Saturday, July 29, 2006

Kunjungan Habib Alwi Solo Kepada Habib Abubakar Gresik 2

Assalamu'alaikum wr wb

Saya ambil dari http://www.zawiya.net

Pertemuan Dengan Habib Husein Al-Haddad Jombang
(Catatan Habib Abdulkadir bin Husein Assegaf)

Mobil melaju dengan cepat, seakan bumi ini dilipat.Tak terasa kami telah sampai di Jombang. Kami segera menuju rumah Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad. Sewaktu mobil kami berhenti di halaman rumah beliau yang luas, beliau memanggil pembantunya, “Hai Aman! Lihatlah, siapa yang datang!” Sayyidiy Alwi berkata, ‘Ini pertanda baik lagi[4].”

Kami lalu memasuki rumah beliau yang luas, yang selalu dipenuhi tamu; pagi maupun sore. Mengetahui yang berkunjung Sayyidiy Alwi, Habib Husein segera berdiri menyambut beliau dengan gembira, “Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta.

Ya Allah, aku memohon kepadamu kebaikan yang datang secara tiba-tiba.

Habib Husein tidak diberi kabar bahwa Sayyidiy Alwi akan datang berkunjung. Beliau lalu membacakan bait-bait syair Habib Abdullah bin Husein bin Thohir:

Tuhanku, pemberian-Mu amat banyak
dan seluruh perbuatan-Mu amat indah
dan angan-anganku pada-Mu amat panjang
maka bermurahlah kepada orang-orang yang berharap

“Kedatangan kalian ini adalah karunia dari Allah. Alhamdulillâhi robbil ‘âlamîn.”

Habib Husein merasa sangat gembira dengan kedatangan Sayyidiy Alwi.

Setelah semuanya duduk dengan nyaman, Sayyidiy Alwi[5] memberitahu Habib Husein[6], “Kepergianku dari Solo adalah untuk mengunjungi Habib Abubakar bin Muhammad Asseggaf di Gresik. Sebab, beliau telah berulang kali mengirim utusan mengundangku. Aku datang kemari untuk meminta pendapat dan saran, karena aku dengar engkau tidak ingin aku datang kepadanya. Aku sengaja menunda kepergianku karena ucapanmu ini. Sekarang aku telah datang, jika kau perintahkan aku untuk melanjutkan perjalanan, aku akan melakukannya. Tetapi jika kau larang aku melanjutkan perjalanan,aku akan pulang.”

Habib Husein lalu menjelaskan, “Aku tidak pernah mengutus seseorang untuk melarangmu pergi. Hanya saja, ketika aku berada di rumah Habib Abubakar, beliau berkata kepadaku, ‘Aku mengemban amanat Habib Ali untuk Alwi. Aku ingin ia datang kemari agar amanat itu dapat kusampaikan.’ Aku lalu berkata kepada beliau, ‘Engkau adalah rumah amanat, di tanganmu amanat itu pasti terjaga, dan Alwi masih hidup bersama kita.’ Sekarang kupikir Habib Abubakar ingin menyampaikannya kepadamu. Hanîan laka… Selamat untukmu. Berilah kami bagian.

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (QS An-Nisa, 4:8)

Habib Abubakar sekarang ini sedang menunggu kalian. Ia berdiri, duduk, berdiri, duduk… Seandainya kalian langsung berangkat ke sana tentu akan lebih baik.”

Sesungguhnya Sayyidiy Alwi berniat untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya bersama Habib Husein. Akan tetapi Habib Husein berhalangan, kaki beliau sakit dan beliau memerintahkan Sayyidiy Alwi agar segera menemui Habib Abubakar yang sedang menunggu-nunggu kedatangannya. Habib Husein rupanya meng-kasyf keadaan ini.

Sebenarnya keinginan untuk melakukan perjalanan ke Gresik ini muncul Jumat tengah hari. Namun Sayyidiy Alwi baru memberitahukan niatnya ini kepada istri dan anak-anaknya sore hari, dan Sabtu pagi beliau telah berangkat. Demikianlah para wali Allah melihat dengan cahaya Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

“Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin, sebab dia melihat dengan cahaya Allah.” (HR Turmudzi)

Semoga Allah meridhoi mereka semua dan memberi kita manfaat berkat mereka.

“Sejak Subuh aku merasa gelisah, tapi setelah kalian datang perasaan itu hilang berubah menjadi kegembiraan. Semua ini adalah karunia Allah,” kata Habib Husein.

Syeikh Hadi Makarim lalu bercerita, bahwa ia mimpi melihat Habib Ali Habsyi menggandeng tangan Habib Husein ke luar dari satu rumah masuk ke rumah lain. Kemudian datang seorang lelaki memberi Habib Ali tiga ridâ[7]: dua berwarna hijau dan satu coklat. Habib Ali memakai ridâ yang hijau, memberikan ridâ hijau yang lain kepada Habib Husein, dan memberikan yang coklat kepada Syeikh Hadi Makarim.

Cerita ini menggembirakan hati Habib Husein, beliau lalu pergi dan kembali membawa dua ridâ: yang berwarna hijau buatan Bali diberikan kepada Sayyidiy Alwi, yang putih buatan Solo diberikan kepada Syeikh Hadi Makarim sambil berkata, “Ini sebagai hadiah atas mimpimu yang menggembirakan itu.”

Habib Husein kemudian membacakan lagi syair Habib Abdullah bin Husein:

Tuhanku, pemberian-Mu amat banyak
dan seluruh perbuatan-Mu amat indah
dan angan-anganku pada-Mu amat panjang
maka bermurahlah kepada orang-orang yang berharap

Habib Husein berkata, “Perhatikanlah bait syair ini: dan seluruh tindakan-Mu amat indah, ini adalah maqôm ridha.”

Habib Husein lalu bicara tentang mode pakaian. “Penghuni zaman ini telah merubah cara berpakaian mereka, juga cara berpakaian anak mereka, terlebih lagi putri-putri mereka. Mereka memberi anak-anak perempuan mereka pakaian yang pendek hingga di atas lutut. Ini adalah perbuatan yang sangat berbahaya. Suatu hari aku datang ke rumah salah seorang pecintaku. Saat itu anak-anak putrinya berpakaian sebagaimana pakaian kebanyakan orang di zaman ini: pendek di atas lutut. Aku lalu bertanya kepadanya, ‘Kalau aku datang ke tempat asal kalian di Hadhramaut, kemudian dengan tongkat di tanganku ini kusingkapkan pakaian putrimu hingga ke atas lutut, bagaimana sikapmu?’ Ia menjawab, ‘Kita akan saling pukul.’ Aku lalu berkata, ‘Tapi kalian sendiri sekarang melakukan hal itu terhadap putri-putri kalian.’

Rupanya ucapanku itu membekas di hatinya. Ia kemudian segera mengganti pakaian putri-putrinya dengan pakaian yang panjang seperti dahulu. Aku pun merasa sangat bahagia. Adapun teman-teman lain, mereka mengakui bahwa mode pakaian macam itu tidak benar, tapi mereka tidak berbuat apa-apa. Kelak di hari kiamat, anak-anak perempuan mereka akan bergantungan di leher mereka dan berkata, “Ayah kamilah yang mengajarkan semua ini kepada kami.”

Habib Husein membahas persoalan ini panjang lebar dan hanya inilah yang dapat kuhapal. Dan kupikir, ini pun sudah cukup.

Kami kemudian melaksanakan sholat Zhuhur dan Ashar jamak taqdim. Setelah makan siang, Habib Husein menganjurkan agar kami segera berangkat ke Gresik. Kurang lebih pukul 13:30 kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah keluar dari kota Jombang, Abdulkadir Maulakhela melantunkan bait-bait syair humainiyah yang dikarang Sayyidiy Alwi di masa lalu.[8]

Kami berhenti sejenak di Mojokerto, kemudian melanjutkan perjalanan dan sampai di Surabaya pukul 16:30. Di Surabaya kami singgah di rumah seorang sayid yang mulia, yang menempuh jalan leluhurnya, Abdulkadir bin Hadi Asseggaf. Sayyidiy Alwi ingin agar Al-’Am Abdulkadir bin Hadi Asseggaf menemani beliau ke Gresik. Sesampainya di depan kampung Al-’Am Abdulkadir bin Hadi, mobil berhenti dan aku diutus Sayyidiy Alwi untuk mengabarkan kedatangan beliau. Al-’Am Abdulkadir[9] segera keluar menemui Sayyidiy Alwi. Keduanya bersalaman dan berpelukan. Ia merasa sangat senang dengan kedatangan Sayyidiy Alwi. Sayyidiy Alwi memberitahu Al-’Am Abdulkadir bahwa beliau ingin segera ke Gresik untuk menemui Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf dan meminta agar ia bersedia menemani beliau ke Gresik. Al-’Am Abdulkadir memenuhi permintaan Sayyidiy Alwi, padahal ia telah menyediakan sebuah rumah untuk Sayyidiy Alwi dan rombongannya.

Al-’Am Abdulkadir bin Hadi memiliki seorang adik yang tinggal di Solo. Ia bernama Sayid Ahmad bin Hadi. Ketika adiknya mendengar rencana perjalanan Sayyidiy Alwi, ia segera pergi ke Surabaya dengan kereta api pagi agar dapat memberitahu kakaknya rencana perjalanan Sayyidiy Alwi. Mendengar berita dari adiknya ini, Al-’Am Abdulkadir bin Hadi Asseggaf segera menyediakan sebuah rumah karena antara dia dan Sayyidiy Alwi terjalin ikatan mahabbah dan persaudaraan yang sangat kuat.

Al-’Am Abdulkadir bin Hadi Asseggaf meminta Sayyidiy Alwi untuk singgah sebentar di rumah itu. Letaknya tidak jauh dari tempat berhentinya mobil kami. Rumah itu sangat bagus, penuh dengan perabotan indah, dan lampu yang bersinar terang. Kami lalu mengelilingi rumah yang luas itu. Pemilik rumah itu adalah Syarifah Zahra binti Sayid Abdurrahman bin Hasan Assegaf, sepupu Al-’Am Abdulkadir bin Hadi Asseggaf. Rumah itu dijadikan sebagai rumah peristirahatan, sedang pemiliknya tinggal di rumah yang lain.



Subhaanaka-llaahumma wa bihamdika, Asyhadu an-laailaahailla anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika...

Wallahu a'lam bishshowab
Wassalamu'alaikum wr wb


Catatan Kaki :
[4] Pertanda baik karena pembantu Habib Husein bernama Aman yang berarti keselamatan.
[5] Habib Alwi lahir tahun 1311 H, meninggal tahun 1373 H. Jadi beliau melakukan perjalanan ini pada usia 60 tahun.
[6] Habib Husein lahir di Qaidun tahun 1303 H, meninggal tahun 1376 H. Jadi pada pertemuan ini umur beliau 68 tahun. Beliau ke Jawa tahun 1329 H, ketika berumur 27 tahun.
[7] Ridâ adalah sejenis selendang.
[8] Keterangan ada pada lampiran ke-2 dalam buku.
[9] Habib Abdulkadir bin Hadi Assegaf meninggal di Surabaya bulan Dzul Hijjah tahun 1376 pada usia 68 tahun. Jadi waktu pertemuan ini beliau berusia 63 tahun.

No comments:

Post a Comment

Silahkan sampaikan tanggapan Anda atas tulisan di atas.