Tuesday, March 31, 2020

Tauhid Uluhiyyah (1)

Ustadz Muhtar
NURUL HUDA. Arti kata tauhid adalah menjadikan Allaah Ta'ala sebagai satu-satunya Tuhan (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allaah Ta'ala) dalam sifat dan af'al-Nya (af'al Allaah Ta'ala adalah perbuatan Allaah Ta'ala, bahwa semua yang ada dan terjadi di alam ini adalah perbuatan Allaah Ta'ala).

Tauhid berasal dari kata wahada (fi'il madli, kata kerja lampau, artinya mengEsakan) - yuwahidu (fi'il mudlorik, kata kerja sekarang dan yang akan datang), kata "tauhid" itu dalam bentuk masdar (masdar kalau dalam bahasa Inggris sama dengan gerund, yaitu kata kerja yang dibendakan, asalnya kata kerja tapi menjadi kata benda).

Di dalam Al Qur'an ada surat yang menjelaskan tentang tauhid, yaitu surat ke-112 Al Ihlas:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، اللَّهُ الصَّمَدُ ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ , وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Artinya:
Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.

Surat ini menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allaah Ta'ala, dan barang siapa membaca surat ini sekali maka sama dengan membaca sepertiga kitab Al Qur'an.

Abu Said Al Hudri radhiyallahu ‘anhu menceritakan, di suatu malam, ada seorang sahabat Rasulullaah Muhammad Saw yang mendengar temannya membaca surat Al Ihlas dan diulang-ulang. Pagi harinya, sahabat ini melaporkan kepada Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan nada sedikit meremehkan amalnya. Kemudian Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ

Artinya:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, surat Al Ihlas itu senilai sepertiga Al Qur'an.”.
(HR. Bukhari 5013 dan Ahmad 11612).

Jadi barang siapa membaca surat Al Ihlas 3x maka dia sama saja membaca seluruh kitab Al Qur'an.

Ayat pertama dari surat Al Ihlas (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) merujuk ke surat pertama kitab Al Qur'an, yaitu surat Al Fatihah. Dan ayat terakhir dari surat Al Ihlas (وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ) merujuk ke surat terakhir kitab Al Qur'an, yaitu surat An Nas.

Ketiga surat di kitab Al Qur'an tersebut menjelaskan tentang tauhid, yaitu:
1. Surat Al Ihlas
2. Surat Al Fatihah
3. Surat An Nas

Kemudian, ada 4 macam tauhid, yaitu:
1. Tauhid Uluhiyyah
2. Tauhid Mulkiyyah
3. Tauhid Al Asma' wash shifat
4. Tauhid Rububiyah
Di kajian ini, kita akan membahas pengantar tauhid Uluhiyyah, tapi kita lihat dulu sekilas macam-macam tauhid di atas.

1. TAUHID ULUHIYYAH
Yaitu mentauhidkan Allaah Ta'ala dalam segala bentuk peribadahan baik yang dlohir maupun batin. Allaah Ta'ala berfirman:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya:
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”.
(Al Fatihah: 5)

2. TAUHID MULKIYYAH
Yaitu mentauhidkan Allaah Ta'ala bahwa hanya Allaah Ta'ala yang memliki dan menguasai semuanya.

3. TAUHID AL ASMA' WAS SHIFAT
Yaitu mentauhidkan Allaah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allaah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullaah shallallahu’alaihi wasallam.

4. TAUHID RUBUBIYYAH
Yaitu mentauhidkan Allaah Ta'ala dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allaah Ta'ala serta menyatakan dengan tegas bahwa Allaah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allaah Ta'ala-lah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17).

Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allaah Ta'ala dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allaah Ta'ala.

Orang-orang jahiliyah dulu pun mengakui bahwa Allaah Ta'ala yang menciptakan mengatur alam semesta, bahkan dalam beberapa bukti sejarah ditemukan mereka untuk menyebut Tuhannya dengan kata Allaah meskipun dalam ibadah dlohir mereka tidak sesuai dengan tauhid Al Asma' was Shifat (karena mereka mensifati Tuhan berbeda dengan Asma'ul Husna), tidak sesuai pula dengan tauhid Mulkiyyah dan tauhid Uluhiyyah (karena mereka tidak mengakui dan tidak mengikuti Rasulullaah Muhammad Saw).

Kalau dijadikan urutan dari bawah ke atas, maka mulai dari bawah yaitu tauhid Rububiyah karena semua untuk semua manusia, kemudian di atasnya ada tauhid Al Asma was Shifat akan berkurang jumlah manusia yang meyakininya, kemudian di atasnya ada tauhid Mulkiyyah juga akan berkurang lagi jumlah manusia yang meyakininya dan urutan teratas adalah tauhid Uluhiyyah maka ada semakin sedikit orang yang benar-benar meyakini Allaah Ta'ala sebagai satu-satunya Tuhan dan mengikuti ajaran Rasulullaah Muhammad Saw dalam kehidupannya.

Dengan itu maka ada 2 teori tauhid, yaitu:

1. Teori konsekuensi tauhid.
Ketika seseorang mulai meyakini bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allaah Ta'ala, maka dia berada di tauhid Rububiyah yang itu konsekuensinya dia harus menerima tauhid-tauhid di atasnya yaitu tauhid Al Asma was Shifat, tauhid Mulkiyyah dan tauhid Uluhiyyah.

2. Teori cakupan tauhid.
Ketika seseorang sudah sampai pada taraf tauhid Uluhiyyah (meneladani Rasulullaah Muhammad Saw dalam semua perbuatan dlohir dan batinnya), maka itu berarti dia sudah mencakup semua tauhid di bawahnya (Mulkiyyah, Al Asma' was Shifat dan Rububiyah).

Ada pendapat dari seorang 'alim bernama Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin At Tamimi, beliau berkata:
"Sesungguhnya ilmu tauhid itu ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya, bahkan ilmu yang paling tinggi derajatnya."

Apa alasannya?

Karena ilmu tauhid itu mengenalkan kita kepada Allaah Ta'ala, yang ini seharusnya menjadi dasar semua manusia karena manusia itu ciptaannya Allaah Ta'ala maka kita harus mengenal pencipta kita. Seorang 'alim bernama Syeh Yahya bin Mu'adz Ar Razi berkata sebagai berikut:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه

Artinya:
“Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya."

Imam As-Suyuthi menjelaskan tentang makna kalimat di atas, bahwa ketika kita mengetahui bahwa sifat-sifat yang melekat di dalam dirinya merupakan kebalikan dari sifat-sifat Allaah Ta'ala, ketika kita mengetahui bahwa kita tidak kekal dan kelak akan hancur, niscaya ia akan sadar bahwa Allaah Ta'ala mempunyai sifat baqa’ (abadi).

Begitu juga ketika kita mengetahui kita diliputi oleh dosa dan kesalahan, maka ia akan menyadari bahwa Allaah Ta'ala bersifat Maha Sempurna dan Maha Benar.

Selanjutnya orang yang mengetahui kondisi dirinya dengan segala kelemahannya dan dengan segala kekurangannya, maka dia akan mengenal Tuhannya sebagaimana adaNya Yang Maha Benar dan Maha Suci.

Setiap kita wajib belajar ilmu tauhid, karena ilmu itu akan mencakup semuanya, tauhid mengenalkan kita kepada Allaah Ta'ala, mengenal Allaah Ta'ala sama dengan kita mengenal sifat-sifatNya dan af'al-Nya juga mengenal firman-firmanNya, kemudian akan membawa kita mempelajari kitab Al Qur'an, membawa kita mengenal pembawa kitab-kitab suci yaitu para Nabi dan Rasul serta ulama untuk kita taati, dan seterusnya.

Itu pentingnya kita belajar ilmu tauhid.

Belajar satu hal pokok, maka akan membawa kita untuk mempelajari banyak perkara, dan belajar ini tidak lekang oleh waktu, setiap saat harus belajar. Ulama berkata,

اُطْلُبوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى الْلَحْدِ

Artinya:
”Tuntutlah ilmu dari buaian (ketika masih kecil, pen.) hingga liang lahat (sampai meninggal dunia)."

Jangan puas dengan satu hal, pelajari hal-hal lainnya. Ulama sekelas Imam Ahmad bin Hanbal saja di saat beliau sudah tua dengan rambut putihnya, masih saja belajar dan belajar.

Gunakan waktu-waktu kita untuk belajar. Jangan berhenti belajar jika ajal belum menjemput, itu makna nasehat ulama di atas.

Belajar itu tidak harus sebagai murid, tapi ketika kita mengajarkan ilmu baik di media formal atau tidak formal, itu berarti kita juga belajar. Semakin kita mengajarkan ilmu kepada orang lain, maka Allaah Ta'ala akan semakin menambah ilmu untuk kita, kita akan semakin dipahamkan.

Pada ilmu tauhid, kalimat "laa ilaha illallaah", huruf Lam Alif di depan harus dibaca panjang karena dalam bahasa Arab disebut Lam Nahya yaitu maknanya "tidak" atau "jangan", bermakna larangan. Jangan dibaca pendek karena secaea makna menjadi berbeda. "Ilah" itu Tuhan yang disembah. "Illallaah", kecuali Allaah.

Kalimat "laa ilaha illallaah" mempunyai 10 konsekuensi, yaitu sebagai berikut:

1. Laa ma'buda bi haqqin illallaah.

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allaah Ta'ala. Yang berhak disembah, yang menjadi tujuan ibadah adalah Allaah Ta'ala. Ini soal ibadah kepada Allaah Ta'ala, menyangkut semua perbuatan kita yang diniati karena mematuhi perintah Allaah Ta'ala,.

Ada ibadah mahdloh, yaitu jenis ritual ibadah yang ada dalil dan dijelaskan caranya, waktunya dan sebagainya oleh Rasulullaah Muhammad Saw, misal sholat, puasa, zakat dan seterusnya.

Ada ibadah ghairu mahdloh, yaitu semua kegiatan manusia yang tidak dijelaskan oleh Rasulullaah Muhammad Saw tentang cara atau waktunya dan sebagainya, yang jika dilakukan diniati dalam rangka meneladani Rasulullaah Muhammad Saw maka bernilai ibadah, misal makan diniati agar badan kuat untuk sholat, untuk haji dan sebagainya. Atau belajar ilmu menggambar kursi agar jika dibuat nanti kursinya dengan panduan gambarnya maka tidak akan mencelakakan orang lain.

2. Laa ghayata illallaah.

Tidak ada yang menjadi tujuan kecuali Allaah Ta'ala. Bahwa semuanya akan hidup dan mati menuju Allaah Ta'ala, maka semua perbuatannya dilakukan dalam rangka "mardlotillaah" mencari ridlo Allaah Ta'ala yaitu dengan mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad Saw.

Apapun yang kita lakukan, kalau tidak untuk taat pada Allaah Ta'ala maka itu salah. Apapun yang kita lakukan kalau untuk mentaati Allaah Ta'ala dan mencari ridlo Allaah Ta'ala maka itu benar. Sebagai contoh, sehat itu jika diniati sebagai washilah (perantara) dengan ghayah-nya (tujuannya) Allaah Ta'ala maka itu benar, yang dengan kesehatan maka kita akan lebih mudah beribadah. Tapi jika sehat diniati sebagai ghayah (tujuan) maka itu salah karena melupakan Allaah Ta'ala. Jika sehat itu tujuannya, maka setelah sehat tidak akan taat pada Allaah Ta'ala. Ghayata llallaah, tujuan itu harus menuju Allaah Ta'ala.

3. Laa roziqo illallaah.

Tidak ada yang memberikan rejeki kecuali Allaah Ta'ala. Rejeki adalah semua karunia Allaah Ta'ala, mulai dari kesehatan lalu keselamatan, keamanan, kenyamanan, kebahagiaan, makanan, minuman, uang dan sebagainya. Semua itu dari Allaah Ta'ala melewati berbagai sunnatullaah sehingga sampai ke kita.

4. Laa malika illallaah.

Tidak ada yang menguasai kecuali Allaah Ta'ala. Dalam kemanusiaan, kita boleh memiliki menguasai sesuatu hal tapi harus didasari dengan keyakinan bahwa kita memiliki atau menguasai itu karena diijinkan oleh Allaah Ta'ala, tanpa ijinNya maka kita tidak akan bisa. Sesungguhnya Allaah Ta'ala Maha Berkuasa atas kita semua.

5. Laa mahbuba illallaah.

Tidak ada yang dicintai kecuali Allaah Ta'ala. Kita harus mencintai mahluq tapi kita mencintai mereka karena kita mematuhi perintah Allaah Ta'ala, cinta kita kepada makhluq itu didasari karena cinta kita kepada Allaah Ta'ala.

6. Laa hakima illallaah.

Tidak ada yang menentukan hukum kecuali Allaah Ta'ala. Kita dalam membuat hukum atau aturan dalam kehidupan harus dalam koridor aturan Allaah Ta'ala, tidak boleh menyalahi aturan-aturanNya. Aturan-aturanNya itu pasti baik untuk kita semua, tidak akan menyusahkan, tidak akan mencelakakan.

7. Laa kholiqo illallaah.

Tidak ada pencipta kecuali Allaah Ta'ala. Kita bisa membuat banyak hal, bisa merancang banyak hal itu karena dikehendaki oleh Allaah Ta'ala untuk bisa. Secara hakikat, Allaah Ta'ala yang menciptakan.

8. Laa waliyya illallaah.

Tidak ada yang memimpin atau tidak ada teman yang sangat dekat kecuali Allaah Ta'ala. Kata "wali" bisa diterjemahkan dengan teman sangat dekat.

9. Laa hafidlo illallaah.

Tidak ada yang memelihara atau penjaga kecuali Allaah Ta'ala. Manusia sebagai khalifah di bumi bertugas memelihara dan menjaga bumi seisinya, sesungguhnya Allaah Ta'ala yang memelihara dan menjaga, kita termasuk af'al-Nya.

10. Laa mudzabbiro illallaah.

Tidak ada yang mengelola kecuali Allaah Ta'ala. Semua jenis pengelolaan yang dilakukan manusia hakikatnya adalah af'al-Nya.

Ini sekilas tentang tauhid Uluhiyyah, hendaknya kita pelajari, kita pahami dan kita amalkan. Satu hal, kita harus dengan kesadaran mengaku bahwa Allaah Ta'ala Maha Segalanya, kita adalah lemah tidak bisa apa-apa dan sangat bergantung kepada Allaah Ta'ala.


Wassalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Artinya:
“Maha Suci Engkau Ya Allah dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu."

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.