Wednesday, March 25, 2020

Al Qur'an & Ahli Bait

Al Habib Shodiq bin Abubakar Baharun

Dari Al Habib Shodiq bin Abubakar Baharun berkata bahwa Al Habib Taufiq bin Abdulqadir Assegaf dalam salah satu majelisnya berkata sebagai berikut:

Al Habib Taufiq bin Abdulqadir Assegaf

Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf adalah orang yang selalu berpegang pada Al Qur'an, selalu bersama Al Qur'an sebagai penyelamat umat.

Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf

Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam bersabda sebagai berikut:

عن أبي سَعِيْد الخُذْرِي قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنَّنِيْ تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أهْلُ بَيْتِيْ. رواه الترمذي

Artinya:
"Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasulullaah SAW bersabda, ”Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullaah Al-Qur’an dan keluargaku.”
(HR at-Tirmidzi)

Kalau kita berpegang dengan 2 perkara itu (yaitu kitab Al Qur'an dan keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam), jangan dipisah-pisah tapi keduanya sekaligus, dijamin oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam tidak akan sesat. Ini berlaku di jaman mana pun dan di daerah mana pun.

Ada yang bertanya, "Lha itu ada (keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam) yang mabuk! Lha itu ada yang berbuat jelek!".

Yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam untuk mengikuti keturunan beliau adalah mengikuti ajarannya, bukan mengikuti orangnya. Apa yang diajarkan oleh keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam, ikuti! Sehingga kalau ada keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam yang mengajarkan tidak sesuai dengan kitabullaah, maka jangan diikuti! Jadi kalau mengikuti ajaran keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wa salam yang sesuai dengan kitabullaah, kita tidak akan tersesat selama-lamanya.

Kedua hal ini tidak terpisahkan, ikuti keduanya maka akan bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam di Mahsyar. Jangan memisahkan Al Qur'an dengan ajaran keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena akan sia-sia karena keduanya sudah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam.

Ini harus disampaikan kepada kaum muslimin, banyak ajaran yang menyeleweng, hal ini juga disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa pasti terjadi. Kita punya kewajiban menyampaikan agar kita semua diselamatkan.

Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam menggambarkan oleh ulama bahwa kita mengikuti keturunan beliau seperti naik kapal Nabi Nuh As.

مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ

Artinya:
“Perumpamaan Ahlul bait seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal ia akan tenggelam.”

Barang siapa mengikuti keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam yang tidak menyimpang dari Al Qur'an maka akan selamat.

Salah satu keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang perlu diikuti adalah Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf. Kalau diibaratkan, beliau seperti bintang yang bisa dijadikan patokan arah. Ikuti orang-orang seperti beliau di dunia ini, meski di dunia banyak bala' tapi semoga berkat keturunan Rasulullaah shallahu 'alaihi wa salam yang sholeh kita semua terhindar dari bala'. Semoga bala' cepat terkikis, karena dunia tidak mungkin tidak ada bala'.

Bagi orang-orang yang merupakan keturunan orang-orang sholeh maka harus sadar bahwa mereka dikaruniai nikmat oleh Allaah Ta'ala, mereka harus memahami hikmahnya dan mengamalkannya.

Kalau tidak mengamalkan, maka termasuk kufur nikmat. Misal Allaah Ta'ala mengkaruniakan uang berlebih pada kita, apa hikmahnya? Dengan uang itu bisa membantu fuqara wal masakin, bisa memberikan belanja yang cukup kepada keluarga, bisa pergi haji atau umroh, bisa membantu anak-anak yatim dan sebagainya. Itu hikmahnya dikaruniai kelebihan uang.

Akan tetapi jika kita dikaruniai oleh Allaah Ta'ala kelebihan uang tidak digunakan sebagaimana hikmah-hikmah tadi, malah untuk melakukan keburukan, uangnya digunakan untuk berjudi, untuk narkoba, dan sebagainya, maka kita menggunakan uang tidak sebagaimana hikmahnya. Disitulah terjadi kufur nikmat.

Jika kita melakukan sebagainya hikmah, maka akan banyak kebaikan yang dikaruniaikan oleh Allaah Ta'ala kepada kita, kita akan dicintai oleh Allaah Ta'ala.

Ulama mengartikan syukur itu adalah menggunakan nikmat sebagainya hikmahnya, yaitu digunakan untuk hal-hal yang akan mendatangkan cinta Allaah Ta'ala.

Kalau kita sebagai keturunan Rasulullaah shallahu 'alaihi wa salam, keturunan orang-orang yang sholeh, keturunan kyai atau keturunan ulama, itu merupakan nikmat dari Allaah Ta'ala, ini berarti kita dipilih oleh Allaah Ta'ala. Kemudian apa hikmahnya? Hikmahnya adalah kita harus mengikutinya jalan leluhur kita yang sholeh. Ini tanda kita bersyukur atas nikmat Allaah Ta'ala, dan barang siapa bersyukur maka akan ditambah nikmat lagi.

Tapi bagaimana jika kita tidak mengikuti jalan leluhur kita yang sholeh, malah memilih keburukan sebagai jalan? Itu berarti kita berseberangan dengan jalan leluhur kita yang sholeh, kita tidak menggunakan nikmat ini sebagaimana hikmahnya. Ini akan menyebabkan murka Allaah Ta'ala.

Kita bisa lihat Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf, beliau keturunan Rasulullaah shallahu 'alaihi wa salam, hafal Al Qur'an, 'alim (banyak ilmu) dan istiqomah.

Diceritakan oleh Al Habib Husein bin Abdullaah, beliau dulu pernah bertemu dengan putra dari Al Habib Ja'far yaitu Al Habib Husein bin Ja'far Assegaf di Makkah, diceritakan ketika Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf (Tarim - Yaman) ada di kota Makkah dulu, beliau i'tikaf di Masjidil Haram & beliau manglilingi tiang-tiang di sana satu per satu. Di setiap tiang, beliau mengkhatamkan Al Qur'an.

Bagaimana beliau tidak diangkat derajatnya? Ibadah paling afdlol bagi umat Islam adalah membaca Al Qur'an.

Dalam kitab Risalatul mu’awanah karya Syarif Abdullaah bin ‘Alawy Al Haddad menyebutkan sebuah hadist yang menerangkan tentang hal tersebut. Rasulullaah shallahu 'alaihi wa salam bersabda :

أفضل عبادة امتي قراءةالقرأن

Artinya:
“Lebih utama –utama ibadah ummatku adalah membaca alqur’an“

Bahkan ketika sufyan Attsauri RA ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang dijalan Allah atau membaca Alquran, beliau menjawab “Saya lebih menyukai orang yang membaca Al Qur'an, karena Rasulullaah bersabda ”Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran kemudian mengajarkanya”.
(H.R. Bukhari)

Tapi sekarang jarang orang membaca Al Qur'an, bahkan orang tua biasa saja ketika anaknya tidak membaca Al Qur'an. Ini perlu menjadi perhatian kita semua, kita harus meneladani ulama yang dalam kesibukannya masih tetap membaca Al Qur'an.

Kita teladani orang-orang seperti beliau untuk kemudian kita ikut membaca Al Qur'an, memahami Al Qur'an, merenungi isi Al Qur'an untuk kemudian kita amalkan

Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf dulu setiap hari hafal Al Qur'an, dengan suara yang bagus dalam mengucapkannya (Allaah Ta'ala mengkaruniakan suara digunakan oleh Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf untuk membaca Al Qur'an). Beliau juga dikenal sabar dalam menghadapi musibah yang terjadi.

Jadi jangan dianggap orang-orang yang dekat dengan Allaah Ta'ala itu jauh dari musibah, ketahuilah orang yang paling besar mengalami cobaan itu para Nabi dan Rasul, kemudian orang-orang di bawahnya, lalu orang di bawahnya lagi dan seterusnya. Cobaan ulama jauh lebih besar daripada orang-orang awam.

Bedanya, orang-orang awam dalam menghadapi cobaan tidak sabar, akhirnya mereka mendapatkan murka Allaah Ta'ala. Sedangkan orang-orang sholihin dalam musibah pun tetap beribadah kepada Allaah Ta'ala, tetap sabar bahkan semakin meningkatkan keimanan dalam kondisi susah mereka.

Orang-orang sholeh selalu ingat Allaah Ta'ala dalam semua kondisi, termasuk Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf dalam kondisi sakit tetap mengingat Allaah Ta'ala, tetap memuji Allaah Ta'ala. Bagaimana dengan kita kalau dilanda kesusahan? Apakah tetap ingat Allaah Ta'ala dan makin meningkatkan iman atau sebaliknya?

Bagi kaum sholihin yang mencintai Allaah Ta'ala, mereka menganggap sakit itu sebagai nikmat karena itu karunia Allaah Ta'ala, apapun bentuk karunia Allaah Ta'ala dianggap sebagai nikmat.

Perumpamaannya seperti ini, kita dicubit oleh kekasih hati kita, kita tidak akan marah apalagi dendam, malah bertambah kecintaan kita kepadanya, itu cubitan sayang. Begitu yang dirasakan Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf kepada Allaah Ta'ala ketika dikaruniai sakit, beliau menganggap ini bagian dari cinta Allaah Ta'ala.

Rasulullaah shallahu 'alaihi wa salam bersabda sebagai berikut:

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ

Artinya:
“Jika Allaah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji."
(HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Shahih).

Semakin beriman seseorang, maka akan semakin diuji oleh Allaah Ta'ala, bukan berarti bebas ujian.

Suatu saat Al Habib Muhsin bin Idrus Al Hamid mengabarkan bahwa ada seorang wanita (dalam riwayat lain ada juga seorang pria bertanya yang sama) bertanya kepada Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf mengapa beliau sering sakit padahal beliau kalau mendo'akan agar sehat diijabah oleh Allaah Ta'ala, tapi beliau sendiri malah sakit. Al Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf menjawab ini tidak tidak aku anggap sebagai sakit tapi sebagai nikmat dari Allaah Ta'ala.

Mudah-mudahan kita menjadi semangat mengikuti jalan orang-orang sholeh, semangat membaca Al Qur'an dengan istiqomah, kita senangkan Rasulullaah shallahu 'alaihi wa salam. Ajak anak-anak kita untuk juga suka membaca Al Qur'an.

Aaamiiin Aaamiiin ya Rabbal 'alamin.

Wassalam 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.