Wednesday, September 03, 2008

Renungan Menjelang Gajian

Oleh: Temie Iswanto

Pagi ini Anda merasa sehat. Nafas Anda terasa segar. Mata Anda dapat melihat dan memandang dengan sempurna. Telinga Anda dapat mendengar.

Ada kalanya sambil kerja Anda makan sedikit nyamikan, menulis atau membaca email; Disana Anda dapatkan sesuatu yang menggembirakan, yang lucu, atau malah membuat Anda prihatin atau Anda tergerak untuk sekedarmengucapkan bela sungkawa dan lain sebagainya. Semua itu adalah nikmatbuat Anda.

Anda bergegas ke kamar kecil, untuk sekedar membuang air kecil atau lebih daripada itu. Tidak seperti mengeluarkan uang, Anda ternyata bisa begitu ikhlas dalam mengeluarkannya. Kalo sedikit saja nyangkut, Anda cepat-cepat 'mengeden'. Bukan apa-apa tetapi agar Anda bisa merasa plong sesudahnya. Pengalaman berulang ini menunjukkan betapa Anda merasa segar justru setelah mengeluarkannya. Itu semua adalah sebagian dari nikmat yang besar yang sering kali orang lupa untuk mensyukurinya.

Hari ini Anda barangkali melihat orang lain mendapat musibah atau mungkin mendengar beritanya. Ada yang rumahnya terbakar, ada yang kemalingan, ada orang yang dibunuh, ada orang yang stroke, kecelakaan, kena kanker atau mesti dirawat inap berbulan-bulan di rumah sakit tanpa kepastian kapan akan sembuh. Ada juga orang yang kerasukan jin, ada yang katanya kena santet, ada yang masuk bui, dsb. Semua kejadian itu terjadi pada orang lain. Kita? Ah... barangkali hal itu tidak pernah terlintas akan terjadi pada diri kita.

Orang tua selalu mengingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi. Kalau hari ini kita sehat, bukan suatu yang mustahil suatu waktu nanti kita akan sakit. Kalo sekarang kita dalam kelapangan, bukan tidak mungkin ada masa-masa dimana dunia ini terasa sempit. Kalo hari ini kita bisa mengunduh nikmat hampir tiap hari, boleh jadi ada masanya dimana hari-hari kita malah terpaksa mengeluh dan menggerutu. Bayangkan... jika hari itu sampai. Jika masa itu datang dimana nikmat yang Anda miliki hari ini mulai berguguran atau bahkan menguap.

Bayangkan, Anda yang sehat bugar hari ini dalam keadaan lemah lunglai tak bertenaga, karena sakit atau tua. Hari itu makan tak terasa enak, tidur tiada dapat lelap, memandang pun sia-sia karena mata telah kabur, ingin mendengar malah terdengar suara bentakan... Hari itu Anda begitu menderita.

Sungguh tidak akan ada yang dapat menolong Anda pada hari itu selain amal kebajikan yang Anda siapkan hari ini. Yang demikian adalah karena siapa saja yang mengasihi penduduk bumi dengan amal kebajikannya, maka penghuni langit akan mengasihinya pula. Siapa saja yang mengasihi dia akan dikasihi. Siapa saja yang suka menolong maka dia akan mendapat pertolongan pada saat dia benar-benar memerlukannya. Apa dan bagaimana bentuknya, itu termasuk perkara yang ghaib.

Bersegeralah Bersedekah

Oleh : Temie Iswanto

Pagi yang cerah di Pattaya. Semoga demikian juga keadaan di tempat anda dan khususnya keadaan di hati anda.

Jika karena satu dan lain hal hati anda misalnya dalam keadaan tidak cerah, kenapa tidak segera bersedekah saja? Jika karena satu dan lain hal anda terjebak dalam kesulitan, kenapa tidak segera bersedekah saja?

Jika anda termasuk mereka yang merasa rezekinya seret, kenapa tidak segera bersedekah saja? Jika anda misalnya dalam keadaan merasa letih, lesu dan lemah sebagaimana yang biasa dialami oleh orang-orang yang sudah tua, kenapa tidak segera bersedekah?

Sedekah --percaya ato tidak-- memiliki beberapa keutamaan bagi siapa saja yang melakukannya. Diantaranya adalah: mengobati sakit; "Obatilah penyakitmu dengan sedekah" (hadits), menolak bala; "Bersegeralah bersedekah, sebab bala tidak pernah bisa mendahului sedekah" (hadits), murah rezeki; "Pancinglah rezeki dengan sedekah" (atsar), dan panjang umur; "Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur" (hadits).

Muslim atau bukan, sedekah bisa menjadi katalisator untuk semua hal tersebut di atas selama kita tinggal di dunia ini. Salah satu buktinya barangkali adalah salah seorang kerabat saya yang non muslim. Dia gemar bersedekah. Dia selalu menyiapkan uang receh untuk para pengemis dan menyisihkan sebagian rezeki lainnya untuk orang-orang lain yang menarik simpatinya. Dia pengusaha krupuk saja, tapi rezekinya seperti air yang mengalir.

Maka benarlah orang yang mengatakan bahwa rezeki seseorang itu ditopang oleh orang-orang miskin yang dinaunginya. Semakin banyak orang yang dinaunginya, semakin banyak rezeki yang mengalir melaluinya. Maka benarlah perkataan yang menyebutkan bahwa tidak akan jatuh miskin orang yang gemar bersedekah.

Lalu apa lagi yang mau ditunggu? Ayo kita bersegera bersedekah...

Sepenggal Peristiwa

Oleh : Temie Iswanto

Dalam satu perjalanan saya melihat seorang wanita yang saya kenal hampir telanjang duduk di pinggir jalan. Seorang wanita yang hampir lumpuh karena sakitnya. Suaminya banyak berkhidmat untuknya. Sayang, saat itu tidak terlihat di sekitarnya.

Beberapa orang lelaki yang mengenalnya berbicara satu sama lain. Apa yang mereka bicarakan mungkin sama seperti yang saya pikirkan, bagaimana menolongnya sementara saya adalah lelaki dan bukan mahramnya. Kemudian Allah SWT memberi sedikit kelebihan sehingga saya segera memanggil seorang anak untuk memberinya kain.

Saya dekati dia, lalu saya tanya, "Kin kaw reu yang?" Sudah makan belum ya? Yang ditanya malah menangis. Ah... kenapa dia menangis di depan saya. Saya bergegas meninggalkannya. Saya tidak mau orang lain melihat ada lelahan air di mata saya. Dalam hati, saya bersyukur saya dalam keadaan sehat, tidak sakit seperti orang ini. Selain itu saya juga punya istri yang mau diajak menolong orang lain. Saya mesti segera pulang dan mengajak istri untuk menolongnya.

Setelah menyiapkan bekal sebungkus nasi dan lauknya, kami mendatanginya. Perempuan tadi telah tergeletak lemah. Di sekitarnya berkumpul beberapa orang lelaki yang ragu untuk menolongnya. Mungkin karena baunya.

Istri mulai menangis dan berteriak agar saya segera mengangkatnya, tapi saya bergegas mencari kursi rodanya. Kursi roda itu tidak ada. Saya kembali. Istri berusaha mengangkatnya, sesuatu yang sulit dilakukan seorang diri. Alhamdulillah, beberapa orang membantu kami mengangkatnya ke tempat duduk panjang. Yang diangkat terus menangis dan mengaduh.

Setelah agak tenang, dia berbisik kepada istri. Katanya, "Kit teung po." Dia kangen bapaknya! Tidak lama kemudian sang suami datang dengan sekantung rezeki. Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik atas kesabaran mereka menanggung sakit dan derita. Amiin.

Lupa Sebagian dari Nikmat

Oleh : Temie Iswanto

Barusan diskusi kecil dengan atasan (bule). Nampaknya sih sedang happy. Tidak lama kemudian diambilnya buah cherry, lalu dilahapnya. Tidak itu saja, dia ambil sebuah cerry yang lain lalu diberikannya kepada saya. Melihat boss menikmati cerry itu, saya pun melalapnya. Enak rasanya.

10 menit kemudian di depan komputer... masya Allah... saya baru ingat kalo saya sedang puasa. Astaghfirullah, ternyata saya lupa bahwa pada saat diskusi tsb saya sedang puasa. Saya mohon ampun. Ah... semoga saja hal itu merupakan sebagian nikmat dari Allah SWT. Lebih daripada itu mudah-mudahan itu sebagian dari rezeki yang datangnya tidak disangka-sangka...

Jadi ingat kisah lama sekitar 10 tahun yang lalu. Hari pertama puasa seperti biasa saya masuk kerja. Sebagaimana yang biasa saya lakukan sebelum Ramadhan, pagi itu - menjelang bekerja - saya buat minuman teh campur creamer. Di sebelah saya berdiri office boy yang memperhatikan saya membuat minuman. Dia melihat saja tanpa bicara sepatah katapun.

Sebagaimana biasa, sambil duduk di depan komputer saya serubut minuman itu. Hingga beberapa menit kemudian... saya teringat bahwa hari itu adalah puasa. Masya Allah, kenapa office boy tadi ga kasih tahu? Ketika ditanya, dia bilang bahwa dia merasa aneh tanpa bisa komentar apa-apa. Ya Allah...

Antara Berkonsep & Tidak Berkonsep

Hendra :
Ada seorang filosofi mengatakan mengenai konsep tentang agama : untuk masyarakat umum beragama itu adalah benar atau baik, untuk orang bijak (wise people) beragama itu adalah palsu, untuk penguasa beragama itu adalah alat yang berguna. Monggo mas mas mau berkonsep yang mana...he..he…


Dhika :
Wah.. bingung nih Mas mau pake yang mana. Benarkah beragama itu baik? Buktinya banyak kekerasan dilakukan atas nama agama. Apa iya mas orang-orang bijak mengatakan agama itu palsu sebab banyak juga orang-orang (yang saya anggap) bijak justru berangkat dari nilai-nilai agama. Terus untuk penguasa agama... hehehe.. kalau yang ini no komen deh...


Yusa :
Keras atau tidak itu relatif...beragama tidak berarti keras sebagaimana terlihat di tivi dan koran, tergantung bagaimana kita bersikap. Jangan bingung, mas...silahkan dipilih dengan rasa.



Adji :
Setuju mas Yusa, beliau-beliau itu yang melakukan kekerasan dengan 'jubah' agama sedang ber-proses menjadi bukan diri-Nya. Tak akan ada tinggi, bila seseorang tidak mengenal apa itu rendah. Tak akan ada KASIH SAYANG bila seseorang belum melakukan KEKERASAN.


Yusa :
Bisa jadi seperti itu tapi jangan lantas niat sengaja melakukan kekerasan dulu agar nanti bisa berkasih-sayang...jangaaan...jangan! Berusahalah semaksimal mungkin berkasih-sayang, kalau terpeleset melakukan kekerasan usahakan agar itu sebuah kekhilafan. Khilaf adalah alami dan wajar. Sementara kesengajaan berbeda dengan kekhilafan. Ngaten, mas Adji?



Semar Samiaji :
Mas Yusa...ijinkan bertanya...jika Mas sudah pilih dan itu sesuai dengan makna kekerasan yang Mas pahami dan kaji...lalu, saat ada peristiwa bentuk kekerasan yang demikian, apa yang Mas UJUDkan dalam hidup dan kehidupan NYATA?

...Misalnya suatu majelis, apakah membuka wacana agar bisa ujudkan hidup dalam kedamaian TANPA mengecap pihak lain dengan kata misal syirik, musyrik dsb...atau membangun satu pandangan bahwa pilihan RITUAL adalah hak setiap individu, sehingga kalau ada yang melakukan ritual dengan cara yang berbeda sebagai mana keyakinan Mas BUKAN satu hal yang perlu dibahas atau dikaji DI LINGKUNGAN yang SEJENIS dengan Mas.....

Semoga ini adalah juga termasuk UJUD rasa pilihan ya Mas....


Yusa :
Setiap perbuatan tentu ada balasannya, ada sebab tentu ada akibat. Jika ada seseorang hari ini mengalami ketidak-nyamanan karena perbuatan orang lain maka (diluar salah atau tidak korban) yang perlu dipertanyakan apa yang sudah dia lakukan tempo hari kok hari ini dia disakiti orang lain.


Tapi ini tidak berarti kita boleh dengan sengaja berniat sejak awal menyakiti, tidak sama sekali tidak boleh berniat menyakiti orang. Yang sering kali timbul adalah sejak awal berniat baik, tapi di tengah jalan karena banyak hal maka dia menjadi mengikuti hawa nafsunya, emosi timbul, kemarahan berhadapan dengan kemarahan hingga timbul perselisihan.

Yang baik jadi tidak baik!

Berusaha berniat baik semaksimal mungkin, berusaha tidak emosi, kalaupun emosi berusaha hanya di dalam hati saja dan jangan ujudkan lewat lesan atau perbuatan agar tidak menimbulkan perselisihan. Minimal seperti itu. Meredam api di hati kita sendiri lebih mudah daripada meredam api yang sudah terlanjur membakar hati orang lain. Kalau orang lain ikut terbakar maka ada dua pekerjaan kita, meredam api di hati kita dan api di hati mereka. Meminimalkan akibat insya Allah lebih baik.Tapi tentu berbuat baik kepada dirinya sendiri dan sesama adalah lebih baik. Tidak ada yang terbakar, tidak ada pertentangan sehingga semuanya akan mudah berjalan menuju kebaikan, menuju Allah Swt lewat jalannya masing-masing.

Yang tidak baik itu perbuatannya, bagaimana orangnya apakah berstatus pendosa di hadapan Allah Swt ketika sudah melakukan maksiat? Allahu a'lam...hanya Allah Swt Yang Maha Mengetahui hamba-Nya. Kita lebih baik berbaik-sangka.

Seperti bapak, disaat mengetahui ada yang kurang pada saya maka bapak tentu akan mengingatkan agar saya menjadi lebih baik lagi. Lalu, apakah saya mutlak pendosa di hadapan Allah Swt? Ya Allaaah...saya harap Allah mengampuni dosa-dosa saya.


Adji :
Kekerasan bukan saja terjadi pada lingkup jasad atau fisikal, tetapi juga pada sisi mental atau psikologi. Kekerasan dalam iman atau dogma atau konsep mungkin salah satunya. Pada sebagian orang, kekerasan dilakukan tanpa di SADARI, tetapi kembali lagi, ini adalah PROSES.


Yusa :
Betul...semua ini adalah proses dan semoga proses-proses kita ini menghasilkan hasil yang baik bagi kita dan sekitar kita.



Hendra :
Bila itu sebuah KEKHILAFAN adalah alami dan wajar...wah ini sulit bagi saya untuk menerimanya..karena pada dasarnya manusia itu baik. Bagaimana menurut pengertian Mas Yusa apa yang dimaksud dengan alami dan wajar sebagai difinisi KEKHILAFAN.


Yusa :
Maksud saya khilaf itu perbuatan yang tidak disengaja, artinya sejak awal perbuatan kita tidak berniat dengan sengaja akan menyakiti orang misalnya. Kalau di tengah jalan dia berbuat keliru maka itu alami selama dia berusaha berbuat baik, menghindari kekerasan. Selama menjadi manusia maka salah, keliru, khilaf, baik, benar dsb adalah wajar.


Tapi kalau khilaf ini sering dilakukan maka harus diperbaiki agar bertambah lebih baik lagi.Pada dasarnya memang baik tapi ada banyak hal yang bisa membuat kita menjadi tidak baik, selain faktor dari dalam, faktor lingkungan bisa juga.


Adji :
Itu sih namanya 'mohon maklum' kali ya mas Yusa? :-)


Yusa :
Iya mas, namanya juga manusia tidak luput dari salah dan keliru. Itulah salah satu beda kita (makhluq) dengan Tuhan Yang Maha Benar.


Semar Samiaji :
Mas Yusa yang baik...hapunten, saya BUKAN penganut paham sebab akibat...semua sifat yang Mas nyatakan sebagai itu semua ada di dalam setiap diri manusia, begitu pun saya....namun, konteks yang perlu dikaji dan syukur-syukur bisa diterapkan adalah "bagaimana" dengan pernyataan baik TANPA memberi penilaian kepada pihak lainnya....kenapa ini perlu? Karena yang akan MEMBERIKAN PUTUSAN AKHIR adalah YMK dan UtusanNYA...dalam keyakinan Mas ini yang dikenal dengan SYAFAAT....FAKTA adalah begitu banyaknya manusia yang aku2 jadi KEKASIH YMK....dengan segala bentuk dan penyampaiannya...NAMUN, kenapa ndak pernah NYATA dalam laku hidup dan kehidupan...

JIka memang BENAR2 merujuk kepada RASULnya masing2, seyogyanya hidup dan kehidupan makin ok dong...makin damai...makin toleran...namun, apa kenyataannya??...Ini fakta lho Mas....so, saat Mas sampaikan ini, juga mengingatkan kepada saya, apakah diri ini TERJEBAK dengan peri laku yang SUJATI dengan NYATA atau hanya "sanjung2" doang?

Apa yang ingin saya highlight adalah saat diri berproses PERLU juga meyakinkan ke diri bahwa kalau sudah YAKIN dengan YMK dan UtusanNYA...ya jangan berlebih-lebihan dengan manusia lainnya...ambil maknanya UJUD laku hidup dan kehidupan....dalam rangka mencapai apa yang sujatinya manusia....BUKAN dengan ajaran ini dan itu berlebih-lebihan namun UJUD NYATAnya malah sebaliknya apalagi menzalimi pihak lain dengan mengatasnamakan KEBAIKAN.

Apa yang sesungguhnya terjadi adalah BANYAKnya manusia yang HANYA jadi PENGEKOR....pengekor dari satu ajaran, TANPA mau menempatkan dengan SUNGUH2 TUHAN DAN UTUSANNYA dalam HATI YANG SUNGGUH2.....silahkan tanyakan ini ke dalam hati setiap diri.....silahkan.....


Yusa :
Panjenengan benar, saya harap kita semua bisa seperti yang bapak jelaskan. Kalaupun saat ini ada yang belum seperti itu, atau sudah tahu konsepnya tapi belum mengamalkannya mudah-mudahan apa yang kita lakukan adalah proses menuju ke arah itu yaitu menyatakan atau menyampaikan tanpa menilai.


Kalau saat ini masih banyak yang "menyampaikan sambil menilai" maka kesempatan bagi kita yang sudah bisa "menyampaikan dengan tidak menilai" untuk menambah kebaikan. Selama masih dikaruniai hidup insya Allah masih ada harapan. Amin.

Merujuk ke Rasul itu terbaik menurut saya, lalu kenapa masih banyak orang yang sekedar niat saja belum bisa mengamalkannya? Apakah salah dia merujuk ke Rasul? Saya rasa tidak, tidak salah merujuk ke Rasul hanya saja yang perlu diperbaiki adalah bagaimana dia memahami apa-apa yang dinasehatkan oleh Rasulnya lalu mewujudkan dalam perilaku sehari-hari. Mungkin tidak mudah tapi kalau ada niat insya Allah bisa, bisa menyatakan...bisa menyampaikan tanpa menilai. Hanya menyampaikan saja, sisanya adalah hak prerogatif Allah Swt. Idealnya seperti itu.

Yah mudah-mudahan kita akan lebih baik lagi. Amin... :-)


Hendra :
Terima kasih mas Yusa,...tapi saya kurang setuju bila masih mengatakan : "selama menjadi manusia maka salah, keliru, khilaf, baik, benar, dsb adalah wajar" bila masih tilik manusia kan? Terjadilah konsep seperti itu yang mas Yusa tuliskan, bukan?


Yusa :
Sama-sama, mas...tidak apa-apa mas kurang setuju, ini juga wajar (menurut saya). Manusia itu makhluq dan makhluq beda dengan Tuhan. Makhluq bisa melakukan kebaikan, bisa melakukan keburukan, bisa melakukan kekeliruan, bisa melakukan kebenaran, bisa melakukan hal-hal yang dia tidak sengaja karena lupa dan bisa melakukan hal-hal yang terpaksa karena adanya tekanan dari pihak lain dsb.


Manusia...manusiaaa...lengkap dikaruniai akal, pikiran, hati, hawa nafs, anggota badan seperti mata, hidung, tangan dsb sebagai perangkat untuk menuju kepada-Nya. Masih ditambah dengan orang-orang yang masya Allah lengkap di sekitar kita juga sebagai sarana menuju kepada-Nya. Di sekitar kita ada banyak macam orang yang bisa menjadi perantara kita berbuat baik, seperti panjenengan dkk yang menyampaikan kebaikan kepada saya.

Semoga kebaikan panjenengan semua dibalas jauh lebih baik lagi oleh-Nya. Amin. :-)


Semar Samiaji :
Semoga Mas....dan semoga diskusi ini bukan basa-basi...namun, sungguh2 itikad untuk ujudkan dalam ruang hidup dan kehidupan sebijak mungkin dengan apa yang diri mampu berikan di dalam hidup dan kehidupan.....dan melalui ini, paling sedikit setiap diri, tidak akan memperkeruh sikon yang memang sedang memprihatinkan....

Tuesday, September 02, 2008

Ber-Tuhan dengan Beragama

Kondisi tiap orang berbeda2 termasuk dalam hal pemahaman akan hak dan kewajiban kepada dirinya dan sekitarnya, karena itu perlu adanya aturan yang mengatur kita agar menjadi lebih teratur, agar tidak menyakiti orang lain dsb.

Tidak bisa kita hidup tanpa aturan dan hukum sebab akan rawan timbul perselisihan. Kenapa? Karena pemahaman diantara kita tidaklah sama, seandainya pemahaman semua orang sama saling menghormati, menghargai maka tidak akan ada kekhawatiran perselisihan. Karena itu tetap perlu aturan dan hukum serta hukuman agar kita tahu tidak enak disakiti maka begitu pula rasanya mereka yang kita sakiti, agar kita bisa lebih memahami bahwa yang kita lakukan adalah kurang baik dan ada yang lebih baik lagi.

Perlu adab, perlu akhlaq, perlu aturan, perlu hukum, perlu syari'at, perlu thoriqoh, perlu tasawuf, perlu hakikat dan perlu ma'rifat dsb. Perlu semuanya agar seimbang.

Allah Swt Maha Sempurna dengan mengutus Nabi yang sempurna yang disertai dengan kitab yang sempurna untuk kita, Alqur'an. Kitab-kitab lain harus diyakini keberadaannya tapi bagi kita adalah kitab Alqur'an yang diajarkan Nabi Saw kepada kita lewat para pendahulu kita dan lewat guru kita. Aturan dan hukum bersumber kepada Alqur'an dan sabda Nabi Saw. Dengan mengikuti kitab ini insya Allah kita mengikuti jalan yang lurus yang mengantarkan kita kepada keselamatan dari Yang Maha Menyelamatkan.

Bagi yang tidak mempercayai dan tidak mengikuti kitab Alqur'an dan sabda Nabi Saw maka tidak ada pemaksaan bagi mereka, lalu apakah mereka tidak akan selamat? Allahu a'lam, keselamatan hanya milik Allah Swt. Yang pasti Islam adalah agama yang selamat dan menyelamatkan.

Allah Swt yang menciptakan mereka (dan kita), yang menghendaki mereka (dan kita) maka Allah Swt sudah tentu ada rencana terhadap mereka (dan kita). Dan, rencana Allah Swt pasti indah dengan segala keindahannya.

Mengikuti Nabi yang indah sayidina Muhammad Saw adalah jalan yang lurus.

Monday, September 01, 2008

Happy Bike To Work Day

SELAMAT ULANG TAHUN BIKE TO WORK
LET'S ACT BEYOND GREEN
LET'S BIKE TO WORK