sehingga tertinggal pesawat), ternyata justru itu kebaikan baginya.

Contoh lain, ada orang berteman baik dengan seseorang kenalannya, karena dirasa temannya ini baik maka dia percaya bahkan mempercayakan uangnya dia. Ternyata di kemudian hari, teman yang disangka baik ini malah membawa kabur uangnya. Yang awal disangka baik, ternyata justru itu buruk baginya.

Manusia menyukai sesuatu dan membenci sesuatu itu sering karena hawa nafsunya, akibatnya tidak bisa adil sehingga cenderung membenci yang tidak disukai hawa nafsunya dan cenderung menyukai apapun yang disukai hawa nafsunya. Padahal belum tentu begitu.

Jadi memang kalau kita berbuat sesuatu berdasarkan hawa nafsu, maka hasilnya akan tidak pasti, cenderung jelek hasilnya, membuat kecewa. Sedangkan kalau kita berbuat sesuatu berdasarkan apa yang Allaah Ta'ala sukai dan menghindari apa yang Allaah Ta'ala tidak sukai, maka kita akan mendapatkan hasil yang pasti memuaskan.

Kecuali nafsu yang mendapat rahmat Allaah Ta'ala.

---------
AL QUR'AN SURAT KE-2 AL BAQARAH AYAT 217

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya:
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allaah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidil haram, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allaah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Setelah turun perintah perang jihad di ayat 216, Rasulullaah Muhammad Saw mengutus pasukan kecil untuk melawan musuh, dipimpin oleh Abdullaah bin Jahsy, ketika itu akhir bulan Jumadil Akhir. Dalam perang, ada musuh yang terbunuh bernama 'Amr bin Al Hadromi.

Setelah perang selesai, orang-orang kafir yang memusuhi Islam menjelek-jelekan orang-orang Islam karena pasukan Islam di bawah pimpinan Abdullaah bin Jahsy sudah melakukan kesalahan besar yaitu berperang dan membunuh di salah satu harom, ternyata saat perang itu sudah masuk awal bulan Rajab.

Itu suatu dosa besar karena ada aturan di 4 bulan harom (Rajab, Dzulqodah, Dzulhijah dan Muharram) dilarang melakukan peperangan dan perbuatan dosa, dianjurkan memperbanyak ibadah. Orang-orang kafir pun mengikuti aturan ini, bahkan di bulan Dzulqodah mereka ada semacam pasar tempat berkumpulnya orang-orang, mereka berdagang, temu kangen bahkan penyair-penyair kumpul di sana. Jadi bulan harom itu bisa dikatakan bulan kebahagiaan, makanya dilarang perang dan menyakiti.

Jadi ketika pasukan Abdullaah bin Jahsy membunuh 'Amr bin Al Hadromi, orang-orang kafir complained bahkan mem-bully, memfitnah orang-orang yang beriman, serta menuduh Rasulullaah Muhammad Saw mengijinkan berperang di bulan-bulan harom.

Lalu turun ayat 217 dari surat ke-2 Al Baqarah ini yang menjelaskan benar memang berperang di bulan-bulan harom itu dosa besar (melakukan perbuatan dosa di bulan selain bulan-bulan harom memang tidak boleh tapi di bulan-bulan harom ini dikhususkan pelarangannya), tapi orang-orang kafir itu pun melakukan perbuatan dosa yang dosanya jauh lebih besar lagi yaitu menghalangi orang-orang beriman beribadah, memfitnah, mereka tetap ingkar, bahkan mengusir Rasulullaah Muhammad Saw dan orang-orang yang beriman.

Itu jauh lebih besar lagi dosanya!

Mereka bahkan tidak akan menyerah untuk membuat orang-orang yang beriman murtad tapi Allaah Ta'ala berfirman bahwa usaha orang-orang kafir itu sia-sia, karena Islam akan dimenangkan sebagaimana dijelaskan di Al Qur'an surat Al Fath : 28 sebagai berikut:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ

Artinya:
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.".

Hikmah untuk kita di jaman ini, kita harus berusaha maksimal untuk teguh pendirian dalam iman, agar tidak murtad mengikuti ajakan orang-orang kafir. Teladani Rasulullaah Muhammad Saw lewat ulama, bersungguh-sungguhlah agar kita dikaruniai kebaikan oleh Allaah Ta'ala.

Wassalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

“Subhaana kallaahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika”

Artinya:
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu."

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.